Mohon tunggu...
Lely Zailani
Lely Zailani Mohon Tunggu... Guru - Ibu Rumah Tangga

Ibu rumah tangga dengan satu anak. Pendiri dan aktif di HAPSARI (Himpunan Serikat Perempuan Indonesia) organisasi non pemerintah yang bekerja untuk pemberdayaan perempuan akar rumput di perdesaan. Saat ini tinggal Deli Serdang Sumatera Utara.

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan Pilihan

Prioritas Dana Desa dan Visi Pemberdayaan

7 November 2018   16:10 Diperbarui: 7 November 2018   19:17 861
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Sayangnya, baik tingkat kesadaran maupun tingkat partisipasi warga dalam proses-proses pembangunan desa masih terbilang rendah. Jika pun warga masyarakat datang dalam forum-forum tersebut, seringkali hanya sebatas hadir tanpa memberikan masukan-masukan penting yang dapat mempengaruhi kehidupannya dan tertuang dalam keputusan musyawarah desa. Kebanyakan warga bahkan malas datang walaupun sudah diundang. Sikap pasif dan apatis warga desa adalah penyebab buruknya pelayanan public di desa dan perilaku korup pemerintah desa. Karena tidak ada kekuatan penekan dari masyarakat terhadap pemerintahan desa yang tidak akuntabel, tidak responsif serta kebijakan publik yang tidak berpihak kepada kepentingan warga desa. Disinilah tantangan melakukan pemberdayaan masyarakat.

Kaderisasi dan Pendidikan Politik

Peningkatan kapasitas sumberdaya manusia melalui kegiatan-kegiatan pendidikan untuk pengembangan pengetahuan dan penyadaran kolektif tentang hak-hak politik warga, mendesak dilakukan. Dalam konteks ini, tampaknya keberadaan Kader Desa sebagaimana mandat UU Desa cukup relevan. Memperkuat proses kaderisasi tingkat desa, dengan melahirkan orang-orang kunci (kader) penggerak pembangunan di desa yang berasal dari warga desa itu sendiri menjadi potensi untuk membangun prakarsa dan menggerakkan partisipasi warga, dalam semua tahapan proses pembangunan di desa.

Fasilitasi untuk memperkuat pengetahuan dan kesadaran anggota masyarakat desa tentang posisi dirinya sebagai warga desa yang sekaligus warga negara sangat diperlukan. Sebab pengetahuan dan kesadaran akan mendorong tumbuhnya kepedulian dan sikap sukarela dari warga masyarakat untuk terlibat aktif dalam urusan desanya. Pendekatan pendidikan politik ini akan memperkuat partisipasi dan kuasa rakyat, sekaligus membuat sistem desa menjadi lebih demokratis dalam bingkai kedaulatan NKRI sebagaimana mandat UU Desa. Ketika warga menghadiri forum-forum strategis seperti Musdes dan Musrenbangdes, mereka menjadi lebih aktif dalam menyampaikan pendapatnya (berbicara dan bersuara). Warga akan menjadi kelompok penekan yang kuat  terhadap pemerintah desa yang tidak akuntabel dan tidak responsif serta kebijakan publik yang tidak berpihak kepada kepentingan warga desa. Partisipasi masyarakat yang kuat sangat dibutuhkan, karena partisipasi juga merupakan pilar untuk memperkuat otonomi desa di hadapan pemerintah kabupaten/kota dan pemerintah nasional.

Jadi, untuk kebutuhan-kebutuhan strategis penguatan kapasitas dan pemberdayaan masyarakat Desa itulah prioritas dana desa diugunakan, setelah berinvestasi besar-besaran untuk pembangunan infrastruktur. Penguatan kapasitas dan pemberdayaan masyarakat dengan pendekatan pendidikan politik dapat dilakukan oleh Pendamping Desa bersama Pemerintah Desa. Pendamping Desa juga dapat bekerjasama dengan pihak ketiga, yaitu lembaga-lembaga penyedia layanan Peningkatan Kapasitas Tekhnis Desa.

Sementara itu, dari sisi negara, power sharing dan mendekatkan negara pada masyarakat dalam bentuk desentralisasi saja tidak cukup. Kebijakan deregulasi dan debirokratisasi dibutuhkan untuk memberi kesempatan seluas-luasnya bagi kebangkitan prakarsa, inisatif, kreativitas dan partisipasi masyarakat dalam dinamika pembangunan desanya. Masalahnya, apa yang terkandung dalam konsep power sharing pada ranah itu (demokratisasi, desentralisasi, deregulasi dan debirokratisasi) tidak akan lahir dengan sendirinya, tanpa desakan kritis yang terorganisir dari bawah, oleh warga. Di sinilah urgensi melakukan pemberdayaan dari bawah, di tingkat masyarakat desa. Sebab pada akhirnya, prakarsa, partisipasi dan proses pengambilan keputusan untuk memenuhi kebutuhan masyarakat tahap demi tahap harus diserahkan kepada masyarakat itu sendiri, seperti yang tertuang dalam konsep otonomi desa.***

Lubuk Pakam, 30 Oktober 2018

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun