Mohon tunggu...
Leni Marlins
Leni Marlins Mohon Tunggu... Freelancer - freelancer

hobi menulis tentang banyak hal untuk menyampaikan ide

Selanjutnya

Tutup

Vox Pop Pilihan

Si Melankolis yang Introvert, Bisakah Berbagi Kendaraan?

12 November 2017   23:07 Diperbarui: 12 November 2017   23:48 11646
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
foto: www.pixabay.com

"Bagaimana kalau kita bisa menciptakan kota dengan lebih sedikit mobil?" Pasti akan sangat menyenangkan. Tapi jangan lupa, ada tantangannya.

Suatu hari, seorang teman yang tinggal di Jakarta berkunjung ke Jogja. Untuk menyenangkan hatinya, saya pun mengajaknya berkeliling kota. Kebetulan, waktu itu weekend sehingga suasana ramai sekali. Bus-bus pariwisata berseliweran, belum lagi motor-motor yang menyelip di sana-sini. Kendaraan yang kami gunakan sempat bergerak sangat pelan sehingga perjalanan ke tempat tujuan memakan waktu yang cukup lama. 

Karena merasa nggak enak hati dan takut ia bosan, saya pun meminta maaf.  "Aduh, maaf yah, kita jadi terjebak di sini. Jogja kalau akhir pekan memang macet banget..."

"Ahh, santai ajaaa... Ini sih belum apa-apa dibandingkan Jakarta," katanya tertawa. Selanjutnya, ia berkelakar, bagaimana jika keadaannya terbalik, saya yang sedang berkunjung ke Jakarta. Mungkin saya bakal terheran-heran sekaligus mengeluh panjang lebar karena di mana-mana kena macet, tuduhnya.

Saya memang pernah beberapa kali berkunjung ke Jakarta. Yang terakhir adalah ketika kakak saya menikah. Kebetulan, acaranya diadakan di Jakarta. Sebagian besar anggota keluarga yang bukan penduduk Jakarta sejak awal sudah diwanti-wanti agar selalu siap lebih awal minimal 2 jam dari jadwal. "Takut macet," begitu alasannya. Karena tidak terbiasa, tentu ada juga yang sedikit protes, "Aih, ini makeup-nya keburu luntur, loh!" Hahaha. Itu baru sesekali, bagaimana jika setiap hari mengalami hal yang sama?

Selain harus siap sedia lebih awal, peristiwa tersebut mengajarkan saya beberapa hal.

Pertama, sebaiknya kita tidak naik kendaraan roda empat sendiri-sendiri atau berdua saja, tapi berenam atau sesuai kapasitas mobil yang tersedia. Selain lebih praktis, risiko untuk terpisah di jalan akan lebih kecil. Maklum, jalanan Jakarta katanya padat dan sering butuh waktu agak lama untuk mencari alamat tertentu.

Kedua, karena belum pernah ke lokasi acara, ada saja yang nggak tahu dan salah jalan. Di sini bahayanya. Menurut mereka, sekali salah jalan, pasti akan butuh waktu lama untuk kembali ke jalur semula. Soalnya harus muter dulu. Belum ditambah macetnya. Haduh. 

Ketiga, nggak boleh kasih kendor. Pokoknya, ada celah, masuk saja. Kalau cuma nunggu mobil lain, kapan majunya? Pokoknya terobos. Bagi saya, cara ini agak mengkhawatirkan karena risikonya tinggi.

Keempat, harus rajin update berita, baik dari televisi maupun kanal lain yang menyediakan informasi lalu lintas. Cari tahu jalan mana yang lagi ramai dan macet. Ada beberapa alternatif jalur yang bisa dipilih. Salah pilih jalan, bisa berabe.

Kerasnya jalanan di Jakarta itulah yang membuat saya berpikir beberapa kali untuk berkunjung (atau tinggal) di kota ini. Seperti video dari Uber ini, jika tidak ada solusi yang tepat untuk macet, Jakarta bisa berhenti total. Nah, salah satu metode yang bisa dilakukan adalah mulai mencoba konsep Ride Sharing. Karena itu, Uber menyediakan fasilitas berbagi biaya dengan orang lain yang ikut berbagi tumpangan dalam satu kendaraan. Caranya cukup praktis dan mudah. Nah, bayangkan jika semua orang peduli dan melakukan metode ini, bukan tidak mungkin kemacetan akan berkurang.

