Baluran sesungguhnya berada di perbatasan antara Kabupaten Banyuwangi dan Situbondo, provinsi Jawa Timur.. namun lokasi ini lebih populer dikenal banyak orang termasuk dalam Kabupaten Banyuwangi. Jaraknya juga tidak terlalu jauh dari pelabuhan Ketapang, bila anda hendak memulai perjalanan dengan menyebrang dari pulau Bali.
Sejak dulu saya ingin sekali berkunjung  ke tempat di ujung pulau Jawa ini.. Sungguh penasaran hal apa dan seberapa mirip kawasan ini dengan Afrika, sehingga dijuluki sebagai Little Africa.Â
Memang saya pribadi belum pernah datang secara langsung ke negeri tersebut.. Tapi apa yang saya lihat di TV/media lain selama ini memunculkan bayangan dalam benak saya bahwa tempat ini pastilah sangat luas, gersang, terik menyengat dan dipenuhi oleh aneka satwa liar.Â
Alhamdulilah pada suatu hari saya punya kesempatan mewujudkan keinginan ini. Dan ternyata sebagian bayangan benar bahkan melebihi ekspektasi.. tapi sebagian lain tidak sama..
Saat pertama kali tiba di lokasi ini, sebenarnya saya masih apatis..karena lokasinya yang berada di pingir jalan raya dengan pintu gerbang yang buat saya kurang meyakinkan (emang mau segede apa? hehhhe)... Tak jauh dari pintu utama ini, ada loket yang menyediakan tiket masuk. Saya pikir harganya sangat terjangkau dan terbukti sangat worth it dengan pengalaman yang kita dapatkan di dalam nanti..
Saya sudah siap-siap akan masuk ke dalam taman nasional dengan perjalanan yang menyakitkan,karena saat itu saya datang dengan membonceng sebuah sepeda motor.. ternyata saya salah...Jalanan menuju ke dalam taman nasional ini sudah sangat mulus seperti pipi bayi walau tanpa maskeran hahhaa..Jalannya sudah di aspal, rata, sebagian besar luruss russ, hanya sesekali berkelok ..
Tidak ada transportasi yang disediakan oleh pihak Taman Nasional, sehingga pengunjung memang disarankan membawa kendaraan sendiri. Kecuali yang dari awal niatnya memang mau trekking dengan berjalan kaki ya..tapi sepertinya akan butuh waktu yang lumayan.
Perjalanan ke dalam lumayan panjang, tapi sangat menyenangkan karena di kanan kiri ditemani oleh pohon-pohonan besar nan hijau dengan udara yang segar.. Karena saat itu hanya kami sendiri yang ada disana, jalan itu seperti milik kami dan rasanya seperti masuk ke dalam ‘nuansa’ lain.
Saya langsung lupa dengan lokasinya di pinggir jalan yang ramai.. Kemudian mendadak kami tiba pada suatu padang savana nan luas.. Ini seperti masuk ke dalam dimensi baru..berbeda dengan jalan panjang yang barusan kami lewati.
Pada lokasi inilah sesungguhnya baru terlihat bahwa kawasan ini memang pantas di sebut dengan Taman Nasional..hamparan padang yang luas seperti menyambut kita untuk mengarungi di dalamnya.. Savana membentang begitu saja di depan mata.. Pada kali pertama yang tertangkap oleh mata saya adalah sebuah pohon berdiri sendirian begitu saja di tengah-tengah hamparan rumput ilalang. Seolah-olah memunculkan kesan bahwa dialah sang pemilik tunggal. Saya tidak bisa menahan diri untuk berfoto di bawahnya..Ini adalah landscape kedua yang sangat membekas dalam ingatan.
Saat saya datang kemarin, rupanya sedang berada pada musim kemarau. Rerumputan dan dan pohon di dalamnya berwarna kuning emas kecoklatan. Kebalikan dengan musim hujan dimana warnanya akan berubah menjadi hijau segar.Â
Konon keduanya sama-sama memanjakan mata.. Saya tentu saja percaya. Nuansa di sekeliling saya sekarang tampak begitu kering..dedaunan menguning, meranggas dan jatuh begitu saja ke tanah..namun ini malah membuat nya memang mirip padang savana di Afrika seperti yang saya saksikan di televisi.
Sebenarnya akan lebih mirip dengan tanah Afrika bila saat itu ada hewan yang berkeliaran.. Tapi sayang, hanya sekawanan monyet dan rusa yang saya lihat bergerombol sebentar di salah satu sudut savana. Padahal saya membayangkan dan berharap akan lebih banyak berjumpa dengan  aneka satwa liar lainnya. Entah saya yang terlewat, atau saya kurang beruntung saat itu atau memang betulan tidak ada..Â
Yang bisa kita temui kemudian adalah sebuah jejeran tengkorak dari sejumlah hewan, entah sapi/kerbau atau banteng. Saya tidak bisa membedakannya.. Yang jelas, ini juga menjadi salah satu spot foto populer di kawasan ini.
Savana yang tadinya tampak tak berujung, seolah-olah sekarang menjadi ada pembatas. Dan lebih kontras lagi, karena terbelah oleh sebuah jalan beraspal yang lurus dan mulus.Â
Saya jadi ingat pelajaran menggambar yang sering kami buat saat sekolah SD dulu. Cuma bedanya, di atas kertas kami menggambar area sawah dengan background sebuah gunung dan sekarang hal tersebut digantikan dengan area padang rerumputan yang menghampar luas begitu saja.. Lumayan membuat saya mendadak jadi dejavu.. :-))
Kita memang seperti berada di dunia lain. Lupa kalau saat itu masih berada di tanah Jawa.. Saya sarankan agar datang pada hari biasa, saat pengunjung tidak terlalu banyak. Saat itu saya dengan bebas bisa berjalan, berlarian dan berlompatan di area ini. Rasanya begitu membebaskan hati dan pikiran. Sangat menyenangkan berinteraksi sendirian dengan alam seluas dan seterbuka ini!
Perjalanan ini masih bisa di teruskan dan berujung pada sebuah pantai yang dikenal dengan nama pantai Bama. Namun sebelum sampai ke sana, kita akan tiba terlebih dahulu pada sebuah lokasi yang agak berbeda dengan hamparan luas padang savana tadi. Di sini, bisa dengan mudah kita temui pepohonan besar yang masih menghijau. Tidak ada yang terlalu istimewa sih, jadi tidak banyak yang bisa diceritakan dari lokasi ini.
Cerita kemudian berlanjut ke ujungnya Taman Nasional ini yakni pantai Bama, tapi saya tidak tertarik ke sana, karena buat saya ini seperti pantai kebanyakan. Kurang tepat kalau anda mengharapkan bisa snorkeling di sini, sebab tidak banyak spot untuk tujuan tersebut dan memang bukan di sini tempatnya.Â
Oleh karena itu saya membelokkan tujuan. Berbelok sedikit ke kanan terdapat kawasan Mangrove. Pilihan saya ternyata tidak salah. Kawasan ini jauh lebih menarik buat saya..lagi-lagi kita jadi terhipnotis masuk untuk kemudian menyaksikan hamparan hutan bakau lengkap dengan akarnya. Akar-akar ini sangat mengesankan karena bentuknya yang besar, kokok dan tampak menggurita. Kita bisa mengabadikannya sambil berjalan melalui sebuah jembatan kecil.
Setelah jalanan lurus panjang lalu mendadak berada pada hamparan padang ilalang dengan warnanya yang tak terlupakan. Nuansanya kemudian berubah lagi dengan adanya  gunung menjulang yang menjadi latar belakangnya.Â
Kejutan lain buat saya adalah melihat akar bakau yang perkasa melintang disana sini dilengkapi dengan lintasan jembatan yang sunyi yang akan mengantarkan pada perjalanan terakhir sore itu..yakni sebuah hamparan air maha luas yang kita panggil  dengan nama laut..tempat terakhir yang sungguh menenangkan untuk merekam semua kenangan terbaik pada perjalanan saya hari ini.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H