Di dalam dada ini, ada bara kecil,
Tak terlihat, tapi tetap menyala,
Setiap malam, aku meniupnya dengan doa,
Menjaga api tetap hidup,
Meski angin terus mencoba memadamkan.
4)
Di luar, pepohonan gemetar,
Seperti kami, tapi mereka punya akar,
Kami hanya punya kaki kecil,
Berlari dari satu kehancuran ke yang lainnya.
Namun, di setiap jejak, ada bisikan doa,
Yang menuntun kami pulang---
Pulang ke rumah yang tak pernah hilang.
Rumah itu bukan di sini,
Bukan di bawah langit kelabu ini,
Tapi di tempat yang Ayah bilang:
Rumah yang tak bisa dihancurkan,
Di mana Ibu masih menunggu,
Dan kami semua akhirnya bisa pulang,
Lewat doa-doa yang melintasi musim dingin ini.
Kami anak-anak Palestina,
Berselimut awan, berbantal doa,
Dan di antara reruntuhan dan musim dingin, kami tetap berdiri,
Doa bagi kami, meski tak tampak,
Adalah bangunan terkuat yang pernah ada di bumi.
Padang, Sumbar, 2023
----
Penulis adalah anggota aktif perkumpulan penulis SATU PENA Sumbar; Founder and Head of WCLC (World Children's Literature Community); dosen FBS Universitas Negeri Padang.
Puisi ini dibuat oleh penulis untuk anak-anak dan juga untuk semua umur dengan harapan suatu hari ada siswa-siswi/ anak muda, masyarakat umum yang mendeklamasikannya secara langsung atau melalui video di sekolah/ kampus/komunitas, dll, dan berbagi info kegiatannya dengan WCLC. Salam semangat danchangat dari WCLC (World Children's Literature Community): https://shorturl.at/acFv1
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H