Mohon tunggu...
Leo Kusima
Leo Kusima Mohon Tunggu... profesional -

Tidak lulus SMA karena sekolah disegel rejim suharto. berkecimpung di bidang transportasi (sistim transportasi) Jembatan/Jalan Layang khusus untuk motor dan sepeda

Selanjutnya

Tutup

Otomotif Pilihan

Pemerintah Anak Tirikan Pemakai Sepeda Motor yang Segera Akan Menembus 100 Juta Motor

21 Juli 2014   16:52 Diperbarui: 18 Juni 2015   05:43 152
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Transportasi. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Wirestock

Jakarta -Tradisi mudik memang menjadi perhatian setiap elemen masyarakat Indonesia, tidak terkecuali para pengendara motor di Indonesia. Terbilang nekad, masih banyak pengendara roda dua yang memilih mudik mengendarai motor.

Namun menurut Asosiasi Industri Sepeda Motor (AISI), mudik menggunakan motor akan sulit dihentikan. Oleh sebab itu ada baiknya untuk semua elemen baik pemerintah, produsen motor, untuk mencari solusi terbaik.

"Sepeda motor menjadi transportasi mudik yang mudah dan murah. Untuk itu, mudik dengan motor tidak perlu dihambat. Namun diperlukan sarana angkutan non motor yang cukup," kata Ketua Umum AISI, Gunadi Sindhuwinata saat diskusi 'Mudik selamat, Meredam Petaka Jalan Raya', yang digelar Idenpendent Bikers Club, bekerjasama dengan Kementerian Perhubungan, Astra honda Motor, dan Road safety Association.

Karena jika hal itu telah terpenuhi, lanjut Gunadi. Masyarakat akan dengan sendirinya memilih untuk menggunakan transportasi massal.

"Jika hal itu terpenuhi, masyarakat akan lebih memilih transportasi massal yang murah dan nyaman. Karena saat ini pemudik terpaksa menggunakan sepeda motor lantaran sarana transportasi massal tidak mencukupi," lanjut Gunadi.

Seperti diketahui bersama, saat ini populasi sepeda motor di Indonesia mencapai 83,6 juta unit. Sedangkan untuk mobil mencapai 11,2 juta unit, truk 5,6 juta unit, dan bus 2,2 juta unit. Dimana jumlah ini akan terus bertambah seiring masih besarnya ruang pertumbuhan pasar otomotif Indonesia.

baca : http://oto.detik.com/read/2014/07/20/123126/2642418/648/asosiasi-produsen-motor-mudik-gunakan-motor-tidak-perlu-dihambat

Dengan kecepatan kenaikan jumlah motor 8 juta unit per tahun, maka akhir tahun 2016, jumlah motor akan menembus 100 juta units.  Sedangkan sedan berkisar 15 juta unit, truk dan bus disekitar 10 juta unit.

Kapasitas jalan yang ada sudah tidak sanggup lagi melayani sebanyak 100+ juta motor. pemerintah tidak pernah berpikir bagaimana membuat pemotor dan pesepeda bisa lebih aman, konsentrasinya hanya ditujukan kepada pemilik mobil dan truk. padahal, SUARA YANG DIBUTUHKAN JOKOWI MENJADI PRESIDEN TIDAK MELEBIHI 100 JUTA. 100 juta motor mewakili minimal 180 juta warga Indonesia (berikut sanak familinya).

Seperti yang disampaikan AISI (Asosiasi Industri Sepeda-motor Indonesia), motor masih sangat dibutuhkan oleh Rakyat dalam memudik dan sehari-hari.  Ditlantas menganjurkan tidak naik motor untuk mudik, karena bahaya.  Tahukah pak Ditlantas, jika pasutri pulang kampung berdua, derngan asumsi kampung berasal dari Jateng, jika naik KA, pulang pergi memerlukan 1,200,000 ditambah biaya ke kampungnya, disekitar 1,300,000.- tapi jika dengan motor, biaya bensin dan olie diperkirakan 300,000.  Dapat menghemat 1 juta, sangat bearti bagi sanak keluarganya dikampung.  Kalau naik bus, kita tahu para PO sering menaikkan harga tiket pada masa lebaran, biayanya juga hampirn sama dengan KA.

Masalah lelah dalam perjalanan, mereka bisa gantian membawanya, apalagi setelah tiba di kampungnya, mereka perlu kendaraan untuk bertamasya, bersilahturami dengan saudara-saudara, pendek kata, mereka butuh sarana kendaraan di kampung mereka.

