Mohon tunggu...
Leo Kusima
Leo Kusima Mohon Tunggu... profesional -

Tidak lulus SMA karena sekolah disegel rejim suharto. berkecimpung di bidang transportasi (sistim transportasi) Jembatan/Jalan Layang khusus untuk motor dan sepeda

Selanjutnya

Tutup

Otomotif Pilihan

Diskusi dengan Puslitbang PU dan Masalah LSM-LSM yang Green

15 Oktober 2014   15:45 Diperbarui: 17 Juni 2015   20:56 79
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Transportasi. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Wirestock

Jangan karena mau mempromosi kendaraan umum, memakai policy untuk mengalahkan sepeda motor. Biarlah mereka hidup bersama untuk melayani kebutuhan yang berbeda. Kalau mau dibilang murah, memakai motor atau sepeda listrik justru lebih murah dari naik bus, dan motor dan sepeda listrik tidak perlu disubsidi. Dikota kecil, yang mana faktor harga dan keterbatasan kemampuan membeli mobil dan motor masih berperan dominan, mungkin kendaraan umum lebih cocok. Dikota Megapolitan yang sangat mementingkan effisiensi, mungkin kendaraan pribadi misalnya motor dan sepeda listrik lebih cocok, karena kendaraan umum hanya dari halte ke halte (atau stasiun ke Stasiun), sedangkan kendaraan motor dan sepeda (listrik) bisa O(riginate) to D(estination). Untuk menghambat perluasan motor dan diganti dengan kendaraan yang lebih hijau, mungkin cara yang lebih bijaksana adalah sistim kuota, tahun 2015, STNK baru untuk motor hanya 6 juta motor, dan berkurang setiap tahun sebesar 0,5 juta, dan mendorong sepeda listrik yang non polusi, dengan bebas STNK, pajak ringan. sehingga sepeda listrik yang green bisa menggantikan fungsi motor dalam 20 tahun. Karena saya yakin dalam 10 tahun, tehnologi baterei akan ada peningkatan yang signifikan, sepeda listrik, atau motor listrik, bisa menjangkau radius 150 km (dengan harga yang sama untuk rdius 30 km) sekali mengisi baterei dan waktu pengisian baterei dapat dipersingkat. Cara menghilangkan motor secara alami lebih bijaksana dari pada cara radikal dan tidak akan terjadi gejolakan sosial. Kita harus berpikir 100 juta motor yang dimiliki rakyat menengah kebawah, dengan nilai lebih dari 1000 triliun rupiah, adalah harta rakyat menengah kebawah, bagi mereka motor itu sangat berjasa. 1000 triliun ini juga adalah asset negara yang positive, bukan asset negative. Didunia, hampir semua angkutan umum tidak untung dan disubsidi oleh pemda, negara majupun belum tentu kuat mensubsidi angkutan umum, sedangan sepeda motor, sepeda listrik dan sepeda itu TANPA SUBSIDI. Uang kita pas-pasan, tidak berlebihan.

Menonjolkan kendaraan umun tidak salah dan baik, tapi tidak cocok untuk kota megapolitan yang Horisontal, bagi kota Megapolitan yang vertikal itu baik. Karena masalah first miles dan last miles itu menjadi kendala bagi sistim angkutan umum. Kondisi kota kita (Megapolitan Jakarta, Surabaya, Bandung dan Medan) adalah HORISONTAL. sama sekali lain dengan Singapore, Hongkong, Shanghai, Beijing, Taipeh dan Tokyo. Ada orang minum susu sehat, ada orang minum susu mencret. yang cocok di luar negeri, belum tentu cocok di Indonesia. Kendaraan umum masih ada kendala untuk kota MEGAPOLITAN berbentuk HORISONTAL.

Penerapan policy untuk kota kecil, kota kabupaten dan Megapolitan HARUS BEDA. Kota Megapolitan, pasti merupakan sentra busines, pasti merupakan pusat transportasi, dimana effsiensi menduduki posisi yang tinggi. suatu megapolitan seperti Jakarta dengan kemacetan dan kesmrautan lalulintas, sulit bersaing dengan kota lain. Dikota kecil, kota kabupaten, harga merupakan faktor paling penting, bukan effisien. Suatu kenyataan, ketika Jokowi menetapan instruksi Gubernur, pada PNS Jakarta memakai kendaraan umum pada hari Juma’at setiap minggu pertama pada bulan berjalan, siapa yang sengaja melanggarnya? Ahok! Dalihnya adalah tidak effisien. Apakah para pengusaha di Jakarta tidak membutuhkankan effisien?

