Mohon tunggu...
Lely Suryani Trend
Lely Suryani Trend Mohon Tunggu... Guru - Guru SD

Aku uwong ndeso

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Ebeg, Kesenian Tradisional yang Tetap Eksis di Era Milenial

24 April 2023   18:06 Diperbarui: 24 April 2023   18:10 416
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Ebeg" Kesenian Tradisional Yang Tetap Eksis Di Era Milenial

Hallo Sahabatku, dimanapun berada.

Semoga tetap sehat dan semangat pasca puasa Ramadhan. Mungkin hari ini masih banyak yang melanjutkan dengan silaturahmi ke tempat sanak saudara. Atau mungkin sedang asyik berlibur  ke tempat - tempat wisata. Oke, apapun kegiatan para sahabat pasa ini, perkenankan  kuucapkan selamat berlibur semoga bahagia selalu. Aamiin.

Pasca Idul Fitri hari ke dua,  saya berlibur di rumah saja, karena  masih ada saudara yang kabarnya mau silaturahmi. Kebetulan juga di depan rumah, persisnya di  pertigaan ada hiburan berupa pertunjukan "ebeg". Kesenian ebeg ini sengaja dibooking oleh warga ( bulik saya) karena beliau berhajat. Hajat beliau berupa kaul / nazar.

Hajat kaul ( nazar dalam agama Islam ) yaitu jika seseorang ada keinginan / 8 kepentingan tertentu dan berharap kepentingan itu tercapai. 

Nah untuk mensukseskan ketercapaian dari  keinginan / kepentingan tersebut, biasanya dibarengi dengan perkataan yang harus dilaksanakan pasca berhasilnya keinginan. 

Contoh saja, misalnya saya sedang ada keinginan/ kepentingan/ cita - cita ingin jadi presiden. Jadi jika berhasil jadi presiden, saya akan nanggap ebeg. Begitulah para  sahabat, contoh kaul. 

Sahabatku, selain bernama ebeg, ternyata banyak juga nama yang lainnya, misalnya kuda lumping, kuda kepang, embeg, jaran kepang dan lainnya. Perbedaan nama ini tergantung daerah mana yang menyebutkannya.

Kesenian ebeg di tempatku, banyak sekali grupnya.  Hampir semua desa  ada grupnya, dan bisa saja satu desa ada beberapa grup ebeg. 

Dulu sewaktu saya masih kecil di desaku ada 5 grup ebeg. Saat ini grup lama tidak ada yang meneruskan, namun tumbuh grup - grup baru. Grup - grup baru ini, penarinya adalah para milenial.

Kesemarakan kesenian ebeg saat ini, karena  adanya digitalisasi  media komunikasi, maka penontonnya juga datanh dari berbagai desa. Dipastikan setiap ada pertunjukan ebeg, penontonnya bakalan membludag. Dan kebanyakan penontonnya adalah para kaum milenial. Mereka datang berombongan menggunakan  kendaraan motor. Makanya setelah pertunjukan usai, kepulangan para penonton seperti konvoi sepeda motor.

Durasi kesenian ebeg, biasanya dimulai pukul 09.00 dan berakhir pukul 17.00. Sepanjang waktu itu, sebelum janturan, penampilan terbagi menjadi beberapa babak. Setiap babaknya kurang lebih berjoget selama 15 menit. Kemudian jeda dzuhur 1 jam an dan mulai kembali pukul 12.30. 

Setelah itu baru diadakan upacara sebrak janur kuning dengan maksud mengutarakan nasar/ kaulnya. Janur dibuat ketupat "luar' yang diisi dengan beras kuning. Acara ini dipandu oleh Ki Dalang / Ketua rombongan Ebeg.

Kemudian pada acara janturan, ndem ndeman, diawali dengan beberapa penari utama yang kesurupan. Barulah kemudian para penonton baik tua maupun muda bergantian wuru/ mendem / kesurupan. Kebanyakan kaum milenial yang wuru ini. 

Ada kabar mengejutkan dari saudara saya yang mudik dari Jakarta, katanya di Jakarta juga ikut grup ebeg. Malahan ebeg di Jakarta, selain tampil dengan hari / waktu yang sudah terjadwal, yang ikut wuru adalah gadis - gadis cantik. Wow banget nih, bahkan lebih cantik dari gadis - gadis yang wuru hari itu.

Dan satu lagi kabar mengejutkan lainnya,  ada satu keluarga yang merantau di Jakarta. Dulunya sewaktu masih di desa juga seorang penari ebeg. Kabar punya kabar, dalam mudik lebaran ini, dia punya hajat dan di rumahnya akan diadakan  pertunjukan ebeg  dari Jakarta.  Wah luar biasa sekali, perkumpulan orang rantau di Jakarta juga membentuk grup kesenian dari desa.

Oke sahabatku, begitulah jika kesenian daerah sudah dibawa menyeberang membaur dengan daerah lain. Bisa juga menjadi kebudayaan nasional. Karena pada dasarnya kebudayaan daerah akan memperkaya kebudayaan nasional.

Demikian sahabatku liputan kesenian Ebeg. Kesenian dari desa yang ikut  urbanisasi ke kota. Kalau bukan kita, siapa lagi yang melestarikannya. Semoga bermanfaat, tetap semangat dan terimakasih.

Dibawah ini saya sertakan hasil rekaman video dari HP saya

  1. Tayangan Ebeg di Youtube.


  1. Ebeg  di IG

https://www.instagram.com/reel/CrXntX7uWHO/?igshid=ZWIzMWE5ZmU3Zg==

  1. Janturan :

https://www.instagram.com/reel/CrX7rsxv-jf/?igshid=ZWIzMWE5ZmU3Zg==

Kreator : Lely Suryani - Banjarnegara

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun