Tulisan ini saya buat karena saya merasa sedikit tersinggung dengan statement salah satu teman saya. Entah itu sebuah guyonan, sindiran atau bahkan kritikan yang sengaja ia tujukan pada saya. Saat itu ia berkata “Dasar Apatis!”.
Anda mungkin sering geram dengan orang-orang yang apatis, orang-orang yang tidak peduli dengan lingkungan sekitarnya, acuh terhadap kondisi masyarakat, bangsa dan negaranya atau yang lebih parahnya lagi membuat onar dan merusak tatanan.
Anda mungkin akan sering menemukan orang-orang yang membuang sampah sembarangan padahal ditempat lain ada orang yang sedang giat-giatnya mencari solusi penanganan banjir atau global warming. Di Bandara misalnya, anda akan menemukan beberapa orang yang masih sehat dan terlihat berpendidikan yang tetap mengoperasikan handphone saat take off, padahal telah ada peringatan yang jelas tentang hal ini.
Dan hal yang paling sering dan paling banyak orang lakukan adalah menyerobot lampu merah. Entah itu anda pernah melakukannya sendiri atau pernah melihat orang lain melakukannya, saya yakin anda pasti sepakat dengan saya bahwa mereka –orang-orang yang melanggar lalu lintas ini, sebenarnya tahu atau bahkan sangat mengerti kalau tindakan mereka adalah tindakan melanggar hukum.
Dan orang-orang apatis, orang yang membuang sampah sembarangan, orang-orang yang menyerobot antrian, atau bahkan orang yang berada di Bandara tadi pun saya yakin mereka sebenarnya sangat mengerti tentang roll atau aturan-aturan yang sedang dijalankan disana. Namun mengapa mereka tidak tergerak untuk melakukan perilaku prososial dan bahkan terkesan tak mau tahu, apakah “hanya” mentaati peraturan adalah sebuah hal yang sangat sulit? Ataukah jangan-jangan mereka telah kehilangan kesadaran mereka?
Jawaban dari pertanyaan tentang apakah “hanya” mentaati peraturan adalah sebuah hal yang sangat sulit? Saya sendiri tidak tahu pasti apakah memang benar demikian, namun bisa jadi benar sangat sulit bagi orang-orang yang terlalu terbiasa hidup enak dalam zona nyaman mereka. Bisa jadi sangat sulit bagi mereka yang pusat kesenangannya terlalu terpacu.
Berbincang tentang kesadaran, menurut Solso (2007) dalam bukunya Psikologi Kognitif beliau memaparkan definisi kesadaran sebagai kesiagaan seseorang terhadap peristiwa-peristiwa di lingkungannya (seperti pemandangan dan suara-suara dari lingkungan sekitarnya) serta peristiwa-peristiwa kognitif yang meliputi, pikiran, perasaan dan sensasi-sensasi fisik.
Berangkat dari definisi diatas bisa kita asumsikan bahwa orang-orang apatis ini bisa jadi telah kehilangan kesadarannya –dalam ranah psikologi kognitif (bukan faal). Mereka kehilangan kesiagaan terhadap peristiwa-peristiwa di lingkungannya, kehilangan kesiagaan ini karena pusat hukuman tidak terpacu, bisa jadi mereka merasa terlalu nyaman dalam kondisinya sehingga tidak ada kesiagaan terhadap apa yang terjadi di luar dirinya. Ketika pusat hukuman terpacu seseorang akan lebih hati-hati, lebih ambisius, cemas dan peduli lingkungan. Sedangkan bila pusat kesenangan yang terpacu maka sikap yang dimunculkan adalah apatis dan ceroboh.
Ketika membahas ini saya jadi teringat petuah dosen psikologi umum saya ketika saya masih berada di tingkat satu, beliau menuturkannya sebagai berikut “Jika dirimu ingin berkembang dan berprogres jangan biarkan orang terlalu banyak memujimu.”beliau juga menuturkan “Jika ingin membuat orang berfikir rasional, kritik ia dan beri pertanyaan yang mengkritik”Kata-kata ini kemudian menjadi lebih bermakna ketika saya telah belajar psikologi faal tentang pusat hukuman dan pusat kesenangan –hal yang telah kita bahas diatas. Inti dari petuah itu kurang lebih bermakna demikian “Jangan biarkan dirimu berada di zona nyaman jika kau ingin membuat perubahan”.
Orang-orang yang apatis, orang yang acuh pada kondisi bangsa dan negaranya, acuh pada lingkunagn sekitarnya atau bahkan tidak peduli pada saudara dan teman-temannya, adalah mereka orang-orang yang kehilangan consciousness atau kesadarannya. Bukan karena mereka gila, bahkan bisa jadi mereka sangatwaras dan cerdas. Kehilangan kesadaran atau kesiagaan terhadap kejadian atau peristiwa-peristiwa di lingkungan ini lebih dikarenakan faktor kondisi psikis mereka, mereka orang-orang yang pusat kesenanganya sangat terpacu dan pusat hukumannya nyaris tidak aktif atau dengan kata lain mereka adalah orang-orang yang terlalu berada dalam zona nyaman.
“Nyaman itu nikmat, namun bukankah Allah membenci segala sesuatu yang berlebihan? “
إِنَّهُ لا يُحِبُّ الْمُسْرِفِينَ
“Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang berlebih-lebihan.” (QS. Al-A'raf: 31)
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H