Mohon tunggu...
Leni Nurmela
Leni Nurmela Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa IAIN Syekh Nurjati Cirebon Fakultas Komunikasi dan Dakwah Islam Jurusan Komunikasi Penyiaran Islam

Hobi membaca and nulis, orang nya semua hal selalu di tulis hal kecilpun di tulis, travelling.

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Pilihan

Membumikan Kembali Buku sebagai Jendela Dunia

5 November 2022   11:02 Diperbarui: 5 November 2022   11:11 239
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Membumikan menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia adalah menanam, memasyarakatkan. Dalam lingkup disini kembali menanamkan makna buku sebagai jendela dunia. Jendela sendiri tempat keluar masuknya udara, bukupun demikian kenapa disebut jendela dunia karena dengan buku berbagai keilmuwan keluar masuk pada diri kita sebagai pelaku.

Buku memang hal umum, kenapa disebut umum ? Karena buku itu ada buku catatan, buku bacaan dan lain halnya. Tapi semuanya memiliki peran masing-masing dalam lingkup dunia.

Hari buku Nasional 23 April, mengajak masyarakat untuk dekat dengan kegiatan membaca dan menulis. Di hari buku pelaku pendidikan jangan melewatkan hanya sekedar posting "selamat hari buku Nasional", tapi pikirkan suatu metode bagaimana agar buku ini bukan sekedar sebuah nama tanpa makna.

Di Padang, Sumatera Barat, masyarakat mengenal nama Yusrizal K.W. sebagai penggerak budaya literasi. Pendiri komunitas ruang baca tanah ombak itu punya cara unik untuk mendekatkan buku kepada pembaca. Dia mengandalkan sebuah vespa yang dilengkapi dengan dua kotak kayu di sisi kanan kirinya. Mengendarai vespa tua penuh karat itu, ia menelusuri kawasan pesisir pantai dan pelosok kota padang setiap jumat hingga  ahad untuk menemui calon pembaca. "kutemui kamu sampai membaca". Demikian slogan Yusrizal. "kami ingin mematahkan penilaian UNESCO yang mengatakan hanya 1 dari 1000 anak Indonesia yang punya minat membaca" tuturnya kepada Tempo.

Faiz berpendapat, pemerintah, penerbit, dan pihak lain cenderung berfokus pada produksi buku, sedangkan langkah untuk menjadikan masyarakat sebagai pembaca buku dan pembelajar sepanjang hayat masih jauh dipijak.

Banyak cara untuk mematahkan penilaian UNESCO mengenai hanya 1 dari 1000 anak Indonesia yang punya minat membaca, minimal dari tangan kita sebagai penggerak pendidikan melalui cara-cara kreatif seperti yang dilakukan Yusrizal K.W. Buku sebagai jendela duniapun  akan membumi seluas-luasnya.

Tenaga pendidik, orang tua, mahasiswa memiliki peran penting untuk meningkatkan cinta buku dan hobi membaca. Anak usia 3-5 tahun fase dimana semua hal yang dilakukan orang dewasa ditiru, sebuah fakta siswa di sekolah pun jiwa hobi membaca dan suka buku karena dari kebiasaan nya di waktu kecil. Maka sebagai orang tua walaupun hanya sekedar dongeng sebelum tidur hal itu dapat menumbuhkan anak mencintai buku serta daya tingkat otaknya pun akan lebih cepat berkembang dari anak lainnya.

Benar sekali di atas disebutkan seharusnya mahasiswa itu garda terdepan untuk masalah pendidikan dan kehidupan masyarakat, jiwa sosial dan nama dari maha itu waktunya melakukan bukan menyimak. Dengan berbagai program-program sosial yang bisa dilaksanakan misalnya penyaluran buku gratis, atau bisa juga dengan membuka perpustakaan umum untuk anak-anak tidak mampu. Hal demikian sangat diperlukan untuk meningkatkan daya baca anak dan cinta buku.


Dari banyaknya tokoh inspirasi pecinta buku  mulai orang-orang terkenal ada Maudy Ayunda, Najwa Sihab. Siapa sih yang tidak tau sama mereka wanita-wanita cerdas, berpendidikan, terkenal, sosok inspirasi bagi siswa dan mahasiswa Indonesia. Sebenarnya rahasia kecerdasan mereka selain berpendidikan mereka juga seratus persen memiliki jiwa cinta buku.

Dari cerita Maudy Ayunda di kanal youtube nya dia dari masa kanak-kanak disebut si kutu buku, karena sesuka itu Maudy Ayunda selalu sendirian di pojokan untuk membaca buku tanpa menghiraukan sekitar, sampai ibu dari Maudy Ayunda menegurnya karena kurangnya bergaul dengan sekitar.

Bisa kita lihat faktor dari buku, dunia terasa dimiliki sepenuhnya. Terutama sebagai penggerak pendidikan, siswa dan mahasiswa perlu adanya kehausan untuk membaca buku apapun itu bukunya, jangan menutup diri dengan keilmuwan yang diluar dari minat kita.

Ketika semua keilmuwan kita buka lebar untuk mempelajarinya, kita sudah menggenggam  separuhnya dunia ini, apalagi yang mempunyai inisiatif waktu dan uang untuk punya target beli buku atau berkunjung ke perpustakaan untuk membaca, seluruh dunia akan ada pada genggamannya. Untuk siswa dan mahasiswa perlu adanya motivasi baca dan target seperti itu karena belajar bukan seberapa hebat kamu memahami apa yang dijelaskan guru atau dosen tapi seberapa baiknya kita memulai dengan keilmuwan lain luar dari yang di bahas guru dan dosen.

Walaupun Internet semakin  didepan dan buku semakin tertinggal, perpustakaan Nasional pun sudah masuk ke lingkup digital yang bisa kita manfaatkan. Tinggal bersikap saja sesuai kebutuhan, dengan kreativitas yang maju tanpa meninggalkan jejak buku cetak.

Oleh karena itu sebagai pelaku pendidikan bukan saja sebagai penonton dalam membumikan buku sebagai jendela dunia, tapi merealisasikan apa yang telah di deskripsikan di atas, dengan hal yang menurut kita itu kecil sebenarnya akan menjadi kunci kebesaran untuk masa depan dunia, agar tidak sirna termakan zaman.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun