Mohon tunggu...
Lenny Simanungkalit
Lenny Simanungkalit Mohon Tunggu... Karyawan -

Hidup adalah anugrah

Selanjutnya

Tutup

Bahasa

Kerjakan Panggilanmu

30 Juni 2018   16:27 Diperbarui: 6 Juli 2018   21:00 212
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.



"  Kring... kring... bunyi telephone berdering, aku mengambil handphone dan melihat ada namamu disana. Di dalam hati ini bertanya ada apa gerangan yang sedang kamu alami. Dengan rasa tanda tanya yang besar, aku mengangkat telephonemu. Dan kitapun mulai berbicara. Ditengah percakapan kita, engkau mengatakan akan pergi jauh dan kita berjanji untuk bertemu besok hari. Sesampai dikantor, aku langsung mengajukan cuti mendadak. Bos-ku, pak Handoco mempertanyakan kenapa ada cuti mendadak".  "Maaf pak, ada keperluan mendadak ", kataku tanpa menyebutkan alasan sebenarnya. Hari ini terasa amat lama dan merupakan hari yang begitu menyedikan dan menyenangkan bagiku, menyedikan mungkin karena aku akan berpisah denganmu dan menyenangkan karena hari ini aku akan ketemu denganmu dan menghabiskan waktu seharian bersamamu. Didalam hatiku yang terdalam, semoga aku dapat melalui hari ini dengan baik.

Hari yang telah disepakati untuk ketemu akhirnya tiba, kita ketemu ditempat yang telah kita sepakaiti. Aku terlebih dahulu sampai di tempat tujuan, dan engkau dating 30 menit kemudia, ah betapa lama rasanya menantikanmu. Engkau datang secara diam-diam, dan mengagetkanku. Hati ini senang akhirnya engkau datang dan menyapaku dengan senyuman yang membuatku bahagia. Kita menaiki angkutan umum untuk menuju tempat yang kita sepakati, Taman Mini Indonesia Indah (TMII). TMII adalah tempat yang begitu luas dengan berbagai macam rumah-rumah adat Indonesia, keong mas, museum, aneka ikan, dan banyak lagi. Sepanjang jalan menyelusuri TMII terasa begitu indah dan menyenangkan. Sepanjang jalan kita bercerita tentang banyak hal, kebersamaan kita, tentang kita dan banyak hal. Hari ini serasa menjadi milik kita berdua, seperti kata orang-orang, yang lain ngontrak, hehehe.Dimas merupakan pribadi yang sangat aku kagumi, aku bangga memiliki sahabat sepertimu, apakah karena kekagumanku kepadamu, sehingga tanpa ku sadari, aku mengasihimu, demikian juga sebaliknya. Merasa bahagia ketika kita pernah berada dalam komunitas yang sama. 

Tiba-tiba telephone berdering saaat aku dan kamu berteduh disalah satu rumah adat Bali, dan ternyata abangku telephone aku, abangku, Novan, menanyakan keberadaanku. "Vanny, kamu lagi dimana dan lagi ngapain",?, tanya abangku. "aku lagi cuti bang, lagi jalan-jalan dan menikmati alam", kataku singkat tanpa aku mengatakan dengan siapa aku pergi.Kami menghabiskan waktu sampai tempat wisata ini hamper tutup jam 17.00, dan kamipun siap-siap untuk  pulang, dan meninggalkan tempat kenangan ini. Selama di bis, kami diam seribu bahasa, masing-masing dengan pikirannya, tanpa matanya tertutup dan aku membangunkannya ketika bis yang kami tumpangi sudah sampai pada tujuan.  Sebelum sampai ke rumah, kami kembali mencari tempat makan untuk menikmati makan malam, mungkin ini adalah makan malam terakhir bagi kami. Kamipun tiba di rumah, dan disitulah kami berbicara segala rencanamu  dan akan meninggalkanku. 

Hal ini tidak ku sukai, dan membuatku sedih. Kenapa harus ada perpisahan dan kenapa harus sekarang engkau menginggalkanku di sini, dan masih banyak pertanyaan yang ada di dalam hati ini. Ahh rasanya sedih bercampur aduk tak karuan, tanpa terasa air mata membasahi pipiku, dan engkau menghapus air mataku. Sepanjang malam ini kami mengabiskan waktu, seolah-olah tidak mau untuk berpisah, seakan ini adalah malam terakhir bagi kita berdua. Dan kamipun berjalan keluar, menikmati jalan dengan segala keberisikannya dan lampu-lampu mobil yang saling bergantian menerangi jalanan, lampu jalanan yang masih menyalah menerangi jalanan, dan keramaian jalan tidak ada hentinya, hanya manusia yang sudah tidak banyak lagi di jalanan, mereka telah terlelap dan mimpi indahnya.

Ketika kaki telah menjadi lelah dan tubuh menjadi lesu, engkau mengantarku untuk pulang kembali dan mengucapkan kata-kata perpisahan. Walau hati ini tidak rela, tapi aku harus melepaskanmu, demi panggilan yang akan engkau jalani. Selamat jalan dan tetaplah penuhi panggilanmu dan seperti engkau mengatakan, sahabat lebih dalam maknanya, kita akan tetap menjadi sahabat, kamu adalah sahabat terbaikku, terima kasih untuk kebersamaan dan dukungan selama ini, katamu mengakhiri pertemuan kita malam ini. Di dalam hatiku yang paling dalam, aku berdoa untukmu kiranya Tuhan menolongmu didalam menjalani panggilan hidupmu, terima kasih untuk segalanya dan kebersamaan kita selama ini, tetaplah setia menjalani panggilan hidupmu.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Bahasa Selengkapnya
Lihat Bahasa Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun