Mohon tunggu...
Lely Nur Azizah
Lely Nur Azizah Mohon Tunggu... pelajar/mahasiswa -

Mahasiswa psikologi semester akhir

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Dibalik Layar Kisah "Psycho-Pass"

19 Juni 2015   21:27 Diperbarui: 20 Juni 2015   02:38 63
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

Kata apa kiranya yang mampu mewakili segala rasa?

Syair mana kiranya yang mampu benar-benar menjelaskan arti sebuah peristiwa?

Nada-nada seperti apa yang kau pikir mampu menggambarkan isi hati manusia?

Ah, bilapun ada pasti tak akan mampu sepenuhnya tergambar secara nyata, selalu ada goresan-goresan penuh makna yang hanya mampu dirasa dan tak tersampai walau sudah coba dijelaskan dengan ribuan untaian frasa.

 

Kawan, sungguh aku hanya ingin berbagi kisah menakjubkan dari pengalaman akademis terdasyat yang pernah kualamai sepanjang sejarah perkuliahan. Awal semester enam lalu, aku sempat membuat catatan harapan, berharap semester ini akan memberikan kejutan yang mendewasakan. Aku masih sangat ingat bagaimana binar mata dan semangat penuh harap itu ketika kutulis catatan tersebut dalam buku harianku. Dan janji Allah selalu benar, “Mintalah, maka akan kukabulkan” Kejutan demi kejutan datang satu persatu. Amanah baru, teman baru dan tantangan baru.

Alkisah datanglah ide mata kuliah integratif ini (desain pelatihan, modifikasi perilaku, metode penelitian kualitatif dan bimbingan konseling). Dari mata kuliah ini aku dipertemukan dengan orang-orang luar biasa, team yang luar biasa solid, dan sahabat juara satu di dunia. Dari mereka aku belajar bagaimana memaknai dan menikmati proses. Jika kau kira tugas ini mudah? kau salah besar, tugas ini benar-benar menguras seluruh materi, energi, dan tentu saja waktu kami. Tapi bersama mereka rasanya tak ada hal berat yang tak mungkin untuk dihadapi.

Kami berdelapan adalah aktifis yang sibuk dengan kegiatan kampus, maka waktu yang paling memungkinkan untuk berkumpul, bercerita, dan berjuang menyelesaiakan laporan dan seluruh proses perkuliahan adalah pada malam hari. Kami biasa menyebutnya ngecamp (meningap dirumah salah satu team –general manajer psycho-pass, Qonita). Entah sudah berapa kali kami ngecamp, bahkan rasanya aku tak kuasa untuk menghitung karena saking seringnya. Sudah biasa rasanya kami tidak tidur semalaman ‘hanya’ untuk menyelesaikan teka-teki yang bapak dan ibu dosen beri. Lelah? Sepertinya itu pasti. Ah, aku jadi teringat salah satu perkataan team psycho-pass tentang ini, “mumpung masih muda, energi masih sempurna, maka tak pantas untuk banyak mengeluh.”

Bahagia sekali rasanya bisa menyelesaikan proses ini dengan usaha sempurana –entah bagaimana hasilnya. Masih hangat dalam ingatanku ketika pertama kali kami datang ke sekolah untuk melakukan asesment pertama kali. Wajah-wajah mereka yang menatap penuh tanya, barangkali mereka bertanya siapa gerangan mereka, wajah-wajah asing dan aneh. Aku masih sangat ingat ketika salah satu dari mereka menangis sesenggukan ketika kami melakukan konseling untuk pertama kalinya. Tahukah kamu, ketika itu aku sudah mulai jatuh cinta pada mereka, pada senyum-senyum mereka, pada semangat-semangat mereka. Saat itu, untuk pertama kalinya aku merasakan sens-nya menjadi seorang konselor, dimana kita sebagai seorang konselor haram hukumnya untuk ikut larut dalam masalah klien.

Hal yang paling menakjubkan buatku adalah ketika pelatihan hari kedua kami laksanakan, saat itu hal yang kami takutkan (kehilangan peserta) justru tidak terjadi, yang terjadi adalah ledakan jumlah peserta, ada beberapa siswa yang tidak terdata ingin mengikuti pelatihan hari kedua, kami kebingungan untuk menolak, karena pelatihan benar-benar kami batasi untuk keefektifan hasilnya. Dan lagi-lagi aku merasa takjub dan bersyukur ketika membaca hasil post test mereka, bahkan nyaris meneteskan air mata, hampir semua peserta pelatihan menginginkan kami kembali mengadakan pelatihan lagi. Banyak yang mengaku telah berubah, menemukan spirit baru, mampu menata mimpi, galaunya hilang, dan bahkan ada yang sudah menyelesaikan dua naskah novelnya.

