Semen dan Prahara Sawit
Selain hilangnya sumber mata air, pabrik semen jelas akan mempengaruhi kualitas udara, polusi CO, NO2, SOx, HC, dan beberapa lainnya. Belum lagi partikulat debu dan limbahnya. Terpapar dalam waktu tertentu akan berdampak pada kesehatan, paru-paru, iritasi kulit, iritasi mata, alergi.
Penambangan sejenis tanah liat untuk bahan baku semen, mengubah kontur kesuburan tanah, mengganggu aliran air, lenyapnya mata air, dan pastinya akan merubah ekosistem secara drastis. Jadi sangat reasonable jika warga, terutama petani menolak pabrik semen.
Bagaimana dengan sawit? Konversi hutan tropis menjadi perkebunan sawit jelas berdampak buruk pada sistem ekologi. Banyak yang sudah paham, hanya saja not my concern, seperti pembabatan hutan, pembakaran lahan, kabut asap, konflik sosial, abuse of power melalui kokang senjata, pertikaian, penyerobotan lahan, dan itu sangat nyata, senyata genggaman remot saat menyaksikan berita di televisi.
Luas perkebunan sawit Indonesia diperkirakan mencapai 10 -13 juta Ha, bayangkan saja 13 juta Ha! Lebih besar dari luas pulau Jawa yang memiliki luas 126.700 Km2/ 12.670.000 Ha alias 12,67 juta Ha. Ya, bahkan Presiden Jokowi terkejut mengetahui perkebunan sawit lebih besar dari hutan produksi yang hanya 11 juta Ha.
Apa terlintas, jika setiap pohon sawit itu dipindahkan ke Jawa, maka tiap jengkal tanah jawa akan penuh oleh sawit, tak tersisa untuk penghuninya. Kemudian para oknum menyampaikan bahwa pengubahan hutan rimba yang lebih luas dari Pulau Jawa tidak memiliki pengaruh sosial dan lingkungan? absurd level dewa.
Perseteruan jelas tak bisa dihindari, terutama masalah tanah atau agraria. Komisioner Komnas HAM, Dianto Bachriadi, pada januari lalu, menyatakan bahwa terdapat 6,94 juta Ha lahan yang bersengketa karena ekspansi bisnis sejak tahun 70-an. Sementara Konsorsium Pembaruan Agraria (KPA), menyatakan sekitar 6,942 juta Ha yang bersengketa agraria, dengan rincian 50 % karena sektor perkebunan.
Mengerikan! KPA mencatat untuk 2015 saja terdapat 252 konflik, yang mengakibatkan 5 orang tewas, 39 warga ditembak aparat, 124 luka, dan 278 orang ditahan. Meski konflik yang masif, namun keserakahan rupiah membuat ekspansi sawit semakin luas.
Sawit Meregut Nyawa
Saat lonceng emas sawit berbunyi, bahkan nilai kemanusiaan pun akan diinjak. Mongabay Indonesia pada 2013 menulis tentang penggusuran paksa oleh PT Asiatic Persada Jambi kepada Suku Anak Dalam, 2.000 jiwa kehilangan hutan tempat tinggal.
Luar biasa saat korporasi sawit menjadi punggawa, mengusir penduduk hutan yang sudah berada di sana berabad-abad. KPA mencatat sedikitnya 11 orang Suku Anak Dalam yang tewas kelaparan selama ini, akibat tersesat karena diusir. Yup, sawit menghilangkan nyawa, bung!