Kemudian tahukah anda? jika data Badan Pusat Statistik (BPS) Kalbar tidak terdapat sawit atau CPO sebagai komoditas ekspor Kalbar. Inilah yang disebut kekonyolan sistematis, saat memiliki 1,3 juta Ha lahan sawit namun tidak termasuk komoditas ekspor.
Ini jelas merugikan Kalbar, alasannya karena Kalbar tidak memiliki pelabuhan kelas samudera yang menangani ekspor komoditas, akhirnya dikirim ke provinsi lain yang memiliki pelabuhan tersebut. Otomatis pajak ekspornya tak dapat dinikmati Kalbar.
Ketua Gabungan Perusahaan Perkebunan Indonesia (GPPI) Kalbar, Ilham Sanusi, pernah menjelaskan bahwa Kalimantan Barat kehilangan setidaknya Rp 300 miliar dari pendapatan ekspor komoditas sawit. Kerugian sebenarnya jauh lebih besar, karena pajak ekspor CPO sebesar $ 50/ ton, apa lagi dengan kurs Dolar saat ini.
Dengan asumsi Ilham, pajak ekspor CPO sebesar Rp 300 / Kg CPO, maka 1 juta ton saja kalbar telah kehilangan pendapatan sebesar Rp 300 miliar. Benar-benar dalam kondisi konyol, sudahlah konflik sawit yang tak pernah berhenti, kenyataannya secara sistematis posisi Kalbar sangat dirugikan, itu berlaku sama dengan belasan provinsi sentra sawit lainnya.
Pelabuhan Indonesia yang memiliki wewenang ekspor ada sekitar lima, yang utama tentunya Pelabuhan Tanjung Priok Jakarta, yang menangani 70 % bongkar muat secara nasional.
Luar biasa dari sekitar 18 provinsi sentra sawit, 70 % ekspor CPO melalui Jakarta, itu logikanya. Produksi CPO nasional pada 2015 adalah 30,8 juta ton, dengan pajak $ 50/ ton atau sekitar Rp 650.000/ ton.
Tanpa sejengkalpun kebun sawit, melalui hitungan fariabel di atas, Jakarta memperoleh sekitar Rp 14,014 triliun dari pajak ekspor sawit pada 2015. Perasaan tak enak, seakan jadi sapi perahan pusat. Itu baru CPO belum produk turunan sawit lainnya. Benar-benar konyol.
Kesimpulan, sawit merusak lingkungan, hancurkan ekologi, membuat tanah kering, monokultur, akibatkan pembabatan hutan, konflik sosial, sengketa tanah, berikan kabut asap, meregut nyawa masyarakat, dan kekonyolan menjadikan daerah sebagai perahan pusat, yang pasti daftar kekonyolan sawit belum habis, hanya begitu lelah untuk dilanjutkan. Pembaca budiman bisa menelaah sendiri.
(By. Dasa Novi Gultom)
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI