Mohon tunggu...
Leni Marlina _ FBS UNP Padang
Leni Marlina _ FBS UNP Padang Mohon Tunggu... Dosen - Universitas Negeri Padang

Dosen Tetap Departemen Bahasa Inggris FBS UNP

Selanjutnya

Tutup

Puisi

Berselimut Awan, Berbantal Doa

9 Oktober 2024   10:48 Diperbarui: 9 Oktober 2024   11:50 102
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Berselimut Awan, Berbantal Doa

Puisi Oleh Leni Marlina

1)

Langit retak,
Seperti kaca yang pecah di atas kepala kami,
Tenda-tenda terlipat di bawah awan berat,
Angin menusuk, meminjam dingin dari kutub,
Kami anak-anak Palestina,
Berselimut awan, berbantal doa.

Dulu rumah kami punya atap,
Kini hanya langit yang memayungi,
Biru sudah hilang---diganti abu-abu pekat,
Apakah langit juga berduka?

2)

Di sini, dalam tenda berlubang,
Tanganku mencari tangan Ibu,
Tapi yang kuraih hanyalah udara,
Senyumnya ada di surga, katanya.
Ayah? Ia pergi bersama rumah kami,
Keduanya lenyap dalam satu ledakan,
Sekarang aku punya doa,
Hanya itu yang tersisa,
Tapi kata Ayah, doa bisa menjadi apa saja.

Aku memejamkan mata,
Dan mencoba berimajinasi:
Doa menjadi selimut tebal,
Menjadi roti yang enak,
Menjadi pelukan yang hangat,
Menjadi rumah yang cerah,
Tapi ketika kubuka mata,
Hanya tenda kusam yang tersisa.

3)

Musim dingin datang seperti monster lapar,
Menggigit dan menghisap kehangatan kami,
Satu gigitan dan hisapan, lalu dua, tiga, hingga hilang semua.
Tapi kami masih punya doa,
Doa yang tak bisa dilumatkan tank baja,
Doa yang yang tak bisa dihancurkan peluru,
Doa yang tak bisa dibekukan oleh salju.

Di dalam dada ini, ada bara kecil,
Tak terlihat, tapi tetap menyala,
Setiap malam, aku meniupnya dengan doa,
Menjaga api tetap hidup,
Meski angin terus mencoba memadamkan.

4)

Di luar, pepohonan gemetar,
Seperti kami, tapi mereka punya akar,
Kami hanya punya kaki kecil,
Berlari dari satu kehancuran ke yang lainnya.
Namun, di setiap jejak, ada bisikan doa,
Yang menuntun kami pulang---
Pulang ke rumah yang tak pernah hilang.

Rumah itu bukan di sini,
Bukan di bawah langit kelabu ini,
Tapi di tempat yang Ayah bilang:
Rumah yang tak bisa dihancurkan,
Di mana Ibu masih menunggu,
Dan kami semua akhirnya bisa pulang,
Lewat doa-doa yang melintasi musim dingin ini.

Kami anak-anak Palestina,
Berselimut awan, berbantal doa,
Dan di antara reruntuhan dan musim dingin, kami tetap berdiri,
Doa bagi kami, meski tak tampak,
Adalah bangunan terkuat yang pernah ada di bumi.

Padang, Sumbar, 2023

----

Penulis adalah anggota aktif perkumpulan penulis SATU PENA Sumbar; Founder and Head of WCLC (World Children's Literature Community); dosen FBS Universitas Negeri Padang.


Puisi ini dibuat oleh penulis untuk anak-anak dan juga untuk semua umur dengan harapan suatu hari ada siswa-siswi/ anak muda, masyarakat umum yang mendeklamasikannya secara langsung atau melalui video di sekolah/ kampus/komunitas, dll, dan berbagi info kegiatannya dengan WCLC. Salam semangat danchangat dari WCLC (World Children's Literature Community): https://shorturl.at/acFv1

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Puisi Selengkapnya
Lihat Puisi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun