Banyak warga sudah berkumpul di jalan depan bangunan balai warga. Jalanan ini biasa dipakai untuk perhelatan publik. Posisinya persis di pinggir kali. Lebar jalan ini dua kali lipat dari jalan biasa.Â
Artinya, cukup untuk dilewati empat mobil. Â Malam itu ada hajatan salah seorang warga. Hiburan yang disajikan adalah pementasan layar tancap. Waktu itu, saya masih usia sekolah dasar (SD). Kira-kira kelas 4 atau 5 sekitar tahun '92 atau '93. Saya pun ikut mendatangi tempat pemutaran layar tancap itu.
Proyektor untuk pemutaran film sudah siap dioperasikan. Para petugas layar tancap sudah bersiap sejak sore hari dengan memasang layar terlebih dahulu. Saya berdiri bersama teman-teman tidak jauh dari proyektor. Banyak pula para pedagang yang ikut menjemputrezeki di tengah-tengah kerumunan warga. Saya tidak tahu film yang akan diputar.Â
Saya yakin para warga pun juga tidak tahu karena memang tidak ada pemberitahuan atau poster film yang akan ditayangkan. Â Justru hal itu memantik penasaran saya untuk tetap berdiri di tempat menunggu pemutaran film.
Film yang dinanti pun mulai ditayangkan. Kain layar terlihat terang saat film sudah dimulai. Para warga bersorak ramai seakan menyambut tamu agung yang datang.Â
Suara musik dari film tersebut terdengar keras. Menghentak. Saya menebak ini film action. Benar adanya! Di layar, tertulis nama-nama pemain filmnya. Saya menyebutnya bintang film.Â
Ada satu nama yang masih saya ingat sampai sekarang. Nama ini seolah menjadi langganan film di pemutaran layar tancap pada beberapa kesempatan berikutnya. Seorang bintang film perempuan. Jago bela diri. Saya tidak ingat judul filmya. Yang saya ingat nama seorang bintang film laga yang terkenal pada eranya. Yup, dia adalah Cynthia Rothrock.
Beberapa kali saya menonton aksi Cynthia Rothrock. Semuanya di layar tancap. Aktris berambut pendek ini dikenal dengan film-film aksinya. Setidaknya pada era '80-an dan '90-an fimnya banyak beredar di Indonesia. Seingat saya, dia tidak pernah kalah. Selalu menang lawan musuh-musuhnya.Â
Malam itu, para warga terlihat bergembira karena bisa menonton film tanpa perlu ke bioskop, tak terkecuali saya. Saya terkesima dengan aksi-aksi Cynthia. Gaya bela dirinya keren! Lawan satu musuh, menang. Dikeroyok, menang juga. Tendangan, pukulan, dan lompatan Cynthia benar-benar memukau saya pada kesempatan pertama menonton aksinya malam itu.
Nonton layar tancap tentu menyenangkan bagi masyarakat karena bisa nonton film secara gratis. Â Jika harus ke bioskop, tentu harus bayar masuk dan ongkos angkot.Â
Pada waktu itu, ada dua kategori bioskop. Ada yang berlabel teater dan 21. Film-film Cynthia  ini beredar di bioskop yang berlabel teater.  Bagi saya yang masih SD saat itu, alih-alih bayar masuk, masuk bioskop pun belum boleh. Jadilah momen pertama nonton film layar lebar ini menjadi berkesan, apalagi ditambah menyaksikan aksi laga seorang bintang terkenal, Cynthia Rothrock.Â
Tradisi layar tancap ini termasuk sering diadakan di daerah rumah saya. Selain film-film Rothrock, pernah juga diputar film American Ninja dengan bintang terkenalnya Michael Dudikoff. Â
Ada juga film-film nasional bertema seputar perang kemerdekaan. Seiring perkembangan waktu, tradisi layar tancap ini perlahan mulai ditinggalkan di wilayah kami sampai hilang tak berbekas. Rasanya menarik jika ada daerah yang masih menayangkan layar tancap. Setidaknya dapat membangkitkan kenangan indah masa kecil saat nonton layar tancap.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H