Mohon tunggu...
Lely Suryani official
Lely Suryani official Mohon Tunggu... Guru - Guru SD
Akun Diblokir

Akun ini diblokir karena melanggar Syarat dan Ketentuan Kompasiana.
Untuk informasi lebih lanjut Anda dapat menghubungi kami melalui fitur bantuan.

Saya terlahir dengan nama LELY SURYANI. Saat ini saya sebagai guru di SD N 1 Gumelem Kulon, Kecamatan Susukan, Kabupaten Banjarnegara, Propinsi Jawa Tengah, Kode Pos 53475

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Pilihan

Coaching Untuk Supervisi Akademik

7 Oktober 2022   07:30 Diperbarui: 7 Oktober 2022   07:36 970
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Koneksi Antar Materi

Modul 2.3. Coaching Untuk Supervisi Akademik

Oleh : LELY SURYANI, S.Pd.SD

           Calon Guru Penggerak 

           Angkatan 5 dari SD Negeri 1 

           Gumelem Kulon, Kabupaten 

            Banjarnegara, Jawa Tengah

Fasilitator             : Subagiyo, S.Pd.

Pengajar Praktek  : Dwi Kurniasih, M.Pd.

Dalam Pendidikan guru,proses refleksi dipandang sebagai salah satu elemen kunci pengembangan keprofesian karena dapat mendorong guru untuk mengaitkan teori dan praktik, serta menumbuhkan keterampilan dalam mengevaluasi sebuah topik secara kritis ( Bain dkk, 1999 ). Bagi Calon Guru Penggerak ( CGP ) melakukan refleksi secara rutin diharapkan memberikan ruang untuk merenungi apakah praktik yang dijalankannya sudah sesuai, sehingga pada masa yang akan datang dapat terus melakukan perbaikan.

Keterkaitannya dengan refleksi setelah saya mempelajari modul 2,3. Coaching Sebagai Supervisi Akademik adalah sebagai berikut : 

  1. Pengalaman / materi pembelajaran yang baru saja diperoleh dari modul 2.3 yang telah saya pelajari. diantaranya adalah :

  • Saya dapat mengetahui definisi coaching secara umum yaitu Coaching didefinisikan sebagai sebuah proses kolaborasi yang berfokus pada solusi, berorientasi pada hasil,dan sistematis, dimana Coach memfasilitasi peningkatan atas performa kerja, pengalaman hidup,pembelajaran diri, dan pertumbuhan pribadi dari coachee ( Grant, 1999 ). Sedangkan Whitmore ( 2003 ) mendefinisikan Coaching sebagai kunci pembuka potensi seseorang untuk memaksimalkan kinerjanya. Coaching lebih kepada membantu seseorang untuk belajar daripada mengajarinya, Sejalan dengan pendapat para ahli tersebut, International Coach Federation ( ICF ) mendefinisikan coaching sebagai "... bentuk kemitraan bersama klien ( coachee ) untuk memaksimalkan potensi pribadi dan profesional yang dimilikinya melalui proses yang menstimulasi dan mengeksplorasi pemikiran dan proses kreatif".

  • Selain Coach, saya jadi mengerti  motode pengembanagan diri yang lain dan    perbedaan - perbedaan yaitu mentoring, konseling, fasilitasi,dan training.

  • Sebagai Pendidik perlu memiliki keterampilan Coaching sehingga dapat menuntun segala kekuatan kodrat ( potensi ) agar mencapai keselamatan dan kebahagiaan sebagai manusia maupun anggota masyarakat. Hal ini tentu sejalan pemikiran Ki Hajar Dewantara yang menekankan bahwa tujuan pendidikan itu "menuntun" tumbuhnya atau hidupnya kekuatan kodrat anak sehingga dapat memperbaiki lakunya.

  • Mengetahui dan mengerti dan memahami secara lengkap kompetensi - kompetensi Coach  dan TIRTA sebagai alur percakapan Coaching.

  • Pengalaman belajar yang tak kalah pentingnya adalah pada alur ruang Kolaborasi dan Demonstrasi Kontekstual, dimana antar Calon guru penggerak harus mempraktekkan peran sebagai Coach, Coachee dan Observer. Ini merupakan pengalaman tak terlupakan, sebagai bahan implementasi sekaligus bahan perbaikan di sekolah.

  1. Perasaan / emosi - emosi yang saya rasakan selama atau setelah mempelajari modul ini adalah senang dan bahagia sudahlah tentu, mengingat seorang Pendidik perlu memiliki keterampilan Coaching. Perasaan bahagia dan semangat bertambah manakala pada proses latihan pada alur Ruang kolaborasi, praktek langsung  pada alur Demonstrasi Kontekstual, dapat memenuhi kompetensi Coach yang dikembangkan yaitu hadir secara penuh, menjadi pendengar aktif dan bisa menggali potensi Coachee dengan pertanyaan - pertanyaan yang berbobot.

  2. Hal - hal yang sudah baik berkaitan dengan keterlibatan dalam prose belajar yang ada pada diri saya adalah saya selalu berusaha mengikuti pembelajaran sesuai dengan alur yang ditentukan dan berusaha memahaminya agar bisa mengimplementasikan pengetahuan ini baik di kelas maupun di sekolah.

  3. Sedangkan yang perlu diperbaiki terkait keterlibatan saya dalam proses belajar diantaranya adalah saya masih perlu menjaga / mengendalikan kompetensi Sosial dan Emosi saya, agar dalam proses Coaching tetap berpegangan pada alur TIRTA.( Tujuan, Identifikasi masalah dan Rencana Aksi, serta TAnggung jawab )

  4. Kematangan pribadi seorang Coach, merupakan hal yang perlu digaris bawahi, mengingat  dalam percakapan / proses Coaching harus bisa bersikap netral, terbuka, sabar, dan ingin tahu lebih banyak. Juga sebagai pendengar aktif yang harus fokus pada apa yang dikatakan oleh lawan bicara dan memahami keseluruhan makna yang terucap. Berawal dari mendengarkan inilah akan muncul pertanyaan - pertanyaan yang berbobot yang sifatnya terbuka, bisa membuat coachee merenung, menggali, mengingat dan mengaitkan, dan mampu mengatakan pada saat yang tepat. Sehingga terjadi  proses mendengarkan dan bertanya  dengan RASA ( Receive, Acknowledge, Summarize dan Ask )

Setelah saya mempelajari modul 2. 3 Coaching Sebagai Supervisi Akademik, adanya keterhubungan dengan modul - modul sebelumnya yaitu :

  1. Keterhubungan dengan Modul 2.1 Pembelajaran Berdiferensiasi.

Pembelajaran berdiferensiasi  adalah serangkaian masuk akal ( common sense ) yang dibuat oleh guru yang berorientasi kepada kebutuhan murid. Hal ini sejalan dengan Pemikiran Ki Hajar Dewantara : "Serupa seperti para pengukir yang memiliki pengetahuan mendalam tentang keadaan kayu, jenis - jenisnya, keindahan ukiran,dan cara - cara mengukirnya. seperti itulah seorang guru, seharusnya memiliki pengetahuan mendalam tentang seni mendidik, Bedanya, Guru mengukir manusia yang memiliki hidup lahir dan batin"

Demikian juga dalam praktek / menjalankan peran sebagai Coaching, guru harus bisa fokus pada Coachee, bersikap terbuka dan ingin tahu, memiliki kesadaran diri yang kuat, dan mampu melihat peluang baru dan masa depan.Prinsip Coaching  yang harus bisa membangun kemitraan, proses kreatif dan dan memaksimalkan potensi. 

Ditambah lagi dengan percakapan Coaching dengan alur TIRTA, di mana guru harus bisa hadir sepenuhnya, menjadi pendengar yang aktif serta mampu menggali potensi Coachee dengan pertanyaan - pertanyaan berbobot. Seperti kita ketahui bersama bahwa paradigma berfikir Coaching adalah agar kita bisa memberdayakan rekan sejawat. Yang dimaksud dengan memberdayakan disini adalah untuk membantu rekan sejawat mengembangkan potensi diri dan menjadi otonom. Hasil dari berkembangnya potensi diri dan menjadi otonom akan berkemabng juga kompetensi mengajar guru yang bertujuan untuk meningkatkan kualitas proses belajar di kelas. Jika proses belajar di kelas berkualitas maka kebutuhan belajar murid akan terpenuhi  dengan baik pula

  1. Keterkaitan dengan modul 2.2. Pembelajaran Sosial Dan Emosional

 Pembelajaran Sosial dan Emosional ( PSE ) adalah pembelajaran yang dilakukan secara kolaboratif oleh seluruh komunitas sekolah. Proses kolaborasi ini diharapkan anak  dan orang dewasa di sekolah memperoleh menerapkan pengetahuan, keterampilan, dan sikap positif.  Sehingga dapat memahami, menghayati dan mengelola emosi. menerapkan mencapai tujuan positif,merasakan den menunjukkan empati kepada orang lain.membangun dan mempertahankan hubungan yang positif, dan membuat keputusan yang bertanggung jawab.

Dari sini dapat dilihat keterkaitannya bahwa untuk menjadi seorang Coach yang baik, yang memiliki kematangan pribadi seorang Coach, tentu harus memiliki,memahami dan bisa mengelola   serta  mengembangkan kompetensi sosial dan emosional dengan baik pula.

Dengan mempelajari modul ini, dan mempelajari modul - modul yang terkait,  yang tidak lantas hanya sebagai pengetahuan saja, namun perlu adanya implementasi / penerapan di kelas,sekolah atau di lingkungan komunitas. Keteladanan dan kolaborasi sangat menunjang  keberhasilan dalam praktik baik yang dilaksanakan di kelas, sekolah maupun lingkungan komunitas.

Dukungan dari Kepala sekolah, rekan sejawat dan stakeholder, menjadi penguat dan pemicu keberhasilan dari praktek baik secara keseluruhan. Diimbangi juga pengetahuan dari sumber lain  yang memiliki relevansi dengan  materi pokok yang akan dikembangkan melalui aksi nyata,

Demikian koneksi anta materi dari Modul 2.3 Coaching UNtuk Supervisi Akademik, yang terkoneksi dengan Modul 2.2. Pembelajaran Sosial Dan Emosi, dan Modul 2.1 Pembelajaran Untuk Memenuhi Kebutuhan murid. Secara keseluruhan merupakan rangkaian Modul 2. Praktek Pembelajaran Yang berpihak Pada Murid.

Semoga bermanfaat, terima kasih.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun