Mohon tunggu...
Money Pilihan

"Dua Tusuk Sosis untuk Anakku..." (Dampak Jatuhnya Harga Karet)

7 Februari 2016   11:04 Diperbarui: 7 Februari 2016   11:43 3
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

[caption caption="Rubber tree_theravengroup.org_"][/caption]Ekonomi sedang sulit, gumamku dalam hati. Maklum usaha kecil yang ku rintis agak "terbatuk-batuk" lebih dari setahun ini. Namun, kesulitan tak mengurangi rasa syukur pada Ilahi. Sadar, lebih banyak ayah-ayah lain yang jauh lebih memendam perasaan di masa ekonomi merangkak ini.

Jadi teringat beberapa waktu lalu, saat ada keramaian di kota kecil ini. Tong edan keliling tiba di lapangan sepak bola, dua bulan lamanya singgah memberi keramaian pasar malam.

Suatu malam, seperti biasa ikut meramaikan, terlihat seorang ayah membopong anaknya sementara tangan kirinya memegang erat telapak anaknya yang lain, bersama sang istri mereka masuk melalui gerbang pasar malam.

Maklumlah, jika ada keramaian, orang dari kampung-kampung sekitar kota, pasti tidak ketinggalan menikmati. (orang kampung sebutan sehari-hari di Kalimantan, tidak memiliki makna merendahkan)

Pakaian yang dikenakan keluarga kecil itu biasa saja, bahkan tampak sedikit pudar karena terlalu sering dicuci.

Entah apa yang dibisikkan oleh si ibu kepada suaminya, namun mereka terhenti hanya sampai dua stan saja. "Dua tusuk sosis Bu, untuk anak saya," ujar sang bapak kental logat daerah kepada ibu penjual sosis yang berada di depan stan.

setelah membayar 2.000 rupiah, si Bapak mengambil dua tusuk sosis dan menyerahkan masing-masing satu tusuk kepada dua anaknya. Saat itulah terlihat senyum Bapak itu pada anaknya, begitu sesak dada melihat. Karena diriku tahu, senyum pahit demi menjaga ceria buah hati.

Suami istri tersebut kemudian membawa dua anaknya kembali dekat pojokan tak jauh dari gerbang masuk. Berdiri menyaksikan keramaian, tong edan berada di sisi lain dari lapangan, terang gemerlap dengan cahaya, sementara keluarga kecil tersebut hanya diterangi lampu roda dua yang sesekali lewat.

Tanpa sadar, aku membatin, berbisik sendiri, "Tuhan begitu sulitkah hidup kami saat ini..?"

Jauh sekali perbedaan, jika mengingat setiap keramaian lima tahun sebelumnya. Hiruk pikuk warga dari perkampungan yang berbondong-bondong, berjejal memenuhi pasar malam, namun sekarang berbeda, stan-stan dagangan sepi pengunjung.

Itulah yang terjadi, sudah tiga tahun belakangan komoditas karet harganya terjun bebas. Padahal komoditas ini yang menjadi penghidupan warga kampung, sebagian besar petani karet. dahulu karet dihargai lebih dari Rp 20.000/ kg ditingkat pengepul, namun saat ini hanya kisaran 5.000-an saja.

Memang ada komoditas lain, yakni sawit, namun saya termasuk yang kurang berkenan pada sawit. Karena tidak ada petani sawit, yang ada hanya buruh atau kuli sawit. Orang-orang kampung ini tidak akan mampu untuk membuka kebun sawit, modalnya begitu besar. Namun bukan sawit yang kita bicarakan saat ini, tetapi karet.

Karet Anjlok

Anjloknya harga komoditas karet, tidak hanya terjadi di Indonesia namun seluruh dunia. Yang paling berdampak adalah Indonesia, Malaysia, dan Thailand. Ketiga negara anggota The Association of Natural Rubber Producing Countries (ANRPC) menguasai 80 persen pengapalan karet dunia.

Namun apa daya, lesunya ekonomi China, sangat berdampak terhadap permintaan karet dunia. Suatu akibat dari perang ekonomi yang digaungkan USA-Saudi http://www.kompasiana.com/leogultom/perang-ekonomi-global-duet-usa-saudi_56b22556f292733d0cd11362 

Menurut analis Bloomberg, Supunnabul Suwannakij, 20 dari 30 petani karet Thailand berhenti menyadap karet karena harga yang terus anjlok. Tentunya analisis ini relevan dengan Indonesia dengan kultur karet dan regional yang sama dengan Thailand.

China, lanjut Supunnabul, sedang dalam ekonomi yang lemah. seperti diketahui kebutuhan karet paling banyak difungsikan untuk ban kendaraan, namun permintaan kendaraan bermotor sangat jatuh di China karena perlambatan ekonomi.

Naiknya harga karet pada 2009-2011, membuat tiga negara utama, Indonesia, Malaysia, dan thailand, membuka banyak lahan baru karet. Menurut analisis, kelebihan produksi akan terus berlanjut setidaknya dua tahun ke depan.

Perdagangan karet di pusat perdagangan global Tokyo, menunjukkan karet telah jatuh 70 persen sejak 2011.

[caption caption="Chart1_davidstockmanscontracorner.com"]

[/caption]

Kelebihan produksi karet dibanding permintaan sekitar 98.000 ton pada 2015. Diprediksi bahwa kelebihan akan semakin parah pada 2016, yakni sekitar 411.000 ton, dan 430.000 ton pada 2017.

Ekonom, Prachaya Jumpasut, menilai perkembangan permintaan tidak tumbuh secepat produksi karet. ia memperkirakan akan terjadi penumpukan persediaan karet sekitar 3,7 juta ton karet di gudang penyimpanan global pada 2017.

[caption caption="Chart2_davidstockmanscontracorner.com"]

[/caption]

Karenanya Indonesia, Malaysia dan Thailand sepakat untuk membatasi ekspor komoditas karet ke pasar Internasional, dalam upaya untuk menggenjot harga karet. Ketiganya sepakat mengurai total ekspor sebesar 615.000 matrik ton untuk periode Maret sampai Agustus ini.

Thailand akan memotong 324.000 ton ekspor, Indonesia 238.740 ton, sementara Malaysia 52.260 ton karet. Kesepakatan triparti ini diharapkan dapat memotong 6 persen produksi karet dunia.

Selain upaya itu, ketiganya sepakat untuk menggenjot penggunaan karet dalam negeri, sehingga dapat membantu kenaikan harga bagi petani kecil karet.

Semoga saja langkah tiga negara ini dapat mendongkrak harga karet, setidaknya itu harapan dan doa kami serta petani karet di Kalimantan.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun