Mohon tunggu...
Mala Amesgaiztoa
Mala Amesgaiztoa Mohon Tunggu... -

A Story Teller...\r\nA Girl...\r\nAn Insomniac...\r\n

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Surat Dari Temanku, Tentang Tetangga Samping Rumahnya

21 November 2014   11:20 Diperbarui: 4 April 2017   17:33 18324
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Maaf, kali ini aku tak bisa menyebutkan siapa nama temanku yang satu ini. Entah dari mana dia tahu aku akan menulis surat darinya di sini, dan ketika dia tahu dia benar-benar marah. Aku berusaha membujuknya. Hingga pada akhirnya dia mengijinkanku menulis ulang surat darinya itu, dengan syarat; aku tak boleh menyebutkan namanya.


"Mala, apa kau ingat tetangga samping rumahku yang sempat kuceritakan padamu beberapa waktu lalu? Sejujurnya aku tak menceritakan semuanya kepadamu saat itu, kecuali hanya tentang nenek-nenek aneh yang aku pikir sedikit gila.

Sebenarnya aku sedikit enggan menceritakan keseluruhannya tentang nenek aneh itu kepadamu. Selain karena risih, aku tak mau kau berpikiran aneh-aneh tentang lingkungan tempat tinggalku. Tapi, setelah pemandangan yang terakhir kali kulihat kemarin, rasanya ada satu beban yang memberati pikiranku. Dan aku pikir, dengan berbagi cerita denganmu, mungkin beban itu akan sedikit hilang.

Jadi begini, nenek-nenek tetanggaku itu namanya mBok Sam (Ini bukan nama aslinya. Temanku juga tak mengijinkanku menulis nama asli nenek itu). Setidaknya begitulah kata ayahku. Di lingkungan kami, mBok Sam adalah momok bagi semua orang. Ayahku, dan semua orang tua yang sudah mengenalnya lebih lama daripada kami, melarang semua orang untuk sekadar menyapa, atau bahkan berkomunikasi dengannya. Bahkan ayahku pernah menakut-nakutiku, bahwa di dalam rumah bambu mBok Sam yang ditinggalinya seorang diri itu, ada hantu yang suka menculik anak-anak.

Dulunya aku percaya. Tapi setelah dewasa, cerita soal hantu itu cuma omong kosong para orang tua saja. Mereka hanya ingin kami, dan semua orang di lingkungan kami, menjauhi nenek tua itu. Tapi larangan itu membuatku malah makin penasaran. Diam-diam, aku mengamati kegiatan mBok Sam dari balik jendela kamarku yang berhadapan langsung dengan rumahnya.

Dan benar! Nenek tua ini benar-benar GILA!!

Sebentar, sebentar...mungkin aku perlu menceritakan bagaimana sosok mBok Sam ini kepadamu. Umurnya mungkin menjelang 90 tahun dan sialnya dia belum juga mati. Tubuhnya kurus, giginya tersisa tinggal beberapa, kulitnya keriput dan rambutnya yang penuh dengan uban itu selalu digerai begitu saja. Tapi aku bisa melihat, ada api di matanya masih begitu berkobar; api syahwat.

Jangan kaget, Mala! Mbok Sam adalah seorang pecandu seks kelas berat. Dulu dia sering memasukkan anak-anak lelaki umur 10 sampai 15 tahun ke dalam rumah reotnya. Dan yang semakin membuatku jijik, desahannya bahkan terdengar begitu kuat sampai ke kamarku.

Tapi namanya Mbok Sam, dia tidak pernah puas dan selalu mencoba sesuatu yang lebih dari sebelumnya. Usai bosan dengan anak lelaki bau kencur, dia mulai mencoba main dengan pria-pria ABG. Aku melihatnya sendiri, Mbok Sam menggandeng pria muda tampan berbadan tinggi tegap, yang lebih terlihat seperti cicitnya daripada rekan seksnya.

Begitu seterusnya, Mbok Sam membawa pria muda yang berbeda-beda setiap harinya. Hingga satu waktu, Mbok Sam benar-benar berhenti memasukkan pria-pria muda ke dalam rumah reotnya. Dia benar-benar berhenti. Tentu saja, warga langsung membicarakannya. mBok Sam, yang tiba-tiba berhenti membawa masuk para laki-laki ke rumahnya itu, menjadi bahan gosip yang dengan cepat menyebar bak virus.

Tapi tak lama. Sekitar enam bulan rehat dari aktifitas seksnya, aku melihat Mbok Sam kembali ke hobi lamanya. Kulihat dia menggandeng rekan seksnya yang baru. Aku tak tahu apakah hanya aku atau ada orang lain yang juga melihatnya. Karena kejadian itu terjadi nyaris tengah malam. Jalanan sudah sedemikian sepinya, dan nenek itu mengendap-endap seakan tak ingin orang lain tahu apa yang dia perbuat.

Mala, aku bersumpah aku menatapnya dengan mata kepalaku sendiri. Aku menatap mBok Sam menyeret dan memasukkan seekor anjing kampung jantan ke dalam rumah reotnya!

Dan kau tahu? Sejak itu, akhirnya aku menuruti nasehat ayahku. Aku berhenti memperhatikan Mbok Sam."

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun