Oleh : Leni Cahya Pertiwi
Setelah membayar ongkos taksi yang kami pesan melalui aplikasi, aku, bujangku Ghaazy, dan ponakanku Atikah turun dari mobil Avanza itu. Hari ini bujangku dapat izin menginap di luar asrama. Biasanya, orangtua hanya boleh mengunjungi santri di asrama. Sekali sebulan santri boleh dibawa keluar dengan catatan dikembalikan sore harinya sebelum jam lima.
Mungkin ada kebijakan baru untuk santri yang orangtuanya tinggal di luar Propinsi Sumbar, itu yang terbersit di benakku. Ah, sudahlah! yang penting kami sudah dapat izin untuk membawa bujangku menginap di luar asrama. Dia kelihatan senang, sangat antusias ketika mengemasi pakaiannya.
Kali ini aku datang menjenguk Si bujang sendirian, paksu tidak bisa ikut karena bertepatan dengan ujian akhir madrasah siswa kelas sembilan. Sebagai kepala sekolah, beliau tentu harus berada di tempat pada momen penting ini.
Tanpa paksu, aku memutuskan menginap di kosan ponakanku saja. Kebetulan kosannya cukup luas, ada dua ruangan. Atikah keponakanku biasanya hanya memakai satu ruangan saja, satu ruangan dibiarkan kosong, paling banter dijadikan tempat menyimpan pakaiannya yang belum disetrika. Kami_aku dan bujangku_ bisa memakai ruangan itu untuk menginap.
Ada kasur Palembang_disebut demikian karena dibawa dari kota pempek itu_ yang bisa kami pakai sebagai alas tidur. Kasur ini memang disediakan Atikah untuk digunakan jika ada keluarga yang mendadak berkunjung ke Padang.
Setelah membuka kerudung yang menutupi rambut hitam panjangku_sebenarnya tidak semuanya berwarna hitam, mulai ada perak di sela-selanya, hehehehe. Aku kemudian mengganti pakaian yang ku kenakan dengan daster katun yang adem. Tak sabaran kurebahkan tubuh ke kasur.
Alhamdulillah, nyamannya. Aku bisa selonjoran, membolak balik badan. Lumayan pegal juga tadi duduk di ruangan kelas Ananda. Sebelum pembagian lapor mid semester, ada beberapa acara dan kajian yang diadakan pihak pondok. Cukup membuat pinggangku pegal. Usia memang tak bisa dibohongi ya.
"Tik, beli nasi bungkus tiga ya. Kita kan belum makan siang" Aku baru teringat kami belum makan siang. Untungnya tempat kosan Atikah berada di tengah kota, dan Padang adalah sorganya makanan buat anak kos. Berbagai menu masakan Padang dijual murah pada banyak rumah makan Ampera. Hanya bermodalkan uang sepuluh ribu rupiah, kita bisa menyantap seporsi nasi bungkus dengan lauk ayam atau daging.
"Ya Bu. Lauknya apa Bu? Adiiik... adik mau lauk apa untuk makan siang?" Si bujang yang sedang asik mengamati ikan-ikan di kolam depan kamar kosan Atikah melongok ke dalam.
"Adik mau ayam sambal lado hijau Kak" Bujangku mendekat, setelah membuka sandalnya dia masuk ke dalam.