Ganjar pada Guru Nonformal Keagamaan
Besarnya PerhatianMenyongsong Indonesia Emas 2045, banyak hal yang perlu dipersiapkan. Terutama pada pembangunan sumber daya manusia (SDM). Menyambut bonus demografi dan menyongsong Indonesia Emas 2045 tak bisa tidak, kualitas SDM kita harus ditingkatkan, dipacu semaksimal mungkin. Tanpa SDM unggul, bonus demografi dan Indonesia Emas 2045 tak akan berarti. Hanya kesia-siaan belaka. Muspro, kata orang Jawa.
Ganjar sadar betul akan hal itu. Tentu, ia sudah punya roadmap dan rencana untuk memacu peningkatan kualitas SDM Indonesia. Peningkatan kualitas SDM mau tak mau harus ditempuh melalui jalur pendidikan. Baik pendidikan formal maupun nonformal. Ganjar sangat paham soal itu.
Karenanya, ketika memberikan motivasi pada ribuan mahasiswa baru Universitas Pancasila Jakarta, Senin (28/8/2023), Ganjar menekankan soal pentingnya pendidikan. Ihwal peningkatan SDM melalui pendidikan, itu sudah dibuktikan Ganjar melalui berbagai program dan terobosan yang dilakukannya selama 10 tahu menjabat sebagai Gubernur Jateng.
Misalnya saja, sekolah gratis, SMKN Jateng boarding school dan semi boarding khusus untuk warga miskin, sekolah virual, meningkatkan kesejahteran guru honorer. Juga, tak kalah penting perhatiannya yang besar kepada guru nonformal keagmaan.
"Menyongsong bonus demografi dan Indonesia Emas 2045, maka pembangunan manusia harus menjadi program utama dan pertama, sekaligus infrasturktur untuk mendukung inovasi ke depan. Namun yang tidak boleh dilupakan, pembangunan manusia tidak hanya menuntut manusia berkembang dalam hal intelektual, tapi juga ketahanan mental," kata Ganjar, ribuan mahasiswa baru Universitas Pancasila, kala itu.
Menyoal ketahanan mental, peran guru nonformal keagmaan tak bisa diremehkan. Tak bisa dikecilkan atau dipandang sebelah mata. Mereka berperan terhadap pengetahuan keagmaan sekaligus membangun fondasi ketahanan mental berdasarkan azas keagamaan, sebagaima sila pertama Pancasila: Ketuhanan Yang Maha Esa.
Dengan fondasi keagamaan yang kuat, anak-anak diharapkan tak mudah terkena serangan mental. Studi Divisi Psikitriatri dan Remaja Universitas Indonesia menyebutkan, usia 12 sampai 24 tahun adalah periode kritis persoalan mental. Nah, anak-anak yang mempunyai fondasi pendidikan agama, diharapkan bisa mempunyai mental yang lebih tangguh. Di samping itu, guru nonformal keagamaan juga berperan untuk memberantas faham-faham radikal dan intoleransi, melalui pengetahuan keagamaan yang menjejukkan.
Namun, sering kali, peran besar guru non formal keagamaan ini luput dari perhatian. Mereka berada di pinggiran dari pandangan kita. Akan tetapi, tidak halnya dengan Ganjar. Ia juga menaruh perhatian besar terhadap guru nonformal keagamaan.
Sejak 2019 hingga 2023 Ganjar telah mengucurkan Rp1,2 triliun untuk menopang kesejahteraan para guru nonformal keagamaan di Jawa Tengah. Pada program ini, setiap guru agama nonformal mendapatkan Rp 1,2 juta per tahun. Insentif diberikan untuk guru keagamaan nonformal dari lima agama yakni Islam, Kristen, Katolik, Hindu, dan Buddha.
Pada 2023, rincian penerima guru agama Islam sebanyak 223.373 orang, guru agama Kristen sebanyak 5.651 orang, guru agama Katolik sebanyak 1.089 orang, guru agama Hindu sebanyak 548 orang, dan guru agama Buddha sebanyak 169 orang. Â
Perhatian Ganjar yang besar terhadap para guru nonformal keagamaan ini medapat respon positif dari para masyayikh di Indoensia. Karenanya, saat bertemu Ganjar di Pondok Pesantren At Taujieh Al Islamy 2 Andalusia, Kabupaten Banyumas, pada akhir Agustus 2023 kemarin, para masyayikh titip, agar program insentif untuk guru nonformal keagamaan ini bisa dibawa ke skala nasional. (*)
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H