Saya setuju Jokowi menaikkan kadar pendidikan moral, tetapi pendidikan moral ini bukan pendidikan agama, melainkan moral yang diterima didunia pada umumnya. Misalnya, tidak korupsi, tidak bohong, tidak menjudi, tidak main hakim sendiri, tidak boleh beristri dua dan lebih……
Revolusi Mental harus berani melarang aliran wahabi dan radikal, pemerintah harus mengawasi ketat sekolah yang didirikan partisan pks, ppp, fpi dan pbb. Tidak boleh disusupi aliran wahabi.
MASALAH PREMANISME DAN KEKERASAN.
Seperti sering terjadi massa menghukumi pencopet dan dibakar sampai mati, ini adalah kebudayaan dari sisa order baru dan ekstrimis agama, yang sudah biasa main keras, misalnya suharto memenjara bung karno dirumah sampai meninggal (tidak berani diadili bung Karno, karena belang suharto mengkudeta akan terungkap), suharto menghukum mati Aidit tanpa disidang (kalo disidang, belang suharto juga akan terlihat bobroknya), suharto suka mengarang sejarah (menyalahkan PKI melakukan kudeta padahal sebetulnya dia otak pembunuhan Yani). Mana ada kudeta didunia yang hanya membunuh KASAD tetapi tidak membunuh presiden?
Cara ahok yang keras terhadap rakyat bawah, tidak memakai dasar hukum (misalnya cabut pentil, mau main gusur), kesemua ini akan membuat rakyat cenderung bersifat melawan. Karena pemerintah sering membuat undang-undang yang tidak adil, polisi-jaksa-hakim (penegak hukum) tidak tegas, curang dan korupsi, akan membuat rakyat cenderung melawan pemerintah dan aparat.
Disarankan Revolusi untuk melawan premanisme diterapkan fokusnya di Hakim-Jaksa-Polisi-Tentara. Di kalangan warga, dididik tidak main hakim sendiri. Perlu pendidikan hukum secara meluas, apa yang boleh, apa yang tidak boleh, menyadarkan rakyat hukum agama tingkatnya dibawah hukum negara, memberi pengertian hidup rukun antar ummat agama dan suku, memberi penjelasan shariyah Islam tidak boleh dijalankan di Indonesia, memberitahukan rakyat jika mencuri tidak boleh dipotong tangannya, kalau selingkuh hukumnya bukan ditimpuk dengan batu sampai mati, kalau sekedar minum bir tidak melanggar hukum Indonesia. Satu persatu yang ditanam orba yang ngawur harus diluruskan kembali.
MASALAH KORUPSI.
Subsidi BBM sampai ratusan triliun itu adalah sumber kebocoran besar, dijual ke kapal asing di tengah laut, keuntungannya langsung miliaran. Apa lagi pejabat kalo terlibat, lebih gawat lagi. SPBU sering menjual solar ke pabrik, Elpiji Melon diambil isinya diisi ke Tabung biru, negara berdarah ratusan triliun. Kalau perlu, subsidi diserahkan langsung ke orang miskin, dalam bentuk program, bukan seperti sekarang. Warga biasa untuk mendapat 100,000 rupiah itu susah banget, tapi anggota DPR sekali minta kado lebaran, dapat US$ 200,000.- per orang. Kecuali sebagian orang yang betul-betul menolak korupsi, memang ada, tetapi tidak sedikit orang, mulutnya anti korupsi, tapi dalam hatinya, dia berpikir, kalo saya mempunyai kesempatan, aku juga mau
korupsi. Membasmi korupsi, tidak cukup dengan KPK, harus ada revolusi mental yang menghina keluarga koruptor sampai mereka tidak hidup tenang di Indonesia. Orang yang menghina keluarga koruptor yang masih kaya, tidak bisa dituntut hukum. (dibuat UU-nya)
Di segi hukum, harus dikejar harta korupsi suharto, jangan dibiarkan, sehingga orang lihat kalau korupsi, walaupun sudah mampus, tetap dikejar hasil korupsinya.
Hukumm kita untuk membasmi korupsi tidak cukup baik, jaman suharto, dia meloloskan UU, bahwa yang “menyogok” dan disogok sama-sama dianggap korupsi. Setahu saya, di Malaysia, yang disalahkan adalah hanya pejabatnya. Jadi di Indonesia, kita diperes, bila kita lapor polisi, kita kasih uang sama pejabat, kita dan pejabat itu dimasukin penjara. Kalau di Malaysia, kalo kita lapor, kita tidak salah. Maka korupsi di Malaysia jauh berkurang dibanding di Indonesia.