Mohon tunggu...
Mr @lelakibugis
Mr @lelakibugis Mohon Tunggu... -

bisa ditemukan di lelakibugis.net atau twitter @lelakibugis

Selanjutnya

Tutup

Politik

Jangan Pilih Pemaku Pohon!

11 April 2013   13:43 Diperbarui: 24 Juni 2015   15:22 176
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
13656625882014945597

[caption id="attachment_247404" align="alignnone" width="448" caption="foto: rakyatsulsel.com"][/caption]

Pemilihan Gubernur atau pilgub Sulsel baru saja usai dengan kemenangan pasangan incumbent, Syahrul Yasin Limpo dan Agus Arifin Nu’mang. Perhelatan pesta demokrasi itu memang telah berakhir, tapi masih menyisakan sampah-sampah visual berupa baliho, spanduk dan selebaran yang lupa diturunkan tim sukses masing-masing. Belum lagi sisa paku yang menancap di pohon bekas pemasangan atribut kampanye mereka.

Kota Makassar yang, katanya, menuju kota dunia ini sepertinya akan terus tercemari dengan sampah visual atribut kampanye. Sisa-sisa sampah pilgub itu kini bertambah lagi dengan atribut-atribut kampanye pemilihan walikota (pilwalkot) Makassar yang rencananya akan digelar September 2013 mendatang.

Sesuai jadwal yang dikeluarkan Komisi Pemilihan Umum Makassar, tahapan pilwalkot Makassar baru akan dimulai 25-29 April berupa penyerahan dokumen dukungan calon perseorangan. Namun, atribut-atribut kampanye mulai bertebaran mengotori dan merusak kota, jauh sebelum tahapan itu dimulai.

Jika melihat angka bakal calon walikota dan wakil kota yang diundang  KPU Makassar pada Sabtu, 16 Maret 2013, yaitu sebanyak 40 bakal calon walikota dan wakil kota, tentu hal ini sangat mengkhawatirkan bagi kita. Bayangkan, jika semua bakal calon itu menyebarkan atribut kampanye mereka di pohon-pohon dan trotoar kota kita ini. Dan ini sudah terjadi!

Hal ini akan terus berlangsung paling tidak hingga sepanjang tahun 2014 saat pelaksanaan pemilihan anggota legislatif nasional dan pemilihan presiden (pilpres) mendatang. Perusakan pohon akan terjadi secara massif mengingat jumlah calon anggota legislatif yang berasal dari 15 calon partai politik tentu saja tidak akan sedikit. Belum lagi atribut kampanye pasangan calon presiden dan wakil presiden tentu juga tak akan sedikit.

Mengapa atribut-atribut kampanye ini mengkhawatirkan? Pemasangan atribut-atribut kampanye ini jelas mengabaikan aspek keselamatan manusia dan lingkungan. Lihatlah betapa banyak baliho berukuran besar yang terpasang di trotoar jalan dengan mengambil hak pejalan kaki. Pun, banyak baliho yang terpajang di median-median jalan atau taman-taman pemisah jalan menghalangi penglihatan pengendara yang bisa menyebabkan terjadinya kecelakaan. Hal ini jelas membahayakan.

Pohon sebagai tempat pemasangan atribut kampanye, iklan politik dan pengumuman lainnya jelas akan merusak pohon. Paku yang menancap pada pohon berefek buruk terhadap perkembangan pohon, karena dapat menyebabkan kematian sel dalam pohon terutama lapisan cambium, xylem dan floem.

Karat pada paku bisa menyebabkan infeksi pada batang,  pengeroposan/kelapukan batang, pada jenis tertentu, seperti palem-paleman, sehingga memicu pembusukan pada batang. Jika kita melakukan pembiaran, maka akan semakin sulit bagi kita untuk mendapatkan oksigen hasil penyerapan karbon dari pohon. Kita pun akan kehilangan peneduh jalan bila kita peduli.

Kita membutuhkan pepohonan di perkotaan untuk kebutuhan udara segar, penyeimbang kondisi lingkungan, penyerap air, meminimalisir resiko banjir, peneduh jalan dan juga sebagai penunjang estetika kota. Beberapa tahun terakhir, cuaca Makassar semakin hari semakin panas. Matahari seakan tak berjarak lagi dengan kepala. Pada musim penghujan, genangan air pun semakin mudah kita jumpai meski hujan hanya turun dalam satu jam. Belum lagi jika kita berbicara tentang keindahan kota yang semakin semrawut.

Untuk itulah kita berkewajiban untuk menyampaikan pada bakal calon walikota dan wakil walikota serta politisi agar tidak memasang atribut-atribut kampanye mereka dengan cara memaku pohon. Andai mereka tak memedulikan seruan kita, satu-satunya cara menghukum adalah dengan tidak memilih para bakal calon walikota dan wakil walikota itu pada momen pemilihan nanti. Paling tidak, ada tiga alasan kenapa kita tidak boleh memilih para perusak pohon itu.

Pertama, dengan memaku pohon mereka sudah merusak pohon yang sangat vital bagi kehidupan kota dan warganya seperti yang tergambar di atas. Atribut-atribut kampanye berupa baliho di trotoar, median jalan dan ass (pembatas) jalan dapat membahayakan keselamatan para pengendara pengguna jalan maupun pejalan kaki. Bagaimana mereka mau mengayomi warga Makassar jika belum terpilih saja sudah merusak pohon dan membahayakan kita?

Kedua, sudah ada aturan mengenai mengenai perlindungan pada pepohonan itu yaitu Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup dan juga Perda No.25 Tahun 1997 Penghijauan. Para bakal calon dan politisi itu seharusnya tahu mengenai dua aturan ini. Mereka telah mengabaikan dan melanggar aturan dengan tetap memasang atribut pada pohon. Apakah kita mau dipimpin oleh orang-orang yang melanggar dan mengabaikan undang-undang dan aturan demi ambisi kekuasaan?

Ketiga, para bakal calon dan politisi itu bisa mengelak dan berkelit bahwa pemasangan atribut itu dilakukan oleh pendukung dan tim sukses mereka. Alasan itu tidak salah. Tapi, biar bagaimanapun pendukung dan tim sukses itu berada di bawah tanggung jawab mereka. Bagaimana mau memimpin kota dengan jumlah warga sekitar 1.6 juta jiwa (Agustus 2012) jika tak bisa mengatur segelintir pendukung dan tim sukses mereka?

Tidak memilih mereka tentu saja tidak menyelesaikan masalah, tapi paling tidak kita telah menunjukkan bahwa kita punya hak dan kedaulatan dalam memilih calon pemimpin dan wakil kita. Kita memilih mereka yang peduli dan memandang kita sebagai warga kota dan negara, bukan sekadar angka dalam statistik demokrasi.

Kita juga tak boleh berdiam diri melihat kerusakan pohon yang telah terjadi. Mencabut paku-paku bekas atribut kampanye harus kita lakukan, minimal yang ada di sekitar kita. Juga, mengajak orang-orang terdekat kita untuk melakukan hal serupa, sedikit demi sedikit, perlahan-lahan demi kebaikan kita bersama. (@lelakibugis)

cat: tulisan ini juga ditayangkan di lelakibugis.net

Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun