Bismillah,
Lebaran identik sama apa coba?
Sama makanan dan perjamuan. Berkumpul bersama keluarga besar tersayang sambil menikmati makanan hangat dan obrolan ringan. Seperti, "Sekarang anakmu kelas berapa?" atau "Puasanya kemarin ada yang bolong, gak?"
Yaah...
Hal sesimple itu yang kerap kita temukan di suasana lebaran. Gak ada yang berbeda... Tradisi di kota asalku, Surabaya juga begitu. Pas malam terakhir Ramadan, dulu almarhum Babe rahimahullah kerap menggandeng cucu-cucunya untuk bersama-sama naik kereta kelinci yang disewa oleh Masjid Baitussalam Ketintang, Surabaya.
Antri?
Jangan ditanya... Semua anak kecil dari lingkungan sekitar sudah antri mau naik kereta kelinci yang berputar cukup lama untuk takbiran bersama. Yang paling seru adalah semuanya boleh naik. Ibu, anak, bapak, nenek, kakek pada berbondong-bondong. Tapi kalau melihat ramainya, rasanya yang sudah dewasa jadi gak tega yaah... dan akhirnya mengalah pada yang kecil-kecil. Dan aktivitas ini bisa sampai jam 11 malam. Tak terasa waktu terus berjalan.
Selain naik kereta kelinci yang dihiasi semaraknya lampu-lampu sembari takbiran, kami para Ibu malah di rumah. Mbak-mbak ipar, Ibu dan aku sibuk di dapur. Memasak menu untuk esok hari, Opor Special.
Ibu yang sudah tidak boleh makan lemak dan jeroan, pas masak opor begini benar-benar bersih. Air agar ayamnya empuk saja diganti berkali-kali. Dan ini yang membuat opor Ibu special, dimasaknya dengan cinta. Bumbunya berani dan santannya kental. Karena bikinnya gak pernah sedikit, jadi kami bisa makan paling tidak 2 hari berturut-turut. Dan tahu tidak, opor buatan Ibu, semakin dihangatkan, semakin enduulls rasanya....
Tak berhenti di situ, kalau itu di rumah Ibu saya, lain lagi bila berada di rumah mamah mertua. Mama masih tergolong keluarga muda, karena saya menikah dengan anak pertama. Jadi masakan Mama anti-mainstream. Mama mertua saya jago sekali meracik masakan dengan bahan daging. Jadi kalau ke rumah Mama, berasa Lebaran Idul Adha, hhehee... Mama masak lidah sapi, rendang, kentang goreng sambel ati, kadang juga kalau ada request dari anak-anaknya, Mama masak sop iga.
Sop iga mamah, heemm...TOP!
Karena jarak rumah kedua orangtua kami lumayan dekat (10 menit perjalanan), kami tetap harus adil saat menginap di rumah kedua orangtua. Jadi, bergantian. Tahun ini sudah sholat Ied di rumah Ibu, di Ketintang, berarti tahun depan, giliran sholat Ied di rumah mama, Kebraon.Â
Selesai sholat Ied, kami berjalan beriringan pulang ke rumah dan para tetua biasanya langsung duduk di kursi tamu. Kalau Ibu, sungguh-sungguh kami sungkem, mengingat usia Ibu yang sudah sepuh, 70 tahun. Sedangkan di rumah Mama, kami terbiasa berpelukan, memohon maaf dan ridlo serta doa kedua orangtua. Suasana syahdu nan mengharukan ini yang ku rindukan. Mungkin tahun ini kita semua harus bersabar.
Semoga Allah mudahkan kita semua kembali ke new normal life.
Beres sesi yang paling mellow ini, kami lanjutkan dengan makan bersama. Kembali saling menggoda, bercanda dan bersenda gurau, tentu menjadi salah satu momen Lebaran yang tak terlupakan.
Setelah selesai makan, biasanya rumah kami kedatangan tamu, para sepupu-sepupu kami yang sudah rajin berkeliling ke rumag para sesepuh. Ibu termasuk yang di tuakan, sehingga sering dikunjungi di lebaran hari pertama. Kemudian setelah beres di dalam rumah, saya biasanya ikut suami, berkunjung ke rumah eyang-buyut. Kalau kata orang Surabaya, unjung-unjung.
Seneng banget siih...terutama anak-anak. Karena mereka pasti dapat amplop dari sana-sini. Meski Aisy dan Hana belum tahu berapa jumlahnya, tapi mereka sibuk menghitung uang ketika sudah santai. Di keluarga Papa mertua, kami juga termasuk yang di "tua"kan. Jadi makin ramai dan semarak suasana rumah eyang-buyut. Tak henti-hentinya tante memasak untuk para tamu.
Ya, lebaran berarti makan.
Hehehe~
Bagi anak-anak, lebaran berarti main.
Anak-anak gak berenti main keluar rumah, berlarian kejar-kejaran kesana kemari. Tak jarang saking kompaknya sama sepupu-sepupu, mereka solider. Satu basah, basaaah semua.
Hiish... Kalau uda begitu, yang pusing para Ibu kan yaa...
Tapi sungguh, momen lebaran seperti ini yang tidak akan terganti dengan mudik online.Â
Itu tadi tradisi lebaran keluarga kami yang tak terlupakan.Â
Bagaimana dengan tradisi lebaran sahabat K...?
Pasti seru yaah...
Semoga pandemi ini segera diangkat oleh Allaah subhanahu wata'ala.
Aamiin~
Happy Ramadan~
With love,
lendyagasshi
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H