Sikap pemerintah dan DPR jelas, Pilkada jalan terus. Keputusan sudah diambil. Bapak Luhut Panjaitan bilang di acara Narasi Nazwa Shibab ; “Keputusan sudah diambil, jalankan, amankan!” Sepertinya kita tidak punya pilihan terhadap keputusan ini. Oleh karena itu, tinggal sikap kita sendiri sebagai rakyat, mau bagaimana menghadapinya?
Dalam penyelenggaraan Pilkada ini, akan ada tiga pihak yang akan terlibat yaitu; penyelenggara (pemerintah dengan perangkatnya), peserta pilkada (partai dan Paslonnya) serta konstituen/pemilih, dalam hal ini rakyat Indonesia. Pasal 15 PKPU menyebutkan bahwa masa kampanye Paslon akan dilaksanakan selama 71 hari. Selama masa kampanye itu, para Paslon dan tim kampanyenya diperbolehkan melakukan; pertemuan terbatas, pertemuan tatap muka dan dialog, debat publik atau debat terbuka antar Pasangan Calon. Tidak ada inovasi desain kampanye yang beradaptasi dengan situasi pandemic, untuk menghindari kerumunan orang.
Tentu saja, rakyat (konstituen/pemilih) adalah orang yang akan menjadi target/sasaran selama kampanye. Sehingga sangat berpotensi menyebabkan terjadinya kerumunan orang, meskipun ada pembatasan-pembatasan. Pertemuan terbatas misalnya, dilaksanakan di dalam ruangan atau dalam gedung. Tetapi, organisasi kesehatan dunia (WHO) justru telah merilis sejak bulan Juli lalu, bahwa virus corona bisa bertahan di udara, terutama pada ruangan tertutup (artinya di dalam gedung) dan bisa menular.
Penting dicatat, bahwa pembaharuan mengenai transmisi virus corona melalui udara, tidak menghapus peringatan WHO tentang penularan virus corona melalui droplet. Artinya, kita harus tetap pakai masker, dan di dalam ruangan tertutup (dalam gedung) bukan tempat yang aman dari resiko tertulari virus corona.
Menurut Dokter Tifauzia Tyassuma Msc, (pendiri dan dosen pada Kuliah Online Relawan Pejuang Lawan Covid-19) dari sudut pandang epidemiologi, resiko terinfeksi Covid-19 dalam penyelenggaraan Pilkada serentak tahun 2020 bukan lagi prediksi, tetapi sudah terjadi. Sebanyak 60 orang bakal calon Kepala daerah telah terkonfirmasi positif Covid-19 berdasarkan pemeriksaan swab test, sebagaimana data KPU pada 10/9/2020. Tidak termasuk tim Paslon yang kemungkinan (juga) terkonfirmasi positif Covid-19 tetapi tidak dilaporkan. Artinya, di sekeliling Paslon ada Orang-orang Tanpa Gejala (OTG) yang beresiko menulari calon pemilih.
Lalu, Bagaimana Sikap Kita Sebagai Pemilih?
PKPU Nomor 13 Tahun 2020 sebagai dasar hukum penyelenggaraan Pilkada sangat minim memikirkan faktor resiko yang akan dihadapi rakyat dalam pelaksanaan Pilkada. Tidak ada jaminan jika setelah memberikan hak suaranya dalam Pilkada seseorang terinfeksi Covid-19. Karena untuk memastikan Pilkada yang sehat, berkualitas, dan berbudaya dengan mematuhi protokol kesehatan, diletakkan sebagai tanggungjawab bersama semua pihak, termasuk pemilih (Mochammad Afifuddin, Anggota Bawaslu, 1/10/2020).
Dalam konteks hak politik, sebenarnya, kepentingan pemilih di masa pandemic ini dapat diminimalisir hanya satu hari saja. Kita cukup datang ke TPS dengan protocol Covid-19 yang sangat ketat pada tanggal 1 Desember 2020. Segera pulang setelah melakukan pencoblosan, kembali masuk dalam gua kita masing-masing.
Potensi kerumunan orang hanya akan terjadi jika rakyat sebagai calon pemilih, dengan berbagai alasan bersedia menghadirinya, dengan resiko terinfeksi Covid-19 yang cukup tinggi, lalu pulang sebagai OTG dan menulari anggota keluarga (individual transmitted). Paska Pilkada, terjadilah family cluster yang akan berkontribusi menaikkan grafik kasus positif Covid-19 di Indonesia. Mangkok merah akan tumpah dimana-mana.
Kita hanya perlu menentukan sikap. Orang Medan bilang, “Harus kali rupanya ikut kampanye? apa kali rupanya kau?”***