Mohon tunggu...
Nalendra Satyatama
Nalendra Satyatama Mohon Tunggu... Guru - Guru SMA

Menyelami hikmah dalam semesta

Selanjutnya

Tutup

Games

Tertaut dengan Gimbot

26 Desember 2024   18:55 Diperbarui: 26 Desember 2024   18:55 20
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Pada era '80-an dan '90-an, video games mulai menjamur di banyak kalangan dari segala usia dan tingkat eknomi. Tak terkecuali saya dan abang saya yang hanya berjarak dua tahun. Game watch yang biasa disebut gimbot dan selanjutnya saya sebut gimbot bisa dimainkan secara sewa di depan sekolah pada zaman kami di sekolah dasar (SD). Seingat saya memang hanya beberapa teman yang menurut saya punya tingkat ekonomi lebih dari orang tua saya yang punya gimbot. Gimbot legendaris adalah permainan koboi di bar yang diberi judul "Western Bar". Ada juga gimbot tetris dan gimbot-gimbot lainnya.

Saya dan abang saya cukup menikmati dari gimbot sewaan tukang gimbot yang mangkal di depan sekolah atau pinjaman dari teman-teman yang punya gimbot. Tibalah satu momen saat ulang tahun saya. Tante saya memberikan gimbot berukuran kecil .Saya ingat nama game-nya  Donkey Kong. Biasa anak-anak jaman dulu bilangnya Don King Kong. Entah karena susah menyebut Donkey atau familiar dengan tokoh tinju Don King. Game ini menjadi kegemaran saya dan abang saya walau sebenarnya game ini tidak seseru game koboi, pesawat, atau tema lainnya.

Seiring berjalannya waktu, orang tua kami membelikan kami gimbot baru. Game Batman! Ukurannya lebih besar dan lebih banyak tombol yang harus dipahami. Tentu isi permainan dan cara mainnya lebih kompleks daripada game ukuran kecil dan jumlah tombol yang sedikit. Berarti pada masa SD itu, kami sudah punya dua gimbot. Jika ada teman sekolah yang lain main ke rumah, gimbot ini kami pinjamkan ke teman-teman untuk dimainkan di tempat. 

Spica Cukup Cipta Bahagia

Selain gimbot yang sifatnya portable, console game yang juga populer saat itu tentu yang bisa dihubungkan ke televisi. Setidaknya ada 3 merk yang saya tahu saat itu: Nintento, Atari,Spica, dan Sega. Sega sebenarnya beda jenis dengan 3 game di awal yang saya sebutkan. Bahasa gampangnya Sega ini lebih mahal dan lebih jelas gambarnya. Seperti cerita gimbot tadi, orang tua kami belum membelikan kami game model ini. Untuk main ini,beruntunglah ada tetangga dua rumah yang baik kepada kami. Ia sering mengajak kami main Nintendo, game kepunyaannya. Bahkan, ia sering menitipkan Nintendonya di rumah kami untuk dimainkan jika ia pergi menginap beberapa hari dengan keluarganya. 

Interaksi kami dengan Nintendo tidak hanya dengan tetangga. Om kami, adik dari ibu, juga punya Nintendo. Jadilah kami sering main ke rumah Om kami untuk main Nintendo di sana. Game-game seperti Mario Bros, Contra, Tetris, Islander, The Goonies, Legendary, Spartan X, Kung Fu, Street Fighter, Bomber Man, Load Runner, atau Tank menjadi game-game kesukaan kami selain game-game bagus lainnya yang saya lupa judul-judulnya. Untuk main game Nintendo bisa dibilang menyita waktu, tidak jauh berbeda dengan game era sekarang. Game zaman dulu tidak bisa diulang. Jika kalah, harus mulai dari awal. Itu pun harus dimainkan dalam sekali kesempatan. Jika harus disuruh beli telur ke warung, game harus di-pause karena waktu itu belum ada cara untuk memulai di level yang sedang kita mainkan seperti sekarang ini. Semua harus dimulai dari awal.  Namun, ada juga game-game yang bisa dimulai di level tertentu. Biasanya game tersebut tidak berlevel berjenjang. 

Masih di usia SD entah kelas berapa, orang tua kami membelikan kami Spica. Saya tidak tahu pemilihan Spica ini. Prediksi saya karena karena harganya di bawah Nintendo dan Atari sebagai sesama model game sejenis. Saya pun juga tidak melihat perbedaan kualitas antara Spica dan Nintento. Sepertinya semua sama saja. Sama bagusnya. Kehadian Spica membuat kami senang karena tidak lagi harus menumpang main di tempat lain. Kami bersyukur orang tua kami membatasi pemakaian Spica ini. Ada jam-jam tertentu yang kami diizinkan bermain. 

Kesukaan terhadap Spica ini rupanya cukup memuaskan batin kami. Setidaknya saya dan abang saya tidak tertarik dengan playstation saat akhir '90-an mulai datang meraja.  Kenangan terhadap Spica pada masa lalu coba saya bangkitkan dengan membeli console game portable sejak 2010. Isi game-nya sama dengan versi zaman dulu. Namun, entah karena saya yang kurang bisa merawat, beberapa kali gameboy portable yang saya beli rusak. Namun, itu tidak melemahkan kecintaan saya terhadap game masa lalu selama masih diproduksi dan untungnya sampai sekarang masih banyak yang jual. 

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Games Selengkapnya
Lihat Games Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun