Mohon tunggu...
Leni Cahya Pertiwi
Leni Cahya Pertiwi Mohon Tunggu... Guru - Guru, Penulis Buku Happy Mama

Berharap dengan menulis bisa memberikan manfaat bagi orang lain.

Selanjutnya

Tutup

Lyfe Pilihan

Memetik yang Kautanam

25 Juli 2021   23:36 Diperbarui: 26 Juli 2021   01:17 1135
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Gambar : Tanaman Mint Koleksi Pribadi (dokpri penulis)

Ada istilah 'Barang siapa menanam, dia akan memetik hasilnya'. Biasanya ini dianalogikan pada sebuah perbuatan yang dilakukan seseorang. Dia akan menerima akibat dari perbuatannya, baik maupun buruk.

Namun, yang saya maksud di sini adalah memetik sungguhan. Artinya memetik apa yang telah saya tanam. Bukan memetik apa yang orang lain tanam, itu namanya nyolong, hehehehe.

Bosan di tempat tidur karena dua hari ini menderita flu, batuk, dan demam. Hari ini saya mengintip kebun di rumah saya, terutama yang terletak di halaman belakang. Meski tak luas, kebun belakang ternyata menyimpan potensi tanaman yang cukup banyak untuk dipetik. Baik daun, umbi maupun buahnya.

Saya mulai dari batang jeruk purut yang hidup segan mati tak mau. Dengan kondisinya yang demikian, dia telah banyak berkontribusi dalam mengharumkam rendang dan gulai yang saya masak. Dan tentu para tetangga juga, maklum di kampung, hal yang lumrah para tetangga saling meminta bumbu atau rempah dapur.

Jeruk purut memang biasa digunakan dalam beberapa masakan di Indonesia, diantaranya rendang, gulai, soto, dan diiris tipis untuk rempeyek. Baunya yang khas mampu merangsang selera makan. Selain sebagai bumbu masakan, daun jeruk juga memiliki banyak khasiat. Namun saya tidak akan membahasnya pada kesempatan ini.

Di samping batang jeruk purut, ada pohon sirsak. Tak beda dengan temannya, nasibnya sama. Batangnya kurus, daunnya dijadikan rumah yang nyaman oleh kutu kebul. Entah kenapa saya selalu luput menyemprotnya saat merawat tanaman hias yang mengalami penyakit yang sama.

Sirsak ini sudah beberapa kali berbuah. Biasanya paksu yang memetiknya. Selain karena tak suka buahnya, daunnya yang banyak dikerubungi semut membuat saya enggan mendekat. Paksu kadang meminta dibuatkan jus dari buah yang nama lainnya durian belanda ini.

Kabarnya bukan hanya buah , daunnya pun bermanfaat untuk kesehatan. Diantara manfaatnya adalah mencegah kanker, menurunkan kadar gula darah, dan mengatasi asam urat. Untuk daun beda perlakuan, jangan di jus tapi di rebus. Hehehe.

Gambar : Buah Mengkudu (dokpri penulis)
Gambar : Buah Mengkudu (dokpri penulis)
Kita lanjut ke teman di sebelahnya lagi, ada pohon mangga yang sampai sekarang belum pernah saya petik buahnya. Bukan karena saya tak bisa memanjat, tetapi pohonnya belum pernah berbuah sama sekali.

Saya pernah usulkan pada paksu untuk ditebang saja, tapi beliau enggan. Katanya kalau bukan kita yang memetik buahnya, mungkin nanti anak cucu kita yang menikmatinya. Kalau sudah begini, saya manut saja. Lha wong yang menanam juga beliau kok.

Di sudut dekat 'dapur kayu', ada pohon mengkudu. Pohon yang satu ini sungguh ajaib. Seingat saya, pohon ini tak pernah berhenti berbuah. Meski jarang, beberapa kali saya pernah memetik buahnya. Untuk apalagi kalau tidak dijus.

Karena meyakini buahnya bisa mengatasi asam urat, paksu dengan gagah berani meminum jusnya. Kalau saya? Mencium aroma jusnya saja sudah membuat perut saya mual. Kata paksu rasanya pahit.

Dari beberapa situs yang (saya anggap) terpercaya, saya tahu buah mengkudu baik untuk kulit. Antioksidan yang dikandungnya membantu mencegah kerusakan kulit akibat radikal bebas.

Mengkudu juga diyakini mampu melindungi dan memperbaiki sel kulit yng rusak. Ini didapat dari kandungan asam lemak esensial dan zat peroxironine yang dikandungnya.

Dan yang lebih istimewa lagi, buah mengkudu mengandung antrakuinon, yaitu suatu senyawa yang dapat memicu pembentukan kolagen. Nah, si kolagen ini sangat berperan dalam menjaga elastisitas kulit.