Namun, tentu saja ada tantangan untuk melakukan sesuatu yang belum menjadi kebiasaan. Salah satunya, tantangan karena perbedaan karakter atau kepribadian seseorang. Apa hubungannya? Berkendara bersama orang lain tentu berbeda dengan berkendara sendiri. Selama ini, mobil bisa dibilang adalah rumah kedua bagi sebagian orang yang menghabiskan waktu di jalanan. Itu berarti, ketika bersama orang lain di mobil, sama seperti mengizinkannya "masuk" ke dalam area kita. Padahal, dengan karakter yang berbeda-beda tersebut, bisa saja terjadi gesekan, remeh tetapi cukup mengganggu, khususnya bagi beberapa orang. 

Karakter Si Melankolis

Berdasarkan sedikit pengalaman, berikut saya akan membahasnya dari sudut pandang seorang melankolis yang introvert.

Secara umum, orang-orang yang berkarakter melankolis adalah mereka yang menyukai kerapian, teratur, terencana, penuh pertimbangan, dan sangat detail. Mereka juga menyukai kesempurnaan, pandai, serius, dan mau berkorban. Namun, mereka suka mengkritik, suka mengingatkan, dingin dan kaku, sensitif, berkata tajam, rumit, suka menganalisis, dan idealis. 

Ketika terjebak macet, mereka mungkin akan langsung murung dan uring-uringan. Mereka mulai mengkritik sana-sini, termasuk orang-orang yang tidak pintar mengemudikan mobil, perbaikan jalan yang menghambat jalur yang dilewati, dan sebagainya. Mereka mengeluh karena mungkin tidak akan dapat sampai tepat waktu ke sebuah acara atau bahkan hanya karena jadwal mereka untuk bersantai menjadi berantakan. 

Lalu, bagaimana jika mereka ditawari untuk melakukan ride sharing? Mungkin, awalnya mereka akan menolak. Mereka terlalu sayang dengan privasi. Apalagi jika mereka merupakan orang-orang introvert yang tidak pandai berbasa-basi. Namun, jauh di dasar hati sebenarnya ada niat tulus untuk membantu karena--percaya atau tidak--mereka sebenarnya sangat baik dan penolong. Lagipula, dengan konsep ride sharing yang berguna untuk kebaikan orang banyak? Yang benar saja, tentu saja mereka harus turut berpartisipasi.

Namun, karena mereka tidak ingin terlihat aneh dengan kepribadian semacam itu, sering kali justru penolakan yang akan muncul. Alasannya bermacam-macam, mulai dari yang jujur hingga sedikit ngeles. Nah, cara menyiasatinya adalah dengan memberi sedikit "desakan" sehingga tembok keengganan si melankolis ini runtuh. Jika sudah mengatakan, "Ya", jangan khawatir, itu berarti mereka memang tulus melakukannya.

Bagi Orang Lain

Banyak orang mengatakan, berteman dengan orang-orang melankolis itu sulit. Mereka pandai mengkritik dan ucapannya lebih sering menusuk dibandingkan menyenangkan. Tapi, hey, itu kan demi kebaikan. Hanya saja, mereka mungkin tidak dikaruniai kemampuan memilih kata-kata yang lebih halus.

Nah, orang-orang yang seringkali bertentangan dengan para melankolis ini adalah para sanguinis. Bayangkan, karakter sanguinis yang ringan, santai, dan sangat menikmati hidup, bertolak belakang dengan karakter melankolis yang selalu ingin sempurna dan penuh target. Yang paling menjengkelkan adalah sifat sanguinis yang terkesan meremehkan sesuatu atau bahkan mudah lupa, tentu saja bisa membuat melankolis uring-uringan. Begitu pula ketika berkendara bersama, jangan bayangkan bagaimana keadaan di atas mobil. Bisa jadi, sanguinis akan terus bercerita panjang lebar dan melankolis mungkin akan diam-diam mengeluh dalam hati karena merasa terganggu. Namun, jika suasana hatinya sedang baik, melankolis bisa cocok dengan sanguinis yang ceria. Mungkin saja, melankolis pun akan ikut bergembira mendengarkan musik atau mengobrolkan hal-hal tertentu bersama sanguinis.

