Berawal dari perjalananku mencari penjual makanan. Aku melihat pasangan suami istri  bersama-sama mendorong gerobak batagor. Berhenti dipinggir jalan, aku menghampiri dan membelinya.
"Neng, kembaliannya Rp.1.000 ga ada" Kata ibu penjual batagor, setelah aku diberi sebungkus batagor lalu memberikan uangku.
"Tidak apa bu, besok saja" Jawabku.
"Ibu tolong ingatkan ya, takut lupa".
"Iya bu, terima kasih bu" Sambil melepas senyum akupun berjalan pulang.
Esok harinya aku ingin membeli batagor lagi. Bukan lantaran minta kembalian, karena memang aku suka makanan berbumbu kacang.
"Pak sudah adzan mahgrib, ke masjid dulu saja. Nanti shalat gantian sama ibu".
"Iya bu" Seru seorang bapak ke istrinya sambil melayani batagor.
Selesai melayani batagor, bapak itupun mengambil peci didalam saku celananya sambil berjalan menuju ke masjid.
Satu, dua, tiga pembeli silih berganti membeli batagor. Ibu melayani pembeli itu sendirian.
Aku yang tanpa sengaja melihat kejadian tersebut, melongo berdecak kagum. "Kolaborasi yang luar biasa", batinku.
Tidak semua penjual mampu menyempatkan diwaktu sempit. Memanfaatkan sempitnya waktu untuk menyempatkan. Apalagi saat pembeli banyak-banyaknya.
Sampai pada antrian selanjutnya.
"Berapa neng? Kemarin di ibu masih Rp.1.000 ya?".
"Iiiiiyyyaa buu" Aku gugup, ibu ini selain taat beribadah, patuh protokol kesehatan memakai masker, juga jujur.
"Ini ibu malaikat apa manusia sih, aku ga bilang soal kembalian, belum bilang apa apa malah. Selain jujur, kok ya ingat dari sekian pembelinya" Gerutuku.
"Neng, berapa?" Ibu penjual bertanya lagi.
"Oh, seperti biasa ya bu".
Untuk kedua kalinya, aku melihat ibu ini melayaniku batagor tanpa melepas maskernya.
"Aku mengapresiasinya bu" Batinku. Apa ga semakin menggeleng geleng kepalaku.