Mohon tunggu...
Money Pilihan

Perang Ekonomi Global, Duet USA - Saudi

3 Februari 2016   23:05 Diperbarui: 5 Februari 2016   02:34 611
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Semua sulit diantisipasi China, sebagian besar hasil lonjakan ekonomi China diinvestasikan untuk pembangunan ladang energi di hampir seluruh Afrika, beberapa negara arab,perairan internasional (Laut China Selatan termasuk dalam peta energi China) dan lainnya. Tentu saja nilai serta hasil investasi energi China juga ikut turun.

Belum lagi, dengan turunnya nilai minyak dunia, maka sekutu USA yg dominan dalam ekspor industri, mampu bersaing harga produksi industri dengan China.

Sekutu terdekat USA yg berada di serambi China, yakni Jepang, langsung saja menguat. Dengan memanfaatkan anjloknya harga energi dan nilai tukar Yen yg rendah (Abenomic), ekspor Jepang tak terbendung, bahkan mencetak sejarah.

Ini tidak berbeda dengan sekutu Paman Sam, Korea Selatan. Negara ginseng ini mendapat keuntungan besar dari rendahnya nilai energi dunia. Hasil industri korea bertaburan seantero dunia, mengimbangi Jepang.

China harus terpuruk, pertumbuhan ekonominya saat ini terburuk dalam 25 tahun terakhir, setelah kehancuran pasca gagalnya reformasi Tian Nan Men 1990 lalu, yg berujung pada embargo barat.

Seperti pedang yg tajam di dua sisi, perang ekonomi membuat terpuruknya ekonomi China, semakin memperparah kejatuhan harga minyak.

Dengan perlambatan ekonomi yang dramatis, permintaan kebutuhan minyak Tiongkok akan turun, ini membuat harga minyak semakin tertekan. Asal tahu saja, sejak 2013 China merupakan negara dengan kebutuhan energi terbesar di dunia melampaui USA.

Perang ekonomi ini, tentunya membuat negara penghasil energi yg belum mapan, apalagi berafiliasi kuat dengan Rusia dan China, seperti Venezuela dan beberapa negara amerika Selatan, saat ini juga diterpa topan perekonomian.

Venezuela diambang kebangkrutan, pendapatan hasil minyak mentahnya tidak mampu lagi digunakan untuk membayar utang luar negeri. Minyak merupakan 96 persen pendapatan ekspor Venezuela, namun tidak dapat lagi diandalkan. Presiden Nicolas Maduro akhirnya mengeluarkan dekrit negaranya darurat ekonomi.

Tampaknya duet USA - Saudi dalam menggaungkan perang ekonomi melalui kejatuhan harga minyak, masih jauh dari akhir, dan bahkan baru tahap permulaan. Yang pasti manuver terus dilakukan keduanya untuk mempertahankan dominasi geopolitik.

 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun