Tak berbeda di Sungai Sodong, Mesuji, Ogan komering Ilir, Sumsel, pada 2011 lalu, 7 warga desa harus kehilangan nyawa karena konflik sawit dengan perkebunan Sumber Wangi Alam . Cukup maklum jika kemudian menjadi bibit dendam warga kepada perusahaan sawit.
Korban nyawa yang berjatuhan seakan tak miliki makna, terus berlanjut, pada April 2013, sengketa lahan PT Palma di Riau, menyebabkan 2 warga meninggal dunia.
Demikianlah bagaimana korporasi dengan pundi rupiah sawit menindas, mengadu domba, mengusir, dan membunuhi anak bangsa. Dengan segala ketamakan, kemudian suara-suara munafik menyebut, para penolak sawit adalah antek asing. Nyawa-nyawa yang melayang itu hanya dihargai sebagai antek asing oleh para penindas.
Kokang Senjata Aroma Sawit
Jika korporasi sawit sudah bertitah, maka deru peluru menjadi hal lumrah dalam konflik dan penolakan sawit. Entah seragam coklat ataupun hijau, keduanya intens dalam menjaga kepentingan persawitan.
Terkadang cukup bingung, apakah rakyat pemilik aparatur atau kebalikannya aparat yang memiliki rakyat. Keberpihakan pada korporasi terasa begitu kental, sebagai contohnya, Markas Brimob di kabupaten Sambas, Kalbar, berdiri tegak ditengah luasnya rimbun kebun sawit.
Pernah melihat keberadaannya, saat itu kebetulan seorang Menteri sedang berkunjung ke perbatasan kabupaten Sambas dengan tetangga Malaysia, perjalanan menuju batas sempat dihiasi bangunan markas Brimob di tengah perkebunan sawit.
Lucu, kebun sawit merupakan aset strategis dibanding pusat pemerintahan, gedung bupati. Bayangkan saja bagaimana perasaan warga kampung sekitar yang sebagian rumah beratap daun, tunduk pada intimidasi psikologis tersebut.
Maklumlah, markas tersebut dibangun dengan kemurahan hati pengusaha sawit. Kapolda Kalbar saat itu Erwin TPL Tobing tegas menyanggah bahwa keberadaan Markas Brimob di tengah rimbun sawit terkait kepentingan perusahaan dan pemilik perkebunan sawit.
Kekonyolan Sistematis
Tahukah anda di Kalimantan Barat memiliki lahan sawit seluas 1,3 juta Ha? Dari luasan itu menghasilkan sekitar 1,17 juta ton CPO, setidaknya itulah data dari Gabungan Pengusaha Kelapa Sawit Indonesia (Gapki).