Apakah saya menyesal? Jujur, iya menyesal, tapi kemudian rasa sesal itu tidak bertahan lama setelah mengetahui bahwa salah seorang anggota tim yang lain yang pergi summit ternyata tidak bisa meneruskan perjalanan dan kembali ke tenda.
Bukan senang karena ada teman yang sama-sama gagal summit, hahaha :-D
Saya mensyukuri keputusan saya karena sadar kalau saya tetap memaksakan berangkat pasti akan lain ceritanya. Mungkin saya tidak akan pernah bisa menulis cerita ini.
Entahlah, sudah banyak kita dengar cerita kisah para pendaki yang tidak bisa kembali pulang ke rumah dengan selamat dengan sebab apapun.
Tentu saja saya salut dengan para pendaki yang berhasil sampai ke puncak Mahameru. Dua jempol, karena buat saya pribadi, perjalanan summit selalu adalah yang terberat. Berat mengalahkan rasa malasnya karena kita harus bangun pagi-pagi buta dan berat dijalani karena tenaga kita sudah terkuras dalam perjalanan dari base camp menuju pos tenda/nge-camp sebagai starting point untuk pergi summit.
Kegagalan saya untuk summit sebenarnya menjadi salah satu alasan agar suatu saat saya bisa kembali menjejakkan kaki di san, hehe.
Tapi kemudian, Sang Kuasa masih belum mengizinkan hal ini terjadi. Semeru di Sabtu sore kemarin menunjukkan keperkasannya.
Hampir semua berita memperlihatkan sisi lain dari Mahameru. Rasanya seperti tak percaya membayangkan kami pernah ada di sana.
Lalu rekaman perjalanan itu seperti berputar lagi di kepala.
Sebuah kehormatan dan rasa syukur yang mendalam mengiringi tulisan ini.
#Pray for Semeru
Doa-doa terbaik kami untuk Semeru dan para korban erupsinya