Berselimut Awan, Berbantal Doa
Puisi Oleh Leni Marlina
1)
Langit retak,
Seperti kaca yang pecah di atas kepala kami,
Tenda-tenda terlipat di bawah awan berat,
Angin menusuk, meminjam dingin dari kutub,
Kami anak-anak Palestina,
Berselimut awan, berbantal doa.
Dulu rumah kami punya atap,
Kini hanya langit yang memayungi,
Biru sudah hilang---diganti abu-abu pekat,
Apakah langit juga berduka?
2)
Di sini, dalam tenda berlubang,
Tanganku mencari tangan Ibu,
Tapi yang kuraih hanyalah udara,
Senyumnya ada di surga, katanya.
Ayah? Ia pergi bersama rumah kami,
Keduanya lenyap dalam satu ledakan,
Sekarang aku punya doa,
Hanya itu yang tersisa,
Tapi kata Ayah, doa bisa menjadi apa saja.
Aku memejamkan mata,
Dan mencoba berimajinasi:
Doa menjadi selimut tebal,
Menjadi roti yang enak,
Menjadi pelukan yang hangat,
Menjadi rumah yang cerah,
Tapi ketika kubuka mata,
Hanya tenda kusam yang tersisa.
3)
Musim dingin datang seperti monster lapar,
Menggigit dan menghisap kehangatan kami,
Satu gigitan dan hisapan, lalu dua, tiga, hingga hilang semua.
Tapi kami masih punya doa,
Doa yang tak bisa dilumatkan tank baja,
Doa yang yang tak bisa dihancurkan peluru,
Doa yang tak bisa dibekukan oleh salju.