Jalan Layang Khusus motor dan sepeda adalah infrastruktur menghemat lahan tanah dan hemat dalam kontruksi, dan dapat menyelesaikan kemacetan yang sudah menjadi momok bagi perkembangan ekonomi Indoensia, lebih tepat saya sebut, sisitim lalulintas yang kami tawarkan cocok dengan motor, sepeda listrik, sepeda dan motor listrik. entah keinginan LSM yang green yang mempromosikan sepeda, atau exekutive yang mengutamakan effisien, tetap memerlukan jalan. Untuk kelancaran ekonomi, tanpa road ratio yang cukup, itu mustahil terjadi.Jalan itu bersifat netral, tidak memihak green atau black. Pisau dibutuhkan disetiap rumah, tapi pisau juga bisa digunakan alat membunuh/kejahatan, apakah kita mau mengurangi kejahatan, lalu LSM boleh meminta pemerintah melarang rakyat untuk memiliki pisau. Apa bedanya Untuk mengurangi jumlah motor, LSM memaksa pemerintah untuk tidak menambah jumlah jalan (6 ruas tol dalam kota)? Tulung nanya contoh kesuksesan mengurai kemacetan dengan kendaraan umum di Megapolitan Horisontal ? Sebaiknya dari group LSM yang mau mendorong green, saya sarankan mereka tidak memakai mobil dan motor, agar menjadi teladan masyarakat dalam masalah green. Mereka cukup naik sepeda dan jalan kaki, dan saya yakin effisiensi kerja mereka akan merosot tajam. Sebagai pimpinan negara dan calon pemimpin negara, kita perlu dengar suara mereka, tapi tidak perlu selalu mengikuti kemauan mereka, karena sudut pandangan mereka tidak sempurna (sempit), hanya dari satu sudut (green), sedangkan masalah mengurus negara itu multi dimensi.

Mungkin LSM Green masih mengidamkan masyarakat 1000 tahun yang lalu, masih naik dokar, tanpa asap mobil dan motor, bercocok tani dengan pacul, bukan traktor.

Indonesia masih tergolong negara berkembang, LSM "kawatir" pertumbuhan jumlah sepeda, sepeda listrik motor dan mobil (jumlah kendaraan), bagaikan takut anak tanggung makan cukup untuk membesarkan tubuhnya.  Kalau sudah umur 35, badan tegap, kita boleh mengurangi kecepatan pertumbuhan, baru umur sepuluh tahun disuruh diet, tujuannya apa?

Kalo LSM green berani, kita adakan diskusi publik,  jangan hanya satu arah.

Menurut @indrabudimantop, Jokowi telah disandera pengamat. Menurut dia, Inilah ulah gila pengamat transportasi yg "menyandera" Gubernur Jokowi soal rencana jalan tol layang.

Dari sisi transportasi, Gang sempit yang kurang dari 5 meter yang terletak didaerah rumah penduduk yang tidak ada pekarangan memang tidak cocok untuk dibangun Jalan Layang khusus motor dan sepeda. kita memilih jalan minimum lebar 10.5 meter. Jalan 10.5 meter bisa membuat 6 lajur per tingkat ditambah bahu jalan kiri 1 meter dan bahu jalan kanan 0.5 meter. Jalan layang cukup dibuat tiap rentangan 2 kilo meter, sehingga kita bisa memilih jalan yang baik untuk minimum 6 lajur motor dan sepeda. Tentu Jika kita dapat jalan yang luas, boleh saja dibuat 10 lajur, dengan 2 lajur untuk sepeda dan 8 lajur untuk motor, sesuai perbandingan proposiaonal jumlah perbandingan motor dan sepeda. Prinsipnya sistim jalan layang harus bisa menampung 4,5 juta motor dan sepeda jalan bersama (40% dari jumlah motor dan sepeda), dan kapasitas parkir 3-4 juta motor dan sepeda bersamaan, kalo interval 2 Km sudah tidak cukup, kita bisa tingkatkan jumlahnya didaerah yang agak cenderung padat, karena tidak perlu bebas lahan, maka sangat fleksible dan mudah dilaksanakan.

Silahkan juga membaca :

http://www.tribunnews.com/metropolitan/2013/01/30/rencana-penambahan-jalan-tol-harus-dilaksanakan

http://www.republika.co.id/berita/koran/urbana/14/09/15/nbxjem3-perbaiki-dulu-transportasi-umum

http://jakarta.kompasiana.com/transportasi/2013/09/19/menyelesaikan-kemacetan-walaupun-dibanjiri-mobil-lcgc-593979.html

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Otomotif Selengkapnya
Lihat Otomotif Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun