Keadaan minyak yg anjlok, juga disasarkan untuk mendongkrak ekonomi sekutu USA di Eropa, yg mayoritas adalah negara eksportir industri. Efeknya sangat cepat dan dramatis, bahkan Yunani yg gelagapanpun sudah bisa bangkit lagi.
Perang ekonomi yang digaungkan membuat Putin berpikir dua kali akan kebijakan luar negerinya. Popularitas Putin di Rusia selama ini didongkrak dari pendapatan energi, ia dengan mudah mengalokasikan subsidi. Saat ini semuanya berbeda.
Pertumbuhan Rusia diperkirakan akan berkurang 3,4 poin tahun ini, dampak harga minyak sangat berpengaruh karena hampir 50 persen pendapatan Rusia berasal dari energi. Laksana hantaman topan, pendapatan raksasa gas Rusia, Gapron, kehilangan 30 persen pendapatan mereka.
Manuver USA terus berlanjut, beberapa analis menilai, ditembak jatuhnya pesawat tempur Rusia oleh Turki yg memasuki wilayah udara Turki, setidaknya dalam batasan tertentu mendapat restu NATO.
Insiden ini mengakibatkan hubungan Ankara dan Moscow memburuk, tak hanya perang komentar antara pemimpin keduanya, pemutusan hubungan dagangpun terjadi. Namun hal ini mengakibatkan kerugian dipihak Rusia yg alami inflasi tinggi, karena sebagian besar kebutuhan domestik didatangkan melalui Turki.
Lebih luar biasa lagi, dialog Barat - Iran, atas ambisi nuklir negeri mullah tersebut, yang alot hampir satu dekade, tiba2 mencair. Lembaga Atom Internasional IAEA, mengeluarkan laporan bahwa Iran telah memenuhi kesepakatan yg dimintakan.
USA dan Uni Eropa segera saja mencabut embargo ekonomi atas Iran. Kebijakan ini sedikit menguntungkan Iran, yg secara otomatis dapat menggunakan 30 miliar dolar aset yang dibekukan, dari total sekitar 100 milar dolar yg dibekukan. Dengan sisa aset yg segera aktif.
Namun tujuan utama perubahan kebijakan ini adalah agar Iran dapat kembali membajiri pasar dunia dengan hasil energi mereka. Iran sendiri telah menyatakan siap untuk menjajal sekitar 38 juta barel minyak mentah ke pasar global.
Segera aktifnya suplai energi Iran, menurut analisis IMF, akan akibatkan harga minyak dunia dapat turun mencapai 5 - 15 dolar per barel pada 2016, saat ini minyak dunia terus turun dan sedang berada dalam kisaran 30 dolar per barel. Sangat jauh dibanding puncak kejayaan komoditi minyak yg pernah menyentuh 150 dolar per barel pada 2008 silam.
Kenyataan ini membuat Rusia dan China cukup panik, keduanya berusaha mengantisipasi segala skenario ekonomi yg mungkin terjadi, jika minyak terus turun. Sadar atau tidak, sampai awal 2016, baik Rusia maupun China belum mengeluarkan kebijakan untuk keluar dari perang ekonomi tersebut.
Begitu pula China dominasi ekonominya mulai digugat. Mengapa China dirugikan? bukankah, sebagai konsumen minyak seharusnya diuntungkan dengan anjloknya harga energi dunia.