Dengan demikian, bisa disimpulkan mengkudu sangat baik untuk mencegah keriput. Wah, sangat luar biasa bukan? Hanya sayang, bau dan rasanya sangat tidak mendukung. Sejujurnya, saya lebih memilih kulit saya 'begini' saja daripada minum jus mengkudu.

Baiklah, beranjak dari mengkudu kita ke tanaman yang lebih rendah. Ada beberapa tanaman yang sering saya manfaatkan untuk menambah sedapnya makanan, diantaranya daun bawang (bawang prei), daun kucai dan daun lokio.

Daun kucai dan daun lokio ini ternyata cukup menyesatkan saya. Di kampung kami, tanaman yang disebut daun kucai ternyata dikenal dengan nama lokio.

Daun lokio memiliki bonggol mungil berwarna putih yang menyerupai bawang merah dengan daun hijau memanjang. Daun ini memiliki nama yang cukup keren dalam bahasa inggris, Chives. Sedangkan kucai (kami menyebutnya mugando), pangkal dan daunnya pipih memanjang. Di sebut garlic-chives dalam bahasa inggris karena kemiripan aromanya dengan bawang putih yang kuat.

Daun kucai dan Lokio biasa diolah sebagai bahan pelengkap. Namun adakalanya dia di masak sendiri. Kami sering mengolahnya menjadi sambal kucai. Caranya membuatnya sangat sederhana, hanya memerlukan cabai merah, bawang merah dan tomat.

Gambar : Daun Lokio (beutynesia.id dari idntimes.com)
Gambar : Daun Lokio (beutynesia.id dari idntimes.com)
Ketiga bumbu tadi di giling sedang, kemudian ditumis. Setelah bumbu cukup harum (biasanya baunya tidak menyengat dan bikin bersin), masukkan daun kucai. Aduk beberapa saat. Setelah dirasa semua daun cukup layu, angkat dan hidangkan. Untuk rasa yang lebih enak, bisa ditambahkan taburan ikan asim atau teri goreng. Hmm, bikin liur meleleh.

Mari kita lupakan sambal lokio, ada beberapa tanaman belum kita lirik di halaman belakang saya. Beberapa jenis rimpang-rimpangan juga tersedia untuk dipetik. Uppss, kalau rimpang bukan dipetik ya, tetapi dicongkel atau digali. Saya menanam kunyit, jahe dan lengkuas. Jahe dan lengkuas hanya saya gunakan jika diperlukan dalam jumlah sedikit. Untuk konsumsi yang lebih banyak saya lebih suka membeli yang sudah digiling halus, Lebih praktis.

Selesai? Belum, saya akan memamerkan salah satu tanaman yang menjadi favorit saya. Dua hari lalu saya sempat mengambil gambarnya, rimbun dan hijau. Aromanya segar dan menenangkan. Mint! Ya, tanaman ini entah kenapa membuat saya jatuh cinta. Saya betah berlama-lama memandanginya, mencari-cari ulat bulu atau ulat gundul yang melubangi daunnya. Eh, jadi ingat Hama Cantik Nan Menarik.

Gambar : Teh Mint (dokpri penulis)
Gambar : Teh Mint (dokpri penulis)
Saya biasa menambahkan beberapa lembar daun mint pada teh paksu di pagi dan sore hari. Kadang kalau saya lupa menambahkan, beliau memetik sendiri daun mintnya.

Mint sangat mudah berkembang biak. Cara menanamnya pun sangat mudah. Patahkan batangnya, lalu tancapkan pada media yang telah disiapkan. Biarkan di tempat yang teduh, tidak terkena sinar matahari langsung. Siram dengan menggunakan semprotan atau bisa juga dengan menyiramkan langsung.

Tanaman ini sepertinya menyukai media yang cukup lembab. Beberapa mint yang saya tanam dalam pot gantung dan tidak disiram dengan rutin, merana alias meranggas. Namun yang cukup mengherankan, mint ini juga termasuk tanaman yang tahan banting. Dalam keadaan merana begitu, dia tidah menyerah. Daunnya akan kembali segar setelah beberapa hari penyiraman rutin.

Sebenarnya masih ada beberapa tanaman di kebun belakang rumah saya, tetapi karena sudah larut malam dan saya kecapaian, saya cukupkan dulu. Mungkin lain kali akan saya ceritakan tentang mereka, kalau tak lupa.

Terima kasih telah berkunjung.

Catatan :

Dapur kayu = bukan dapur yang terbuat dari kayu, tapi dapur yang masih menggunakan kayu sebagai bahan bakarnya. Karena banyak menghasilkan asap, dapur ini dibuat agak jauh dari rumah. Biasa kami gunakan untuk merebus air dalam jumlah besar.

Sumber Bacaan:1 2 3 4 5

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Lyfe Selengkapnya
Lihat Lyfe Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun