Selesai sholat Ied, kami berjalan beriringan pulang ke rumah dan para tetua biasanya langsung duduk di kursi tamu. Kalau Ibu, sungguh-sungguh kami sungkem, mengingat usia Ibu yang sudah sepuh, 70 tahun. Sedangkan di rumah Mama, kami terbiasa berpelukan, memohon maaf dan ridlo serta doa kedua orangtua. Suasana syahdu nan mengharukan ini yang ku rindukan. Mungkin tahun ini kita semua harus bersabar.
Semoga Allah mudahkan kita semua kembali ke new normal life.
Beres sesi yang paling mellow ini, kami lanjutkan dengan makan bersama. Kembali saling menggoda, bercanda dan bersenda gurau, tentu menjadi salah satu momen Lebaran yang tak terlupakan.
Setelah selesai makan, biasanya rumah kami kedatangan tamu, para sepupu-sepupu kami yang sudah rajin berkeliling ke rumag para sesepuh. Ibu termasuk yang di tuakan, sehingga sering dikunjungi di lebaran hari pertama. Kemudian setelah beres di dalam rumah, saya biasanya ikut suami, berkunjung ke rumah eyang-buyut. Kalau kata orang Surabaya, unjung-unjung.
Seneng banget siih...terutama anak-anak. Karena mereka pasti dapat amplop dari sana-sini. Meski Aisy dan Hana belum tahu berapa jumlahnya, tapi mereka sibuk menghitung uang ketika sudah santai. Di keluarga Papa mertua, kami juga termasuk yang di "tua"kan. Jadi makin ramai dan semarak suasana rumah eyang-buyut. Tak henti-hentinya tante memasak untuk para tamu.
Ya, lebaran berarti makan.
Hehehe~
Bagi anak-anak, lebaran berarti main.
Anak-anak gak berenti main keluar rumah, berlarian kejar-kejaran kesana kemari. Tak jarang saking kompaknya sama sepupu-sepupu, mereka solider. Satu basah, basaaah semua.
Hiish... Kalau uda begitu, yang pusing para Ibu kan yaa...
Tapi sungguh, momen lebaran seperti ini yang tidak akan terganti dengan mudik online.Â
Itu tadi tradisi lebaran keluarga kami yang tak terlupakan.Â
Bagaimana dengan tradisi lebaran sahabat K...?
Pasti seru yaah...
Semoga pandemi ini segera diangkat oleh Allaah subhanahu wata'ala.
Aamiin~
Happy Ramadan~
With love,
lendyagasshi