Mohon tunggu...
Lely Zailani
Lely Zailani Mohon Tunggu... Guru - Ibu Rumah Tangga

Ibu rumah tangga dengan satu anak. Pendiri dan aktif di HAPSARI (Himpunan Serikat Perempuan Indonesia) organisasi non pemerintah yang bekerja untuk pemberdayaan perempuan akar rumput di perdesaan. Saat ini tinggal Deli Serdang Sumatera Utara.

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Pilihan

Safe Cities Tidak Sekedar Konsep

24 Oktober 2018   17:44 Diperbarui: 25 Oktober 2018   01:37 435
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Jalan tanpa trotoar di Jakarta (foto Lely Zailani)

Perencanaan Kota yang Responsif Gender

Ini adalah pilar pengembangan perencanaan dan anggaran tata kota yang responsif gender serta program untuk pencegahan dan penanganan kekerasan terhadap perempuan dan anak perempuan. Tentang bagaimana perencanaan pembangunan kota mengintegrasikan kebutuhan, permasalahan dan pengalaman yang berbeda antara perempuan dan laki-laki. Pembangunan fasilitas umum yang tidak ramah dan tidak aman pada perempuan, membuat mereka rentan terhadap berbagai bentuk kekerasan tanpa mampu melindungi diri. 

Kejahatan terhadap perempuan tidak memilih tempat, maka membatasi perempuan keluar rumah bukan jawaban. Bahkan rumah pun tidak selalu menjadi tempat yang aman bagi perempuan. Perencanaan kota yang responsif gender bertujuan untuk memastikan bahwa di sudut kota mana pun perempuan berada, dia aman dan selamat.

Bagaimana perempuan yang ke luar rumah untuk bekerja malam hari? Safe cities mendukung konsep pembangunan kota dengan fasilitas public yang baik, aman, nyaman dan selamat bagi perempuan, anak perempuan dan difabel. Jalan-jalan memerlukan trotoar yang aman bagi pejalan kaki dan lampu yang cukup terang. Ini penting, karena gelap memungkinkan terjadinya kejahatan.

Pembangunan fasilitas umum Jembatan Penyebrangan Orang (JPO) harus mendukung konsep safe cities dengan membuat tinggi anak tangga tidak lebih dari 15 cm, memiliki dua buah pegangan, menyediakan penyeberangan khusus untuk difabel juga memiliki lampu penerangan yang cukup.

Safe cities juga bicara tentang transportasi public yang tepat; aman untuk perempuan, anak perempuan dan difabel. Mungkin diperlukan halte yang transparan, agar jika perempuan dalam ancaman kekerasan terlihat oleh orang-orang di sekitar, juga nomor telpon yang dapat dihubungi untuk kasus darurat, informasi keamanan ketika naik taksi dengan sopir yang ugal-ugalan dan lain sebagainya.

Begitu juga dengan wc (water closet) umum di terminal-terminal bis, kereta atau bandara dan tempat umum lainnya. Tidak cukup hanya menyediakan wc umum yang berbeda untuk perempuan dan laki-laki, tetapi harus aman untuk perempuan. WC perempuan seharusnya tidak melewati wc laki-laki dengan pintu terbuka, dimana untuk menuju wc perempuan harus melewati para laki-laki yang sedang kencing berdiri.

Kebijakan dan UU yang merespon kekerasan seksual;

Komisi Nasional Anti Kekerasan Terhadap Peremuan (Komnas Perempuan) mencatat bahwa dari 338.446 kasus kekerasan terhadap perempuan yang terjadi sepanjang tahun 2017, sebanyak 3.092 atau 22 persen adalah kasus-kasus kekerasan yang terjadi di ruang public (angkutan umum, taman kota, jalan raya dan tempat-tempat umum lainnya). Kekerasan seksual merupakan jumlah terbanyak dari kasus kekerasan terhadap perempuan di ruang public, yaitu sebesar 2.290 atau 74 persen. Itu artinya ruang public tidak aman bagi perempuan.

DPR RI perlu segera menyelesaikan pembahasan dan mengesahkan RUU tentang, Penghapusan Kekerasan Seksual (PKS) yang lebih banyak memberikan manfaat bagi korban kekerasan seksual, dimana korban kekerasan seksual menjadi subjek hukum. RUU PKS mencakup pencegahan, pemenuhan hak korban, pemulihan korban hingga mengatur tentang penanganan selama proses hukum.

Meningkatkan kesadaran tentang inklusifitas dan gender di ruang public;

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun