Pertumbuhan populasi manusia terus meningkat, seiring pertambahannya limbah yang dihasilkan pun bertambah. Limbah plastik saat ini menjadi salah satu limbah terbesar yang memberi dampak besar terhadap lingkungan.
Melansir dari cnnindonesia.com ditemukannya paus sperma yang meninggal dengan limbah plastik dengan berat hingga 100kg di sebuah pantai Skotlandia, juga kasus yang sama terjadi di Indonesia di Laut Taman Nasional Wakatobi seberat 13 kilogram, menelan plastik dapat memberikan paus rasa kenyang yang salah, paus akan makan lebih sedikit makanan nutrisi yang mereka butuhkan.
Banyak upaya dilakukan oleh berbagai pihak dalam mengurangi populasi plastik. Salah satunya mengurangi penggunaan plastik dalam berbelanja disupermarket juga mengurangi penggunaan sedotan yang terbuat dari plastik ataupun mendaur ulang plastik untuk digunakan kembali menjadi barang yang bermanfaat dan bisa menjaga kelestarian lingkungan.
Penggunaan plastik banyak ditemukan dalam berbagai kemasan produk kebutuhan sehari - hari, salah satunya adalah produk air kemasan. Saat ini plastik menjadi juara dalam kemasan air mineral yang kita gunakan.
Bagaimana sains dan teknologi mengemas air dimasa depan? Hal ini menjadi tantangan bagi semua pihak dan diperlukan sinergi dan kerjasama untuk mencapai lingkungan yang bersih dan sehat.
Pembelajaran sains kali ini mencoba membuat sebuah air yang mungkin akan menjadi air masa depan, dimana tidak lagi menggunakan plastik untuk dibuat.
Ethan dan michael merupakan siswa kelas 3 (tiga) SD yang sedang mencoba membuat bagaimana mengemas air tanpa plastik.
Saya menyiapkan larutan yang mengandung alginat ( merupakan polisakarida alami yang diolah dari rumput laut cokelat) dan larutan garam basa, mereka pun sangat antusias dalam membuatnya.
Mereka pun bertanya, " bu berapa banyak bola air yang harus dibuat agar bisa memenuhi kebutuhan air manusia dalam sehari"?