Bagi kita, Palestina mungkin hanya sekedar penanda di sebuah peta..tidak begitu penting, karena letaknya yang begitu jauh dari negeri kita, apalagi terpikir untuk pergi kesana. Pergi ke Eropa, Aussie,Korea atau Singapura pasti lah lebih menarik buat kita.. Jujur, saya termasuk di dalamnya..
Namun bagaimana dengan orang Palestina ?
Bisa dibayangkan kalau kita punya sebuah rumah, sebuah kampung halaman, kita sudah merindukannya untuk pulang setelah bertahun-tahun berkelana. Kita rencanakan kepulangan kita bersama keluarga pada tahun ini dengan penuh suka cita. Kita membuat plan A, plan B , lewat jalan A, B, C dan seterusnya untuk menuju kampung halaman. Berjaga-jaga bila nanti ada halangan lewat jalan A, maka kita bisa menyusurinya melalui jalan B. Kita persiapkan peta, kompas, dan penunjuk jalan lainnya agar bisa sampai tujuan.
Namun , tiba-tiba semuanya berantakan..mendadak rumah kita, kampung halaman kita tidak ada dalam peta pun dengan jalan/daerah yang akan di lewati. Semua berubah ! Berganti menjadi tempat lain, di tinggali oleh orang lain. Semua penanda tidak mengenali rumah kita, bahkan bapak kepala desa tidak mau menerima kita. Tidak mau mengakui kita sebagai warganya.
Ilustrasi ini yang saya bayangkan bila saya menjadi orang Palestina..mendadak tanah kelahirannya di hapus dari sebuah peta.
Well, oke, mungkin sebagian akan menganggap ini agak hiperbola.
Tapi kenyatannya orang Palestina masih eksis tinggal disana..di negerinya sendiri.. Ada sekitar 5 juta orang yang tinggal di Gaza dan di West Bank. Mereka orang Palestina, bukan orang Israel.
Konflik antara Israel- Palestina memang begitu panjang dan seakan tidak pernah selesai (atau tidak di inginkan selesai?) . Namun sejarah mengatakan bahwa makin hari daerah teritori Israel makin besar. Sebaliknya untuk Palestina, makin menyempit dari tahun ke tahun.. Jadi saat daerah yang makin sempit ini juga di “hilangkan” , tentu kita bisa membayangkan reaksi orang-orang yang masih tinggal di sana, di tanah nenek moyangnya sendiri.
Dalam petisi yang menginginkan kembalinya Palestina dalam peta ,malah dikatakan dengan terang-terangan bahwa Google tidak memiliki alasan untuk menghilangkan Palestina dari peta nya. Fakta bahwa Israel yang merupakan negara buatan, didirikan di wilayah Palestina, jelas ditunjuk di Google Maps. Sementara Palestina sendiri telah "dihapus " keluar.
Hal ini dianggap keterlaluan dan sangat menyinggung warga Palestina. Tindakan google maps ini juga dirasakan paralel dengan kebijakan Israel untuk menghancurkan desa-desa Palestina dan mengubah nama tempat Palestina dalam upaya untuk menghapus Palestina dari peta. Google di nilai juga membantu dan bersekongkol dengan pemerintah Israel dalam program pembersihan etnis ini. Lebih lanjut bahkan disinggung dalam petisi ini adanya kenyataan bahwa dua pendiri Google merupakan orang Yahudi dan memiliki hubungan dekat dengan Israel dan para pemimpinnya sehingga sangat logis hal ini bisa terjadi. (sumber)
Bagaimana dengan Google sendiri?
Dalam tanggapannya Google mengatakan bahwa Palestina tidak pernah ditandai sebagai wilayah di peta, tetapi ada kesalahan dalam perangkat lunak yang telah mengakibatkan wilayah Palestina dihapus.
Hal ini bisa ditemukan dalam artike yang berjudul “Google says Palestine was never on Google Maps after claims it had been 'airbrushed' away.”
Google said in a response that Palestine had never been marked as a territory on its map, but that a glitch in the software had resulted in Palestinian areas being removed.There has never been a 'Palestine' label on Google Maps," said a spokesman for Google. "However, we discovered a bug that removed the labels for 'West Bank' and 'Gaza Strip'. We're working quickly to get these labels back to the area." (sumber)
Mungkin saja Google benar, tidak bermaksud apa –apa, hanya bermaksud mematuhi apa yang ada di dalam aturan PBB ,bahwa Palestina belum “diakui” menjadi sebuah negara. Buat saya agak sulit membayangkan bahwa Palestina sebagai sebuah teritori dengan sekumpulan orang di dalamnya, yang sama-sama berdiam diri di bumi ini, tidak diakui oleh sang Kepala Desanya sendiri.. walaupun kenyataanya bendera Palestina pernah dikibarkan di markas PBB tahun lalu.
Namun hal ini diatas menjadi kontra produktif buat Google sendiri.. dalam sebuah kicauan di twitter seorang pemrotes bermaksud ingin mengalihkan “search engine” nya dari Google, karena ia tidak mendapatkan yang ia cari yakni peta Palestine. (sumber)
Protes ini mungkin salah, atau di kemudian hari tidak ditepati..namun sebagai salah satu yang berpengaruh di dunia maya, seharusnya Google ,dan perusahaan lainnya seperti Apple atau Microsoft seharusnya bisa lebih berhati-hati. Karena di beberapa daerah yang sensitif secara politis, orang-orang ternyata melihat peta lebih dari sekedar kumpulan titik data. Seperti yang terjadi pada hari-hari ini, di Palestina..
Ahh, maafkan saya yang dengan percaya diri sok menganalisa. Tentu saja saya tidak bermaksud untuk mengibarkan perang terhadap Google atau membuat situasi menjadi semakin rumit dan panas.
Saya hanya tidak bisa membayangkan kalau suatu saat nanti , rumah dan tanah kelahiran saya tiba-tiba menghilang dari peta..
Akan pulang kemana saya nanti?
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H