Menisbahkan sesuatu kepada sumbernya
Didalam islam ilmu sangat erat hubungannya dengan agama, maka hendaknya orang yang menuntut ilmu berakhlak dengan akhlak islam; jujur dan ikhlas. Diantaranya adalah menisbahkan perkataan atau faidah yang kita peroleh kepada yang memberikannya.
Syekh Ibnu 'Allan di dalam Fathul Fattah Fi Syarhil Iydhoh menyebutkan cerita yang diriwayatkan dari beberapa masyaikh, bahwa syekh Khatib Syarbini sering menghadiri majelis syekh Syams Ramli, anak dari gurunya yaitu syekh Syihab Ramli, padahal Syekh Khatib lebih senior dari syekh Syams Ramli, sebagai bentuk loyalitas terhadap gurunya yang telah wafat.
Suatu kali syekh Ramli di darsnya menyampaikan suatu permasalahan dalam kitab haji yaitu apabila orang yang sedang ihram meminyaki satu helai rambutnya atau setengah saja maka sudah dikenakan dam kamil (mukhayyar muqaddar).
"Siapa yang mengatakan demikian?" tanya syekh Khatib. Lantas syekh Ramli menjawab "Aku".
Mendengar jawabanya syekh Khatib langsung berdiri dari majelis itu seraya berkata : "Telah hilang keberkahan darsmu wahai Muhammad semenjak kata "keakuan" sudah datang.
Setelah menuliskan cerita ini syekh Ibnu 'Allan berkomentar : "Berdirinya syekh Khatib bukan karena syekh Ramli salah dalah hukum melainkan karena kata-kata yang disampaikan (yang seharusnya dinisbahkan kepada ulama) dan mungkin ada maksud tersembunyi didalamnya.
Dua sifat terpuji yang dapat kita tarik :
- Menisbahkan suatu perkataan kepada yang mengatakannya
- Merasa tidak berhak dihormati dan dinisbahkan setelah memberikan faidah
Beberapa keutamaan menisbahkan perkataan kepada ulama :
1. Bentuk kejujuran dan kesyukuran pada ilmu
Sufyan ats-Tsauri : "Sesungguhnya menisbahkan faidah kepada yang memberikannya adalah suatu bentuk kejujuran dan kesyukuran dalam ilmu, dan sebaliknya yang tidak menisbahkan adalah suatu bentuk pembohongan dan pengingkaran dalam ilmu"
2. Adalah suatu keberkahan
Ibnu Abdil barr : "Diantara bentuk keberkahan ilmu adalah menyandarkan sesutu kepada yang mengungkapkannya"
3. Mendoakan orang yang memberikan faidah dan bersyukur
Muhammad Abdul Malik :
"Jika seseorang memberimu faidah ilmu, maka hendaklah selalu bersyukur kepadanya
Katakanlah -fulan jazahullahu shalihah- semoga si fulan dibalasi dengan yang baik, karena telah memberikan saya faidah, dan buag jauh-jauh sifat sombong dan hasad"
4. Tanda ilmu bermanfaat
Nawawi : "Diantara nasehat adalah : Menyandarkan suatu faidah yang dianggap asing keapada yang mengucapkannya. Siapa yang melakukan hal itu maka akan diberkahi ilmu dan keadaannya, dan barangsiapa yang mengesankan pendapat orang lain seolah-olah adalah dari dia, maka ilmunya justru tidak bermanfaat dan tidak diberkahi dalam keadaanya. Orang-orang yang berilmu dan berbudi luhur terus menyandarkan faidah kepada orang yang mengatakannya. Kita selalu memohon kepada Allah taufiq.
5. Merendah diri walaupun telah memberi faidah kepada orang lain
Ayub bin Mutawwkil : "Imam Khalil al-Farohidi apabila memberikan faidah kepada seseorang, beliau tidak memperlihatkan beliau yang memberikan, namun kalau beliau yang dapat faidah dari seseorang maka beliau akan menyebutka bahwa beliau mendapatkan faidah dari si fulan itu"
Imam Syafi'i sangat agung akhlaknya, peletak kaidah-kaidah ushul fikih, yang mula-mula mentaqrir tentang nasikh hadist dan mansukhnya dan mujtahid mutlak, namun demikian beliau masih mengatakan :
"Seandainya orang-orang mengambil ilmu dariku saya ingin agar tidak dinisbahkan kepadaku"
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H