Lalu, bagaimana jika bertemu dengan orang bertipe koleris? Mungkin saja, perjalanan akan cukup menyenangkan karena keduanya memiliki kepribadian yang hampir sama. Hanya saja, koleris yang suka memimpin bisa cukup mengganggu bagi melankolis yang pandai menganalisis atau tidak serta-merta mau diperintah. Ia akan mencari tahu, apakah ajakan si koleris tersebut menguntungkan, khususnya baginya, dan juga bagi mereka bersama untuk mencapai tempat tujuan. Bukan tidak mungkin akan terjadi perdebatan alot yang sulit diredakan di dalam mobil.

Contoh sederhana, keduanya bisa berdebat perihal jalur mana yang akan dilewati. Dengan berbagai data dan fakta yang ia miliki, si melankolis akan mengarahkan kendaraan menuju jalur yang ia yakini lebih lancar. Sayangnya, koleris mungkin tidak akan mudah menyerah dan membiarkan hal itu terjadi sehingga mencoba untuk menginterupsi.

Teman perjalanan yang paling oke bagi melankolis mungkin adalah flegmatis. Terkenal dengan slogan cinta damai, si flegmatis memang mudah untuk berteman dengan banyak orang. Flegmatis juga jarang berkonflik dengan tipe kepribadian lain karena mereka suka mengalah, tidak terlalu idealis, dan yang penting semua baik-baik saja. Bahkan, mereka tahu kapan harus mengajak seseorang bercakap-cakap dan tahu kapan untuk tidak mengganggu.

Melankolis bisa bercakap-cakap panjang lebar sementara flegmatis akan sabar mendengarkan tanpa berniat memotongnya. Ia akan mencoba mengikuti arah percakapan dan sebisa mungkin tidak mengganggu kebahagiaan si melankolis. Bahkan, jika melankolis terlihat murung dan marah karena situasi jalanan yang sangat macet, flegmatis bisa menenangkan dengan kata-kata maupun aksinya yang mendamaikan.

Tips Untuk Si Melankolis

Sayangnya, karena satu dan lain hal, seseorang harus berbagi kendaraan dengan orang lain yang berbeda karakter. Karena itu, ia harus mampu menyesuaikan diri dengan keadaan. Akan lebih baik jika hal tersebut dilihat sebagai tantangan yang menyenangkan. Nah, bagi melankolis yang introvert, berikut beberapa hal yang perlu diperhatikan.

1. Konsep Ride Sharing seperti yang diusung oleh Uber akan membuat kita lebih hemat karena bisa berbagi biaya dengan orang lain. Sisa uangnya bisa digunakan untuk hal lain. Me time, mungkin?

2. Semakin banyak penduduk Jakarta yang ikut melakukan ride sharing, jalanan pasti akan semakin lancar karena tidak semua orang membawa kendaraan. Sebagai penganalisis ulung, melankolis pasti akan mengakui hal tersebut. Jadi, kurangi sedikit idealisme akan privasi dan mulailah berbagi dengan orang lain.

3. Terganggu dengan sanguinis yang terus-menerus mengajak mengobrol? Jangan marah dahulu. Bisa jadi, obrolan tersebut justru akan membuat harimu menjadi lebih cerah. Sesekali, tidak ada salahnya mencoba hidup dengan santai ala sanguinis.

4. Jangan khawatirkan koleris. Mereka mungkin senang memimpin, tapi ada hal lain yang bisa dimanfaatkan. Kesempatan tersebut bisa digunakan untuk menggali ide-ide dan visi mereka. Bukan tidak mungkin, dalam setengah jam perjalanan, Anda dan koleris bisa menciptakan gagasan yang luar biasa.

Pembagian karakter manusia tentu tidak semudah ini. Namun, hal ini bisa menjadi gambaran sederhana bahwa masing-masing orang memiliki karakter yang berbeda-beda dan kadang sangat rumit untuk dipahami. Bahkan, budaya dan kebiasaan sehari-hari bisa menciptakan karakter yang mungkin terlihat "aneh" bagi orang lainnya. 

Namun, jika ingin berbagi kendaraan, kita tentu harus mengatasi perbedaan karakter tersebut sehingga perjalanan bisa lebih menyenangkan. Memang, diperlukan sedikit pengorbanan supaya tujuan membuat Jakarta yang lebih baik bisa segera terwujud. Lagipula, dengan cara ini, ada kesempatan yang lebih banyak untuk menjalin relasi dan silahturahmi dengan orang lain, bukan?


HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Vox Pop Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun