Dugaan keterlibatan kelompok islam radikal Jamaah Islamiyah dalam aksi teror bom buku semakin menguat. Namun polisi kesulitan melacak karena munculnya analisis jika eksekutor adalah relawan atau simpatisan baru Jamaah Islamiyah. Mereka tidak masuk dalam struktur organisasi Jamah Islamiyah. Kepala bagian penerangan umum Mabes Polri Kombespol Boy Rafli Amar menjelaskan dugaan kearah Jamaah Islamiyah memang belum seratus persen. Lanjut menurut Boy polisi semakin gencar memburu DPO (daftar pencarian orang) alumni Jemaah islamiyah untuk mengurai teror bom buku. Pertimbangannya, modus yang digunakan dalam teror itu juga pernah terjadi di Poso sulawesi tengah 2009 silam, dan Jamaah Islamiyah sendiri berada dibalik teror tersebut. Meskipun organisasi Jemaah islamiyah sudah dibubarkan, tetapi keberadaannya terus berkembang baik itu secara individu maupun kelompok. Perkembangan ini mengundang simpati dari beberapa orang baru, orang-orang baru ini berada diluar organisasi Jamaah Islamiyah yang selama ini diburu polisi. Kondisi ini membuat polisi semakin kesulitan, upaya mengorek informasi dari teroris yang masih mendekam maupun yang sudah bebas dari penjara belum membuahkan hasil yang signifikan. Sementara itu, setelah hampir sepekan sketsa wajah kurir bom di utan kayu disebar, sampai saat ini belum membuahkan hasil. Dalam sketsa itu polisi membuat sosok pria bertopi dengan ciri-ciri tertentu, diantaranya tinggi 165 cm, tubuh sedang, warna kulit sawo matang, mata sayu, dan sedikit berjenggot. Namun hingga sekarang masih belum ada laporan, akan tetapi polisi masih optimis bisa mengungkap pelaku bom buku melalui sketsa kurir tersebut. Polisi juga berharap peran masyarakat untuk melapor jika melihat orang dengan ciri-ciri seperti itu. Masyarakat diharapkan tetap tenang dan waspada, meskipun kondisi saat ini sudah relatif kondusif. Dan masyarakat yang tidak bertanggung jawab diharapkan agar jangan sampai memperkeruh suasana, ada sekitar 29 laporan dari masyarakat yang mencurigai adanya paket yang berisi bom, namun ternyata yang benar-benar paket bom hanya ada dilima titik. Masyarakat yang dengan sengaja menyebar ancaman teror bohongan bisa dipenjara 15 tahun, ganjaran hukuman 15 tahun penjara itu mengacu pada pasal 7 UU Nomor 15 tahun 2003 tentang teroris. Meskipun ancaman itu hanya bersifat main-main, namun tetap saja bisa dikategorikan melakukan tindak teror yang menimbulkan keresahan di masyarakat.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H