Sungguh, perjuangan selama dua bulan menggodok modul, koding asessment, modifikasi perilaku dan tehnik konseling yang kami siapkan dengan tidak tidur selama beberapa malam serasa menguap begitu saja. Rasanya semua terbayar lunas saat itu, saat pak yusuf ratu agung (dosen pembimbing desain pelatihan) speechless dan tak bisa berkomentar melihat desain yang kami rencanakan. Saat sekolah mengucapkan terimakasih banyak atas kedatangan kami dan meminta kami kembali. Saat itu benar-benar hilang semua lelah. Terbayar sudah usaha selama berbulan-bulan revisi dan pelatihan.

Ah, jika aku mengingat proses kami, rasanya hangat sekali dada ini. Rindu sebenarnya pada proses-proses itu, tapi sungguh saat ini membayangkannya saja aku tak mampu. Aku yang mendapat amanah menjadi course designer merasa beruntung memiliki team yang benar-benar solid dan membantu. Awalnya benar-benar serasa buntu, benar-benar serasa rumit dan tak jelas titik temunya. Pertanyaan-pertanyaan terkait bagaimana kami harus menggabungkan empat mata kuliah menjadi satu integrasi yang terpola seakan menjadi sarapan pagi bagi mahasiswa psikologi angkatan kami. Bagaimana stressnya membuat koding dan maping masalah yang kemudian harus kami olah dalam bentuk proposal pelatihan yang di dalamnya terdapat desain pelatihan yang tak boleh lepas dari tehnik modifikasi perilaku dan konseling benar-benar menjadi stresor tersendiri bagi kami, ditambah lagi maunya masing-masing dosen selalu saja berbeda.

Awalnya semua mahasiswa stress, termasuk kami, setiap rabu menunggu giliran konsul yang selalu berakhir ba’da magrib, yang endingnya kami gunakan untuk wkwkwk (istilah yang biasa kami pakai untuk kegiatan bernama “bercanda”). Setiap malam kamis kami ngecamp, dan bisa dipastikan kami tidak akan tidur semalaman, padahal hari jum’at adalah hari yang padat bagi sebagian kami, aku sendiri kuliah dengan beban 7 sks pada hari itu. Seiring berjalannya waktu ngecamp bahkan justru menjadi rutinitas yang kami tunggu-tunggu. Karena bagi kami, ngecamp bukan hanya sekedar nugas, ngecamp adalah tempat berkumpul, katarsis, curhat, konseling, wkwkwk bersama, atau hanya sedekar duduk diam membagi energi yang masih tersisa. Dari sini kami bahkan tau masing-masing ekspresi team ketika bangun tidur hingga tidur lagi. Ekspresi lelah, binggung, senang, khawatir, marah, bahagia, sedih, semua sudah terekam dengan baik dalam otak kami masing-masing.

Masih sangat lekat dalam ingatanku ketika awal-awal kami konsultasi dan kami ‘dibantai’ habis oleh subjek matter expert –bu Fina, ketika kami mengajukan grand design pelatihan yang ngawur tanpa landasan jurnal penelitian internasional. Ketika itu kami hanya bisa gigit jari sembari cengar-cengir dihadapan beliau, dengan tenaga yang masih tersisa karena dikuras habis untuk ngecamp pada malam harinya, kami hanya bisa mengangguk-angguk ketika bu Fina mencoret hampir semua grand design yang telah kami susun ‘mati-matian’. Walau pada akhirnya beliau sangat mengapresiasi apa yang telah kami kerjakan, tetap saja coretan tinta merah yang beliau torehkan mampu membuat kita tiba-tiba saling berpandangan dan tertawa lepas dengan wajah-wajah pucat pasi menahan shock.

            Perjalanan akademik selama empat bulan serasa begitu berwarna dengan hadirnya mereka. Dan kau tahu, selama enam semester, inilah kuliah yang sebenar-benarnya. Dan lagi-lagi aku teringat kata salah seorang team psycho-pass “Mahasiswa kok turu”. Haha.. Selagi masih muda mari jalani, nikmati dan maknai setiap proses yang Allah beri dengan cara terbaik yang kita miliki.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun