Pemilihan Presiden (Pilpres) 2019 tinggal beberapa hari lagi. Inilah saat-saat krusial itu.
Meski dalam berbagai survei pasangan capres-cawapres nomor urut 01 Jokowi-Ma'ruf Amin telah unggul jauh, namun hal itu belum bisa dikatakan aman. Karena itu hanya berlaku di atas kertas saja.
Pokoknya, sebelum ada kepastian nama Jokowi-Ma'ruf Amin muncul sebagai pemenang pada 17 April nanti, pasangan berbaju putih itu belum bisa dikatakan menang.
Oleh karenanya, kerja-kerja untuk meyakinkan hati rakyat harus tetap dilakukan bagi para pendukungnya. Termasuk menyiapkan tangkisan paling ampuh untuk menangkal berbagai hoaks dan fitnah yang beredar akhir-akhir ini.
Perlu disadari, meski waktu pemilihan semakin mepet, sebaran fitnah dan hoaks bukan berhenti. Sebaliknya, kabar bohong itu justru semakin banyak diproduksi. Rumusnya, jumlahnya meningkat, sebarannya pun semakin luas.
Misalnya, baru-baru ini hoaks mengenai "server KPU yang telah memenangkan Jokowi" terus disebarkan oleh pendukung Prabowo-Sandi. Meski telah dibantah oleh KPU dan Bawaslu, bahkan sudah dilaporkan ke Bareskrim Polri, tetapi kabar bohong terlanjut tersebar di masyarakat.
Bagi awam, kabar burung itu sangat mudah diterima, apalagi bila tanpa usaha mengecek kebenarannya kembali. Karena isinya diatur sedemikian rupa mengaduk emosi masyarakat biasa.
Adanya kabar bohong itu, tentu saja, merugikan pihak Jokowi-Ma,ruf Amin. Seolah-olah Jokowi-Ma'ruf Amin telah melakukan kecurangan. Pun begitu dengan KPU dan Bawaslu.
Padahal, hingga kini tak satupun kita temui bukti kecurangan tersebut. Substansi kabar itu pun sangat dangkal, karena penghitungan suara di KPU itu dilakukan secara berjenjang, mulai dari TPS hingga nasional.
Jadi, secara umum Pemilu kita ini masih konvensional. Baik pelaksanaan dan penghitungannya bukan e-vote.
Sehingga, kalaupun ada penggunaan piranti elektronik, hal itu hanya untuk publikasinya saja. Sehingga tak mungkin server KPU dibajak untuk mengubah hasil penghitungan. Toh, fisiknya masih bisa ditelusuri.