Mohon tunggu...
Leo Kusima
Leo Kusima Mohon Tunggu... profesional -

Tidak lulus SMA karena sekolah disegel rejim suharto. berkecimpung di bidang transportasi (sistim transportasi) Jembatan/Jalan Layang khusus untuk motor dan sepeda

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Menanggapi debat Capres (1)

17 Juni 2014   00:50 Diperbarui: 20 Juni 2015   03:27 77
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Jokowi dan prabowo masing masing menyampaikan pandangan dan caranya bagaimana memajukan ekonomi Indonesia.  Keduanya setuju harus menaikkan kualitas orang Indonesia dengan meningkatkan masalah pendidikan.

Jokowi dan prabowo menyampaikan pentingnya pendidikan, dan dua-duanya setuju pendidikan 12 tahun, menurut Jokowi dana bisa diambil dari penghematan subsidi BBM/listrik.  Jokowi menekanan pentingnya pendidik anak SD, 80% moral, 20% ilmu.  SMP 60% moral, 40% ilmu, SMA 20% moral, 80% ilmu dan ketrampilan.  Kalo prabowo mungkin hanya mengenal bedil, dia cuma bilang, pendidikan 12 tahun, tidak ada saran konkrit.

Saya ingin sampaikan pandangan saya terhadap hal ini.

Pendidikan 12 tahun itu penting, tetapi LEBIH PENTING, MATERI YANG DI BELAJAR !  Kalo yang dibelajar, misalnya tuhan mencipta dunia dalam 7 hari, kelas 1 belajar, kelas 2 belajar lagi, ini tidak akan bisa membantu memajukan  ekonomi Indonesia dan kualitas penduduk Indonesia !  buku matapelajaran Indonesia perlu dirombak, SD tidak perlu belajar agama, SMP juga tidak perlu, cukup pada SMA III, memberikan ilmu apa itu agama, percaya tidak itu tergantung mereka.

SD masih membutuhkan main, jangan terlalu banyak memberi mata pelajaran yang berat, akan menghambat perkembangan kepintaran.  Ambil contoh, mengapa banyak negara melarang anak-anak menjadi buruh? karena akan merusak mental seorang anak, gampang jadi anarkis dan tidak kreative.  sama juga anak SD I s/d SD IV, dikasi mata pelajaran berat, otaknya belum terbuka, malah bisa takut sekolah nanti, yang ringan-ringan, mengajar moral (bukan agama), nanti sampai SMP setelah otak berkembang, dan kepintaran berkembang, baru kasi yang lebih berat.  Kalau mengajar agama terlalu dini, akan MENGEKANG KREATIFITAS.  Padahal, KREATIFITASLAH adalah motor penggerak ekonomi VALUE ADDED TINGGI !

SMP dan SMA adalah masa menetapnya sifat remaja, perlu pendidikan moral, tapi bukan agama, dan mulai genjot ilmu pengetahuan Science, demokrasi, dan olah raga.

Belajar ilmu buni, sejarah (jangan sejarah yang dibengkokkan seperti yang dilakukan suharto), Ilmu Alam, Kimia, Biology (teori evolusi)……  kurangi pengaruh agama pada anak SD, SMP dan SMA I dan SMA II.

Dalam mengajar moral, saya sarankan sebaiknya dalam rangka REVOLUSI MENTAL, melarang diperbolehkan memiliki istri bayak, agama apapun, melarang kawin siri, banyak istri sangat menggoncangkan moral anak anak, sehingga konsentrasi mereka mudah seleweng ke area SEKS,  SEKS DAN AGAMA BAIK UNTUK ORANG DEWASA DAN TUA, TIDAK UNTUK ANAK DAN REMAJA. Melarang kawin muda (harus ketat), karena anak hasil kawin muda dengan ibu muda, kualitas pendidikan pasti cenderung rendah.  Pasutri muda juga basis ekonominya tidak kuat, tidak akan bahagia jika kawin muda (bagi anaknya).  Penghulu/pendeta/pastur/biksu yang mensahkan kawin mudah harus dihukum berat.

Jadi, pendapat saya, kalau MATA PELAJARAN TIDAK DIGANTI, SEKOLAH 20 TAHUN JUGA TIDAK ADA ARTINYA, TIDAK AKAN MENINGKATKAN KUALITAS ORANG INDONESIA. Negara maju, tidak mengajarkan agama dari SD, SMP bahkan SMA.  Mereka mengutamakan Sciense dan demokrasi.  Kita ambil jalan tengah, mereka kontak dengan agama pada SMA III.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun