Terkadang ada kalanya kita lupa
Ada kalanya kita terlena dengan yang baru
Dan ada kalanya kita dilupakan dan sendirian
Ketika pikiran melayang menembus memori masa lalu
Menerawang jauh membuka lembaran kenangan yang dipenuhi debu dan lembaran itu telah usang dimakan waktu
Lalu tangan yang rindu akan kenangan itu perlahan tergerak membersihkan debu itu kemudian dibukanya lembaran kenangan nan indah yang dulu pernah terajut rapi dengan benang keyakinan dan kesetiaan
Kita tertawa, kita menangis, kita sedih dan kita senang
Kita berjuang, kita hadapi semuanya dan kita lalui bersama dengan penuh keyakinan disertai tenaga ketulusan dan semburat senyum keikhlasan
Sedihmu adalah sedih kita, tawamu adalah tawa kita
Tidak mampukah bibir manis itu berkata sakit jika hatimu merasa sakit, tak mampukah jika merasa sepi kau utarakan, tak mampukah ketika terpuruk kau katakan “aku jatuh”
Sekarang kita tak lagi bersama, tak lagi jumpa, terpisah oleh jarak tapi mata tak selalu terpejam dan melupakan, hati ini selalu merasa dan selalu berkata, telinga ini selalu mendengar walau tak ada suara, mata ini memang tak melihat tubuh rapuhmu tapi mata ini melihat tulisan derita dan bahagiamu di duniamu yang maya, telinga ini memang tak mendengar suara parau sedihmu suara riang bahagiamu tapi telinga ini mencoba mendengar kata-kata hatimu yang tertuang diakunmu
Kita tak bisa lagi bicara sebanyak dulu, karena keadaan kita berbeda sekarang kau berjuang untuk hidupmu dan kita berjuang untuk hidup masing-masing. Egois ya memang itu yang kita tanamkan sekarang, egois dalam mencari sedikit kekuatan untuk masa depan, sedih yang dirasakan sekarang hanyalah jembatan menuju kebahagiaan yang sedang menanti kita. Semua alat canggih yang kita punya bukanlah segala hal yang harus kita manfaatkan tapi justru itulah tantangan kita, apa kita mampu menggunakannya sebagai alat penghubung atau sebagai alat penghancur keyakinan yang telah tertanam dalam diri kita.
Justru ketika kita melihat namamu di semua alat canggih ini kita berfikir “apa dia masih mengingatku” atau “apa aku akan mengganggunya” atau bahkan “apa yang harus aku lakukan dan tanyakan padanya” dan semua perkiraan itu yang membuat kita mencoba mencari hal lain, sesekali terbesit dalam otak ini “apa aku harus memulainya lebih dulu” atau “kenapa tidak mereka dulu yang melakukannya, apa mereka lupa atau sudah tak peduli lagi denganku? Akh meraka datang ketika membutuhkanku” hal ini akan berujung pada sebuah kesimpulan __mereka tak mengingatku lagi, mereka sudah menemukan yang baru, mereka egois dan mereka jahat tak mementingkanku lagi__ tak dipungkiri dan tak munafik pasti itu pernah terbesit dalam angan masing-masing tapi semua itu kita tanggapi dengan cara masing-masing dan kita ekspresikan dengan cara masing-masing, ada yang dengan emosi marah dan kecewa, ada yang diam bahkan ada juga yang mencari hiburan untuk menghilangkan prasangka buruknya dan segera melupakannya.
Aku selalu percaya pada satu keajaiban yang terjadi karena adanya sebuah harapan besar harapan itu adalah “persahabatan kita sekarang memang penuh denga rasa amarah yang memuncak, prasangka buruk, dan ego besar dari masing-masing individu. Tapi aku selalu berharap KITA AKAN KEMBALI TERTAWA DAN MEMBUKA HATI UNTUK SALING BERKATA MAAF LALU BERPELUKAN DISERTAI AIR MATA HARU MENYAMBUT SEBUAH KEBAHAGIAAN DAN SEBUAH PENGERTIAN YANG TIADA BATAS”
TUHAN akankah itu semua akan terjadi nanti, itulah rangkaian kata yang terucap ketika pikiran ini kembali sadar dari perjalanan menuju memori masa lalu
Deru nafasku adalah karunia-NYA
Detak jantungku adalah tanda kebesaran-NYA
SAHABATku itulah hadiah untukku dari-NYA
Semoga kita selalu di jalan yang benar
Jalan dimana kita tak akan merugi
Semoga rasa tulus ikhlas dan kasih sayang selalu menyertai jalan hidup kita
Ini dariku untukmu SAHABATku
Lela Fatmawati
Glempang Pagojengan
28 januari 2014
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H