Mohon tunggu...
Lely Zailani
Lely Zailani Mohon Tunggu... Guru - Ibu Rumah Tangga

Ibu rumah tangga dengan satu anak. Pendiri dan aktif di HAPSARI (Himpunan Serikat Perempuan Indonesia) organisasi non pemerintah yang bekerja untuk pemberdayaan perempuan akar rumput di perdesaan. Saat ini tinggal Deli Serdang Sumatera Utara.

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

LBK, Inovasi Akar Rumput Penanganan Kekerasan terhadap Perempuan

3 Oktober 2019   10:55 Diperbarui: 3 Oktober 2019   11:04 252
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Semberdaya berikutnya adalah dana, untuk pengembangan dan pengelolaan LBK. Sejak 2016 HAPSARI mengelola LBK sebagai salah satu kegiatan program Advokasi Penghapusan Kekerasan terhadap Perempuan bersama MAMPU (Kemitraan Australia -- Indonesia untuk Kesetaraan Gender dan Pemberdayaan Perempuan) yang akan berakhir pada Desember 2019. 

Sehingga HAPSARI memiliki kebijakan dan mekanisme penggunaan dana untuk LBK yang meliputi; pengganti transport rutin pengurus yang melakukan pendampingan korban, biaya penanganan kasus (semisal visum dan pengobatan), konsumsi pertemuan komunitas dan penyelenggaraan pelatihan-pelatihan). Sedangkan biaya pengorganisasian komunitas dan operasional Sekretariat LBK adalah swadaya masyarakat setempat. Jika memerlukan bantuan hukum dari Pengacara, HAPSARI bekerjasama dengan LBH Apik di Medan dan pembiayaannya ditanggulangi oleh mereka.

HAPSARI juga membangun kerjasama/kemitraan dengan P2TP2A Deli Serdang dan menugaskan satu orang Kader menjadi pengurus P2TP2A, tujuannya, untuk mendorong kinerja P2TP2A yang lebih baik di satu sisi dan berkontribusi memperkuat kelembagaannya di sisi lain. Bersama P2TP2A, HAPSARI lalu mendorong inisiatif kolaborasi dengan Dinas Sosial, untuk mengintegrasikan Sistim Layanan dan Rujukan Terpadu penanggulangan kemiskinan, dengan membangun perspektif, bahwa perempuan korban kekerasan adalah kelompok miskin dan rentan miskin yang menjadi "target" penjangkauan SLRT.

Karena kerasan terhadap perempuan tidak bisa dilihat sebagai bentuk kasus kekerasan yang tunggal, ia dapat beririsan dengan kasus-kasus kekerasan lainnya, misalnya kemiskinan, pendidikan dan budaya, maka penanganannya pun membutuhkan pendekatan yang holistik dari berbagai aspek atau bidang, kerjasama antar berbagai pihak, dan integrasi layanan antara penyelesaian kasus kekerasannya, dengan layanan perlindungan sosialnya. Sehingga, integrasi layanan antara SLRT dengan P2TP2A adalah terobosan (inovasi) dalam penanganan kasus kekerasan terhadap perempuan dan anak yang perlu diupayakan.***

Keberhasilan LBK

Beberapa keberhasilan spesifik yang penting dicatat adalah :

  • LBK sebagai gagasan dan inisiatif dari komunitas perempuan akar rumput ini mampu menggerakkan aksi kolaboratif yang luas dan sistematis mulai tingkat desa hingga kabupaten, antara Dinas Pemberdayaan Perempuan melalui Unit P2TP2A dengan Dinas Sosial melalui SLRT dan antara Relawan LBK dengan Fasilitator atau Puskesos SLRT di tingkat desa.
  • Telah menangani 381 kasus kekerasan terhadap perempuan dan anak, bersama HAPSARI, P2TP2A dan SLRT, dengan jenis kasus KDRT, kekerasan seksual, pencabulan anak dan kekerasan dalam pacaran.
  • Berhasil mendorong ketersediaan layanan bagi perempuan korban kekerasan yang berkelanjutan dan berorientasi pada kebutuhan korban untuk menghapuskan segala bentuk kekerasan terhadap perempuan, melalui  Perdes Penyelenggaraan Perlindungan Perempuan dan Anak Korban Kekerasan Perbup integrasi layanan Program Perlindungan Sosial dengan Penanganan (perempuan dan anak) Korban Kekerasan.
  • Dua LBK di kecamatan Pegajahan Serdang Bedagai, telah diadopsi menjadi Menu Lokal Program Inovasi Desa tahun 2019, oleh Tim Pelaksana Inovasi Desa Dinas PMD kabupaten Serdang Bedagai.

Tiga Indikator Inovasi LBK

HAPSARI menggunakan tiga indikator dalam memantau dan melakukan evaluasi untuk mengukur inovasi LBK, yaitu : (1) perubahan pola pikir, (2) lebih banyak pihak yang terlibat, dan (3) jaringan yang kuat.

(1) Perubahan Pola Pikir

Dalam budaya masyarakat yang patriarki, kasus-kasus kekerasan yang diami perempuan selalu berujung pada menyalahkan korban (victim blamming) sehingga upaya penanganan kasus kekerasan sulit dilakukan sampai tuntas, korban enggan melapor dan kalaupun melapor, minim dukungan, bahkan ketika korban membutuhkan pertolongan segera. Perempuan korban kekerasan selalu menghadapi berbagai tantangan dalam pemenuhan hak mereka atas keamanan, pendidikan, kesehatan, dan pekerjaan.

Di sinilah LBK mampu merubah pola pikir masyarakat tentang perlunya dukungan pada perempuan korban kekerasan dengan prinsip untuk "tidak menyalahkan korban" melalui sosialisasi terus-menerus dan pendidikan di akar rumput dalam diskusi-diskusi komunitas (Diskom). Diskom sendiri bahkan menjadi "ikon" bahwa sekelompok orang sedang mendiskusikan kasus kekerasan terhadap perempuan yang terjadi di desa itu. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun