Mohon tunggu...
Leo Budiman
Leo Budiman Mohon Tunggu... -

Selanjutnya

Tutup

Politik

Equality Before The Law untuk Pencatut Nama Presiden

17 November 2015   16:38 Diperbarui: 17 November 2015   17:16 374
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Kesal rasanya melihat pemberitaan media beberapa hari terakhir yang diwarnai aksi Menteri ESDM Sudirman Said yang mengatakan ada oknum di DPR RI yang mencatut nama Presiden Jokowi dan wakilnya Jusuf Kalla dalam negosiasi kontrak dengan PT Freeport. Mungkin yang marah dan kesal bukan hanya saya, tapi saya yakin masyarakat yang mendengar, melihat atau membaca berita ini pasti gerah dengan kelakuan anggota dewan yang katanya terhormat ini.

Kalau kita ingat dan telusuri sejauh ini, apa saja sih prestasi wakil rakyat yang duduk di senayan? Datang rapat jarang, kalau ikutan rapat juga kebanyakan tidur tapi kalau kunjungan kerja ke luar negeri gak pernah ada yang absen. Ditambah dengan pengakuan Sudirman Said ini, pastinya makin banyak masyarakat yang tidak berempati kepada para anggota DPR ini.

Tentunya masih teringat jelas dalam ingatan kita bagaimana kelakuan para anggota DPR pada saat rapat paripurna dalam memilih ketua dan para pimpinan DPR yang luar biasa ricuh dan tidak memperlihatkan pembelajaran politik yang baik kepada masyarakat karena paripurna tersebut lebih mirip Taman Kanak-kanak (TK).

Lalu yang jadi pertanyaan di benak kita semua adalah, kenapa Sudirman Said tidak mengatakan siapa yang mencatut nama presiden di hadapan publik? Apakah ini hanya sekedar manuver politik untuk pengalihan isu? Banyak pertanyaan-pertanyaan muncul di media sosial terkait sikap Sudirman Said. Ditambah lagi, Said bertingkah sedikit aneh ketika mendatangi Majelis Kehormatan Dewan (MKD) untuk melaporkan salah satu anggota dewan dengan memberikan semua bukti pada MKD. Seperti dilansir beberapa media online, bahwa Sudirman Said tengah melaporkan Ketua DPR Setya Novanto.

Kalau benar yang dilaporkan adalah Setya, ini merupakan aib bagi negeri ini dimana Ketua DPR mencatut nama presiden untuk keperluan pribadinya dan tentunya perbuatan ini tidak bisa ditolerir. Kita masih ingat bagaimana Setya juga pernah membuat aib ketika hadir dalam kampanye bakal calon Presiden Amerika Serikat Donald Trump dan mengatakan bahwa rakyat Indonesia mendukung Trump. Setya yang merupakan politisi Golkar ini memang kerap dekat dengan kontroversi salah satunya namanya dikaitkan dengan kasus cessie Bank Bali yang merugikan negara hingga Rp 546 miliar dan dia juga diduga terlibat korupsi e-KTP di Kemendagri.

Namun apakah Setya yang menyandang jabatan Ketua DPR tidak bisa tersentuh hukum? Apakah Setya yang selama ini seperti belut licin ini benar-benar bebas melakukan apa saja yang merugikan negara ini? Tentunya kita tidak ingin hal itu terjadi dimana equality before the law (Persamaan di mata hukum) diterapkan pada setiap WNI tanpa terkecuali.

Adalah Ketua Umum NasDem Surya Paloh yang meminta aparat penegak hukum segera bertindak dan mengusut pencatutan nama presiden ini siapapun orangnya.

“Saya minta diusut tuntas, saya tau Pak Sudirman Said kalau kasih statement saya yakin tentu dia sudah pikir baik-baik dan dia harus usut tuntas, dan NasDem akan dukung sepenuhnya itu. Saya pikir KPK kalau perlu harus masuk itu. Kalau tidak ada yang proaktiv, NasDem yang akan proaktiv,” kata Surya seperti dikutip Metro tv.

Pernyataan keras Surya Paloh ini juga menjadi pernyataan pertama ketua partai yang mendesak masuknya KPK dalam pencatutan nama presiden ini. Mungkin Surya pun mencium adanya aroma korupsi dalam pencatutan nama tersebut dan NasDem dengan komitmennya yang akan terus memerangi korupsi mendesak KPK segera turun tangan. Hal ini menjadi penting ketika ada seseorang yang dengan sengaja mencatut nama kepala negara untuk kepentingan pribadi atau golongan maka harus diselidiki hingga tuntas.

Dengan proaktif memerangi korupsi, Surya seakan menegaskan bahwa sudah menjadi kewajiban bagi partai untuk menjadi bagian dalam memberantas korupsi dimana partai politik yang notabene adalah suara rakyat harus berjuang bersama rakyat melawan korupsi yang menyengsarakan rakyat.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun