Mohon tunggu...
Lentera Pustaka
Lentera Pustaka Mohon Tunggu... Freelancer - Pegiat Literasi dan Taman Bacaan

Pegiat literasi yang peduli terhadap gerakan literasi dan pendidikan anak di Indonesia. Hanya untuk berbuat baik dan menebar manfaat melalui buku-buku bacaan, salam literasi

Selanjutnya

Tutup

Worklife Pilihan

Kenali 21 Sebab Pemutusan Hubungan Kerja Sesuai Aturan dan Apa Hak Pekerja?

26 Juli 2024   15:35 Diperbarui: 26 Juli 2024   15:50 113
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Pemutusan hubungan kerja (PHK) sesuatu yang bisa saja terjadi di dunia usaha. Entah karena pesaingan bisni yang semakin ketat atau sebabb apapun. Akhirnya Perusahaan atau pemberi kerja "terpaksa" mengambil keputusan untuk mem-PHK sebagiann atau seluruh karyawannya. Terlepas dari persoalan bisnis, pekerja harus tahu aturan main PHK bila suatu saat terjadi.

Sesuai PP No. 35/2021 tentang Perjanjian Kerja Waktu Tertentu, Alih Daya, Waktu Kerja dan Waktu Istirahat, dan Pemutusan Hubungan Kerja pada pasal 40 ayat 1) ditegaskan bahwa, "Dalam hal terjadi Pemutusan Hubungan Kerja, Pengusaha wajib membayar uang pesangon dan/atau uang penghargaan masa kerja, dan uang penggantian hak yang seharusnya diterima". Artinya, Perusahaan atau pemberi kerja punya kewajiban untuk  membayar uang pesangon (UP), uang penghargaan masa kerja (UPMK), dan uang penggantian hak (UPH) kepada pekerja sesuai aturan yang berlaku.

Dalam kaitan itu, pekerja harus memahami tentang sebab terjadinya pemutusan hubungan kerja (PHK). PHK itu terdiri dari segala jenis berakhirnya hubungan kerja, atas sebab apapun. Sebab PHK inilah yang menjadi "penentu" besaran uang pesangon pekerja. Pada PP 35/2021 ditegaskan ada 21 (dua puluh satu) sebab terjadinya PHK, yaitu:

1. Perusahaan melakukan penggabungan, peleburan atau pemisahan Perusahaan.

2. Pengambilalihan perusahaan.

3. Perusahaan melakukan efisiensi untuk mencegah terjadinya kerugian.

4. Perusahaan tutup akibat kerugian.

5. Perusahaan tutup bukan akibat mengalami kerugian.

6. Perusahaan tutup akibat keadaan memaksa (force majeure).

7. Keadaan memaksa (force majeure) yang tidak mengakibatkan perusahaan tutup.

8. Perusahaan dalam keadaan penundaan kewajiban pembayaran utang akibat perusahaan mengalami kerugian.

9. Perusahaan dalam keadaan penundaan kewajiban pembayaran utang bukan karena perusahaan mengalami kerugian.

10. Perusahaan pailit.

11. Adanya permohonan Pemutusan Hubungan Kerja yang diajukan oleh Pekerja/Buruh dengan alasan Pengusaha melakukan perbuatan seperti menganiaya, menghina secara kasar, atau mengancam Pekerja/ Buruh, membujuk, menyuruh Pekerja/Buruh untuk melakukan perbuatan yang bertentangan dengan peraturan perundang-undangan, dsb.

12. Adanya putusan lembaga penyelesaian perselisihan hubungan industrial yang menyatakan Pengusaha tidak melakukan perbuatan seperti menganiaya, menghina secara kasar, atau mengancam Pekerja/ Buruh, membujuk, menyuruh Pekerja/Buruh untuk melakukan perbuatan yang bertentangan dengan peraturan perundang-undangan, dsb.

13. Pekerja/Buruh mangkir selama 5 (lima) hari kerja atau lebih berturut-turut tanpa keterangan secara tertulis yang dilengkapi dengan bukti yang sah dan telah dipanggil oleh Pengusaha 2 (dua) kali secara patut dan tertulis.

14. Pekerja/Buruh melakukan pelanggaran ketentuan yang diatur dalam Perjanjian Kerja, Peraturan Perusahaan, atau Perjanjian Kerja Bersama dan sebelumnya telah diberikan surat peringatan pertama, kedua, dan ketiga secara berturut-turut.

15. Pekerja/Buruh melakukan pelanggaran bersifat mendesak yang diatur dalam Perjanjian Kerja, Peraturan Perusahaan, atau Perjanjian Kerja Bersama.

16. Pekerja/Buruh tidak dapat melakukan pekerjaan selama 6 (enam) bulan akibat ditahan pihak yang berwajib karena diduga melakukan tindak pidana.

17. Pekerja/Buruh tidak dapat melakukan pekerjaan selama 6 (enam) bulan akibat ditahan pihak yang berwajib karena diduga melakukan tindak pidana.

18. Pekerja/Buruh mengalami sakit berkepanjangan atau cacat akibat kecelakaan kerja dan tidak dapat melakukan pekerjaannya setelah melampaui batas 12 (dua belas) bulan.

19. Pekerja/Buruh mengalami sakit berkepanjangan atau cacat akibat kecelakaan kerja dan tidak dapat melakukan pekerjaannya setelah melampaui batas 12 (dua belas) bulan.

20. Pekerja/Buruh memasuki usia pensiun.

21. Pekerja/Buruh meninggal dunia.

Maka pekerja penting mengenali 21 sebab PHK di atas. Bila salah satu sebab itu terjadi, maka berhak mendapat kan pembayaran: a) uang pesangon, b) uang penghargaan masa kerja (UPMK), dan c) uang penggantian hak (UPH) seperti cuti tahunan dan biaya ongkos. Dan patut dipahami, cepat atau lambat uang pesangon pasti dibayarkan oleh perusahaan.

Pada Pasal 58 PP 35/2021 ditegaskan pada ayat 1) bahwa "pengusaha yang mengikutsertakan pekerja dalam program pensiun sesuai dengan ketentuan perundang-undangan di bidang dana pensiun, iuran yang dibayar oleh pengusaha dapat diperhitungkan sebagai bagian dari pemenuhan kewajiban pengusaha atas uang pesangon dan uang penghargaan masa kerja serta uang pisah akibat PHK. Selanjutnya, ayat 2) menyebut "jika perhitungan manfaat dari program pensiun lebih kecil daripada uang pesangon dan uang penghargaan masa kerja serta uang pisah, maka selisihnya dibayar oleh pengusaha". Dan ayat 3) menyebutkan lagi, "pelaksanaan ketentuan dalam Pasal 58 ayat 1 tersebut diatur di dalam Peraturan Kerja, Peraturan Perusahaan, atau Perjanjian Kerja Bersama".

Tentu, besaran Uang Pesangon (UP) setiap pekerja berbeda-beda. Selain masa kerja dan besaran upah, uang pesangon juga ditentukan oleh sebab berhenti bekerjanya seperti di atas. Misalnya, berhenti bekerja atas sebab pensiun mendapat 1,75 kali UP. Bila meninggal dunia mendapat 2 kali UP. Atau bila sebab akuisisi mendapat 1 kali UP. Mengenai besaran UP ini, silakan dicek di PP 35/2021.

Pesangon adalah tanggung jawab perusahaan kepada karyawan yang tidak lagi mendapatkan upah setelah berhenti bekerja. Oleh karena itu, perusahaan atau pemberi kerja penting memiliki program pensiun yang didedikasikan untuk pendanaan kompensasi pascakerja. Tujuannya untuk menyiapkan pembayaran uang pensiun atau pesangon karyawan pada saat waktunya tiba.

Salah satu cara yang bisa ditempuh adalah dapat dilakukan dengan mendanakan uang pensiun atau pesangon karyawan melalui DPLK (Dana Pensiun Lembaga Keuangan). Karena DPLK merupakan "kendaraan" yang paling pas untuk mempersiapkan uang pensiun atau pesangon karyawan. Untuk memenuhi kewajiban kompensasi pascakerja, seperti uang pensiun dan uang pesangon yang menjadi hak karyawan.

Uang pesangon wajib dibayar sesuai sebab alasan pemberhentian kerja. Tapi sayang, saat ini sebagian besar perusahaan atau pemberi kerja belum mendanakan uang pensiun atau uang pesangon untuk karyawan bila suatu saat dibayarkan. Istilahnya kerja yes pensiun oke. Salam #YukSiapkanPensiun #EdukasiDanaPensiun #EdukasiDPLK

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Worklife Selengkapnya
Lihat Worklife Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun