Mohon tunggu...
Abdul Khasim
Abdul Khasim Mohon Tunggu... profesional -

#Aku hanya orang biasa yang ingin menjadi luar biasa. #Mahasiswa Profesi Ners STIKES Yarsi Mataram

Selanjutnya

Tutup

Healthy

Jadikan Perawat Guru, Pernikahan Dini Teratasi

2 November 2015   23:16 Diperbarui: 3 November 2015   00:02 245
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Kesehatan. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Schantalao

Serius lo perawat jadi guru?? Yups, Why not. Salah satu tugas perawat adalah sebagai educator, selain memberikan pendidikan kepada orang sakit, perawat juga memberikan pendidikan kepada orang sehat.

Sebelum masuk lebih dalam, mari kita lihat data statistic yang “WOW” banget tentang keadaan bangsa kita ini. Menurut hasil penelitian dari Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) 2010, warga Negara Indonesia tercinta ini tercatat 46,7% menikah pada umur kurang dari 19 tahun dan 5% rentang umur 10 – 14 tahun. Perlu diketahui dalam hal medis kematangan organ reproduksi terjadi pada usia 19 tahun, tentu ini akan beresiko pada pasutri (pasangan suami istri) terutama kaum wanita akan terjadinya berbagai penyakit. Bukan hanya itu saja, dari segi psikis dengan umur yang belum dewasa pola pikir masih labil yang beresiko akan terjadinya perceraian. Jangan kaget banyak muda mudi kita yang masih muda, cantik, ganteng, eeh taunya udan janda atau duda.

Disini kita perlu menilik Undang-undang di Negara kita ini yang terbilang agak “lucu lucu menggemaskan”. Coba saja anda bayangkan UU perkawinan, usia kawin untuk anak permpuan itu 16 tahun dan laki-laki 19 tahun. Sedangkan berbanding terbalik dengan UU perlindungan anak, yang masuk dalam katagori anak itu adalah sampai dengan umur 18 tahun. Berartikan ada gep 2 tahun. Di UU yang ono kawin umur 16 tahun boleh, di UU yang ini dikatakan anak sampai umur 18 tahun. Berarti jika ada gadis usia 16 tahun nikah sama dengan halnya kita melegalkan orang yang masih katagori “Anak” menikah. Gimna jadinya jikalau punya anak nantinya, Anak kok beranak #SenymSinis. Ini juga sangat kontras dengan tugas yang di beri pemerintah kepada BKKN untuk memberantas pernikahan dini. BKKBN ingin memberantas, tapi UU memberikan jalan untuk pernikahan dini terjadi.

PROBLEM

Kenapa sih, kok banyak banget yang nikah di usia dini?

Nah itu dia yang akan kita kupas tuntas. Sebenarnya banyak factor yang melatarbelakangi terjadinya pernikahan dini, tapi kita akan membahas dua factor paling besar. Menurut Deputi advokasi pergerakan dan informasi (Adpin) BKKBN Pusat Dr. Abidinsyah Siregar dalam acara nangkring kompaisna di kota mataram, Lombok. Dari data yang di dapat faktor “ekonomi dan moral” lah yang paling mendominasi.

1. Ekonomi

Kekurangan ekonomi keluarga memicu orang tua untuk menikahan anaknnya, karena dengan itu bisa menurunkan beban dalam membiayai anak mereka dan bisa mendapatkan tambahan uang dari mantunya.

2. Moral

Ini yang paling seru gaes. Maksudnya moral disini adalah pernikahan yang terjadi karena kecelakaan, biasa kita sebut MBA (married by accident). Memang Dr. Abidinsyah tidak menyebutkan angka pasti berapa kejadian MBA, tapi perlu diingat inilah factor kedua terbesar setelah ekonomi. Ayok kita berpikir keras dan bayangkan. MBA factor kedua terbesar pernikahn dini, selain itu kasus aborsi di Indonesia 2,5 juta tiap tahunya. Anda bisa bayangkan kan berapa banyak yang melakukan seks bebas? Tentu berkali kali lipat dari jumblah MBA + Aborsi. Maka dari itu saya menentang gerakan bagi-bagi kondom yang dilakukan menteri kesehatan yang dulu, walaupun itu baik untuk menurunkan angka IMS (infeksi menular seksual) dan aborsi. Kok menentag sih, kan itu baik? Yups, itu memang baik, tapi tidak memutus mata rantainya. Jika seperti itu, kasarnya sama saja seperti kita bilang “hay you..you boleh ngesek tapi jangan lupa pakai kondom biar ga penyakitan dan hamil”, dimana moral anak bangsa?

SOLUSI

1. Ekonomi

Disini tentu kita tidak bisa merubah ekonomi seseorag dalam sekejap mata. Saran dari penulis baiknya pikah BKKBN bekerja sama dengan perangkat desa dan KUA sebagai tindakan pencegahan. Jika ada anak usia dini akan dinikahkan, perangkat desa bisa tidak memberikan izin. Jika perangkat desa diindahkan, masih ada KUA. Jangan diberi izin juga untu nikah. Alhasil ada 2 kemungkinan. Pertama pernikahan batal, kedua nikah sirih. Tapi tentu saja nikah sirih ini sangat sedikit pihak yang menginginkannya.

2. Moral

Nah disinilah Peran perawat jika dijadikan guru akan sangat berdampak, selain mencegah pernikahan dini, moral anak bangsapun teratasi. Yuuk mari di simak.

Jika berbicara masalah moral, tentu ini berkaitan dengan lingkunag, baik itu sekolah, rumah, teman bermain dll. Moral jika tidak di tanamkan sejak dini, maka besarnya akan menjadi kebablasan. Tilik saja sekarang anak SD yang berpakaian dan bergaya seperti orang dewasa, malah banyak juga yang sudah pacaran, bisa bayanginkan besarnya seperti apa? Untuk itu penulis menyarankan pemerintah menjadikan perawat sebagi guru dengan mata pelajaran / kurikulum khusus.

  • Tingkat SD. Banyak anak SD yang tingkah lakunya tidak layak sesuai umurnya, ini dilatarbelakangi karena tontonan yang mereka lihat di TV, acara-acara anak alay yang tidak mendidik. Perlu dipahami kenapa mereka bisa menoton acara – acara tersebut. Tak perlu menyalahkan siapa-siapa. Kita babat akar rumputnya. Masalahnya adalah mereka kekurangan permainan yang mereka senengi, yang bisa mereka kerjakan sesuai umurnya, dan yang terjadi adalah merka menonton acara tv alay saking tidak adanya permaian yang menyenangkan seusai umur mereka yang mereka kerjakan dirumah. Jika perawat jadi guru SD tentunya ini bisa diatasi. Jangan salah, perawat itu kerjaannya bukan hanya suntik menyuntik. Tapi perawat itu juga belajar tentang tumbuh kembang anak dan terapi aktivitas bermain, di buku-buku keperawatan sangat banyak membahas tentang hal tersebut, permainan-permaianan yang bisa dilakukan sesuai umur dll. Dengan itu tumbuh kembang anak bisa di control, dan anak mendapatkan permainan yang magasah motorik kasar maupun motorik halusnya sesuai umur tentunya. Selain itu perawat juga bisa mengajarkan tentang kesehatan-kesehatan dasar pada anak, seprti cara cuci tangan yang benar, gosok gigi, potong kuku, makanan yang baik, cara merawat tubuh dll. Well..jika perawat jadi guru SD, tumbuh kembang anak akan baik, intelgensinnya akan mantap dengan terapi aktivitas bermain sesuai umur yang mereka bisa kerjakan disekolah maupun di rumah, tidak lagi menonton acara TV alay karena mereka punya permaianan sendiri, dan tentunya akan sehat wal afiat. Orang tua mana yang tidak mau anaknya seperti itu? “pemerintah lirik dong gagasannya”.
  • Tingkat SMP. Di tingkat ini kebanyakan anak sudah memasuki masa pubertas, di sinilah masa-masa yang perlu pengawasan. Jika perawat jadi guru SMP. Tentu perawat bisa mengajarkan tentang pengenalan anotomi tubuh, seks edukasi, penyakit – penyakit yang bisa timbul, penyalahgunaan narkoba dll. Orang tua tidak perlu khawatir tentang seks edukasi, karena yang mengajarkan adalah orang yang kompeten dalam bidangnya. Ini hal yang sangat bagus dari pada melakukan penyuluhan-penyuluhan yang entah setahun kapan mungkin akan masuk ke sekolah. Yang namanya anak remaja akan sulit paham dan mengerti jika tidak dilakukan secara continue. Dengan perawat jadi guru, pergaulan bebas bisa di minimalisir karena mereka mengerti apa arti serta dampak yang mereka dapat. “lirik pemerintah lagi”.
  • Tingkat SMA. Di tingkat ini mungkin akan sama pembelajaranya dengan tingkat SMP, tapi tentunya dengan pendalam materi yang lebih tentang sek edukasi, narkoba, penyakit – penyakit yang di timbulkan karena pergaulan bebas, alcohol, rokok dll.
  • KESIMPULAN: jika perawat jadi guru dari tingkat SD s/d SMA tentunya akan bisa memperbaiki moral anak bangsa, bukan hanya pernikahan dini yang di cegah, tapi hampir seluruh lini paergaulan bebas seperti narkoba, sek bebas, alcohol dll. Jika anda setuju, berarti anda orang tua atau calon orangtua yang sangat peduli akan anak anda. Yuk dukung gagasan perawat jadi guru. hehe
  • Sebelum ditanya, kenapa harus perawat, kenapa tidak psikolog, bidan atau dokter?. Psikolog memang kompeten juga tentang tumbuh kembang dan terapi aktivitas bermain, tapi tidak kompeten dalam bidang kesehatan. Bidan hanya kompeten pada permasalahan organ reproduksi, tetapi tidak untuk kesehan menyeluruh. Dokter? Dokter bayaranya kemehelan buat di gaji dan juga Indonesia masih kekurangan dokter.

 

Abdul Khasim

11/02/2015

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Healthy Selengkapnya
Lihat Healthy Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun