Sejatinya, ini menjadi pembelajaran di mana pun, sebelum melakukan tindakan yang merusak tatanan masyarakat. Pelecehan-pelecehan dengan kata-kata tabu dan tak senonoh yang keluar dari mulut-mulut para agamis terhadap kaumnya sendiri, hanya karena berbeda haluan, tentu ini menyakitkan hati dan memalukan diri sendiri. Â Dan kemudian saya belajar lagi, kepada keluarga Presiden Jokowi untuk bisa mengendalikan diri.
Presiden Jokowi yang rendah hati dan penyayang serta penuh kesabaran, pekerja yang tidak tahan hanya duduk di belakang meja atau berlama-lama pergi keliling dunia, tentu saya yakin memahami kondisi masyarakatnya itu. Beliau pasti cerdas dalam psikologi massa, bukan hanya cerdas demokrasinya. Â
Meski pelecehan demi pelecehan harus diterimanya sekian macam rupa dalam sehari, ia hanya menanggapi dengan senyum dan itu sudah berlaku sejak masa pemilu pertamanya menjadi presiden.Â
Jadi baginya, untuk kali ini tentu "biasa saja". Ia tetap konsisten, ambisinya untuk jabatan, tak pernah hadir di hatinya. Niatnya hanya ingin masyarakat belajar agar cerdas dalam berdemokrasi. Itu sebabnya ia tak pernah ragu dalam melangkah, ia tidak pernah takut untuk jatuh. Pak  Jokowi bukan nabi, bukan manusia sempurna.Â
Tentu suatu saat ada ambang batas kesabaran yang harus dilaluinya. Apalagi jika ia harus memilih antara keselamatan keluarga dan karir politik. Ia pasti akan mendahulukan keluarganya.
Tapi, orang-orang di sekitarnya, mampukah memahami itu? Bisakah bersikap seperti dirinya? Kepentingan demi kepentingan elit partai entah itu yang bernuansa agamis, pancasilais, demokrastis maupun oportunis, tentu tidak ingin mempertaruhkan harga dirinya, sebab mereka bukan sendiri, seperti pak Jokowi.Â
Kalaupun mau menentukan sikap untuk tidak sepakat dengan pendapat bersama, berarti harus keluar dan hijrah ke kelompok yang lain. Jadi kutu loncat, begitu kira-kira. Dan pada akhirnya, kecerdasan berdemokrasi di negeri ini semakin tak jelas, meskipun dunia terlanjur mengacungkan jempol.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H