Fatwa ulama telah memainkan peran penting di dalam masyarakat Indonesia yang mana mayoritas penduduknya beragama islam. Fatwa adalah keputusan atau pendapat yang diberikan oleh seorang ulama atau lembaga keagamaan mengenai masalah hukum islam. Di Indonesia, Majelis Ulama Indonesia (MUI) merupakan lembaga yang sering mengeluarkan fatwa yang kemudian mempengaruhi berbagai aspek kehidupan publik termasuk pemerintah.
     Â
Sejak berdirinya pada tahun 1975, MUI telah mengeluarkan berbagai fatwa yang mencakup berbagai isu mulai dari masalah teologis hingga masalah sosial dan politik. Salah satu contoh terkenal adalah fatwa mengenai larangan adanya pernikahan beda agama yang mana meskipun tidak memiliki kekuatan hukum yang formal, fatwa ini telah mempengaruhi pandangan masyarakat dan praktik hukum di Indonesia.
Fatwa-fatwa MUI sering dianggap sebagai pedoman moral bagi umat islam di Indonesia. Akan tetapi walaupun MUI tidak selalu memiliki kekuatan hukum yang mengikat, fatwa tersebut sering kali dijadikan dasar oleh pemerintah dalam merumuskan kebijakan, terutama yang terkait dengan isu-isu keagamaan dan moralitas publik.
Salah satu fatwa yang memiliki dampak signifikan terhadap kebijakan publik adalah fatwa tentang Ahmadiyah. Pada tahun 2005, MUI mengeluarkan fatwa yang menyatakan bahwa ajaran Ahmadiyah merupakan ajaran yang sesat dan menyesatkan. Fatwa ini telah memicu berbagai reaksi termasuk aksi kekerasan terhadap komunitas Ahmadiyah itu sendiri. Akibat tekanan sosial dan politik yang ditimbukan oleh fatwa tersebut, pada tahun 2008 pemerintah Indonesia mengeluarkan Surat Keputusan Bersama (SKB) yang membatasi aktivitas Ahmadiyah di Indonesia. Keputusan ini menunjukkan bahwa bagaimana fatwa ulama dapat mempengaruhi kebijakan pemerintah secara langsung.
Fatwa mengenai riba (bunga) juga memiliki pengaruh besar terhadap kebijakan ekonomi di Indonesia. Yang mana MUI mengeluarkan fatwa yang mengharamkan praktik riba, yang telah mendorong perkembangan perbankan syariah di Indonesia. Sehingga pemerintah kemudian mendukung pertumbuhan sektor ini dengan mengeluarkan berbagai regulasi yang mendukung operasional bank syariah, termasuk UU perbankan syariah tahun 2008. Hal ini menunjukkan bahwa fatwa ulama tidak hanya mempengaruhi aspek moral dan sosial, tetapi juga ekonomi dan bisnis.
Pada tahun 2009, MUI juga pernah mengeluarkan fatwa yang mengharamkan rokok bagi anak-anak, wanita hamil, dan orang yang merokok di tempat umum. Yang mana fatwa ini bertujuan untuk mengurangi dampak negatif rokok terhadap kesehatan Masyarakat. Meskipun fatwa ini tidak serta merta mengubah kebijakan pemerintah secara langsung, namun hal ini telah memberikan dorongan moral bagi kampanye anti rokok dan kebijakan pengendalian tembakau yang lebih ketat di Indonesia. Beberapa daerah di Indonesia kemudian mengadopsi regulasi yang lebih ketat lagi mengenai larangan merokok di tempat umum, yang merupakan telah menunjukkan pengaruh tidak langsung dari fatwa ini.
Dari perspektif sosiologis, fatwa ulama mencerminkan nilai-nilai dan norma-norma yang berlaku dalam masyarakat. Sebagai negara dengan mayoritas penduduk adalah muslim, masyarakat Indonesia cenderung lebih menghormati dan mengikuti fatwa ulama. Fatwa ini berfungsi sebagai alat control sosial yang memperkuat kohesi sosial dan dapat mengarahkan perilaku masyarakat sesuai dengan ajaran islam. contohnya saja fatwa mengenai perilaku homoseksual dan larangan minuman keras mencerminkan norma moral yang diterima luas oleh masyarakat Indonesia.
Secara politis, fatwa ulama dapat digunakan sebagai alat legitimasi bagi pemerintah. Ketika pemerintah mengadopsi kebijakan yang selaras dengan fatwa ulama, maka kebijakan tersebut cenderung mendapatkan dukungan yang lebih luas dari masyarakat muslim. Begitu juga sebaliknya, mengabaikan fatwa ulama dapat memicu kontroversi dan resistensi dari kelompok-kelompok keagamaan. Contoh konkret adalah bagaimana pemerintah menggunakan fatwa MUI tentang Ahmadiyah untuk mengesahkan SKB yang membatasi aktivitas Ahmadiyah. Dalam konteks politik praktis, fatwa ulama dapat memperkuat legitimasi moral pemerintah di mata masyarakat muslim.
Meskipun fatwa tidak memiliki kekuatan hukum formal, pengaruhnya terhadap hukum positif di Indonesia tidak dapat di biarkan begitu saja. Fatwa seringkali menjadi rujukan dalam proses legislasi dan pembuatan kebijakan. Contohnya saja berbagai perda (peraturan daerah) yang bernuansa syariah di beberapa wilayah di Indonesia seringkali merujuk pada fatwa ulama sebagai dasar normatifnya. Ini menunjukkan bahwa fatwa ulama memiliki pengaruh yang signifikan dalam pembentukan hukum di tingkat lokal.
Pengaruh fatwa ulama terhadap kebujakan publik juga menimbulkan berbagai tantangan dan kontroversi. Salah satu tantangan utama adalah potensi diskriminasi dan pelanggaran hak asasi manusia. Fatwa yang bersifat eksklusif, seperti fatwa tentang Ahmadiyah seringkali digunakan untuk membenarkan tindakan diskriminatif terhadap kelompok minoritas. Hal ini telah menimbulkan ketegangan sosial dan dapat memicu konflik horizontal.