Pemerintah tidak pernah memikir bagaimana membuat perjalanan yang bahaya menjadi aman, sehingga sering seharusnya mudik yang ceria menjadi suatu malapetaka yang menghabiskan nyawa satu keluarga.  Pernah Menteri PU mengajukan suatu gagasan, dibuat jalan Tol untuk motor, sehingga menyamankan pengendara motor, mengamankan pengendara motor.  Ide ini sudah dilansir 17 bulan, sayang sampai sekarang belum terlaksanakan, hanya jembatan Suramadu dan jembatan Mandara yang jaraknya relative pendek.

Padahal, untuk membuat jalur jalan layang khusus motor dan sepeda antar kota, biaya per lajur sangat murah, mungkin hanya 10% s/d 15% (karena satu lajur sepeda motor cukup 1,5 meter, sedangkan mobil/truk 3,5 meter, ditambah tekanan gandar untuk jalan layang truk/mobil adalah 10 ton, sedangkan tekanan gandar untuk motor dan sepeda cukup 1 ton), lahan yang dibutuhkan sedikit, bisa dibangun diatas jalan raya, sehingga tidak perlu pembebasan banyak lahan.  Karena tertutup dan satu arah, tidak akan kena terik matahari dan hujan.  Karena di jalan tersebut hanya ada motor dan sepeda, jika terjadi tabrakan, kualitas tabrakan sangat rendah,  Jika A dengan kecepatan 40 km/j ditabrak B yang kecepatannya 60 km/j, maka kualitas tabrakannya hanya 20 km/jam dikali berat kendaraan + berat badan B, paling-paling lecet, tidak sampai hilang nyawa.

Ketika Jokowi menjabat gubernur DKI, beliau nekad tidak mau tambah jalan, sehingga road ratio bertahan sekitar 6,3%.  ahok menganjurkan semua orang naik bus, karena dia tidak sanggup menyelesaikan kemacetan DKI.  Kalo memang naik bus itu baik, sebagai teladan, seharusnya dia sendiri dan keluarganya jangan membeli mobil dan naik bus, tetapi dia malah sengaja melanggar instruksi gubernur Jokowi.  Kalau memang naik bus itu baik dan effisien, alangkah hebatnya jika ahok bisa “memaksakan” semua PNS (tidak terbatas PNS DKI), termasuk para kadis kadis, kasubdit, direktur, kasie, semuanya naik bus, saya yakin pekerjaan mereka akan berantakan, semua menghabiskan waktunya diperjalanan.  Yang jelas istri anak ahok pun tidak naik bus.

Bahwa untuk melancarkan kendaraan satu kota, jalur kendaraan pelan harus dipisahkan dengan jalur kendaraan cepat, jika disatukan, maka akan terjadi stagnan.  Keadaan di Indonesia adalah kendaraan pelan (motor, gerobak, gerobak air, becak, angkot ngetem) bercampur baur dengan kendaraan cepat.  Mengapa jika di tol dalam kota kita bisa lebih cepat?  karena didalam tol, tidak ada kendaraan pelan, sehingga kita bisa memacu kecepatan.

Apa yang dilakukan pemda DKI?  membuat ERP, ahok menentukan sepeda motor tidak boleh lewat, katanya dia akan menyediakan 20 bus tingkat gratis.  Bisa bertahan berapa lama bus gratis, dan apakah 20 bus cukup melayani keperluan tersebut, sebetulnya ahok sudah tahu jawabannya, TIDAK CUKUP.  Dan katanya, jika tarip ERP tidak bisa meredam kemacetan, akan dinaikkan terus sanpai seratus ribu (Rp: 100,000.-) sekali masuk.  Mengapa tidak sejuta rupiah sekali masuk, jadi yang akan masuk itu adalah mobil pejabat yang jelas biaya ERP-nya menjadi tanggung negara, atau perusahaan yang serba monopoli, paling paling nanti produknya mereka naikan harganya 5% untuk menutupi pajak preman tersebut.

Setelah ERP dengan harga selangit diberlakukan, hotel-hotel didaerah dipasang ERP akan mengalami pukulan, khususnya yang berdagang didaerah ERP, ini sudah bisa ditebak.

Mudah-mudahan setelah Jokowi jadi presiden, dia sadar atas kekelirunya: “Saya mau bikin kapok pemilik mobil dan motor sehingga naik bus”, “move the people not the car”, “saya tidak mau nambah jalan layang dan tol”.  Dan Jokowi memikirkan nasib 100 juta pemotor seperti halnya dia memikirkan nasib PKL di Solo.  Kabarnya Jokowi memperhatikan nasib rakyat bawahan karena ketika ibunya berdagang PKL, sering diusir dan dikerjain satpol PP (to be check).

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Otomotif Selengkapnya
Lihat Otomotif Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun