(4)
Situasi di Tunisia masih belum dibilang stabil sejak meletusnya revolusi di akhir tahun 2010 dan saat 35 ribu pengunjuk rasa turun ke jalanan selama 18 bulan terakhir ini. Situasi itu bisa dijadikan gambaran untuk melihat akan perkembangan yang ada di negara itu sekarang ini. Rezim penguasa disana tengah menghadapi tantangan banyak sekali dari dua sumber utama. Keduanya adalah; persatuan buruh, yang merupakan aktivitas paling populer di Front Penyelamat yang dikuasai kelompok kiri. Sejak pembentukan pemerintahan Partai Nahdhah, kelompok ini yang terus “ngerecoki” pemerintahan tersebut dibantu oleh kelompok-kelompok sekuler lainnya. Walaupun ada perbedaan di kalangan mereka sendiri (kelompok kiri dan sekuler) namun saat menghadapi Nahdhah, mereka merapatkan barisan.
Tantangan lain bersumber dari kelompok-kelompok Salafi garis keras yang dipelopori oleh “Ansor Syariat” yang ada kedekatan dengan Alqaedah. Beberapa aksi kekerasan dikaitkan dengan kelompok ini. Salah satunya adalah pembunuhan petinggi-petinggi kiri oposisi di tahun ini, yaitu Syukri Bal’ed dan Muhammad el-Barahimi.
Akibat pembunuhan Syukri, pemerintahan pimpinan Hamadi el-Jabali jatuh. Dan pasca-pembunuhan el-Barahimi pada bulan Juli lalu, aksi-aksi unjuk rasa terus berlangsung dan semakian kuat dorongan untuk menjatuhkan pengganti el-Jabali, Ali Laarayedh serta pembubaran dewan konstituante.
Ada semacam kesepakatan di kalangan para analis bahwa perubahan yang terjadi di Mesir pada tanggal 30 Juni dan tanggal 3 Juli lalu, memberi saham bagi penolakan terhadap pemerintah yang berkuasa dan meningkatnya tuntutan sampai pemecatan presiden itu sendiri.
Jika rongrongan pihak oposisi dan ancaman kelompok Salafi itu merupakan sumber utama bagi demo-demo di jalanan Tunisia, maka ancaman lain berupa penyelesaian perumusan konstitusi atau persoalan-persoalan ekonomi dan sosial yang terus menumpuk, disebabkan lambannya pergerakan ekonomi dan penurunan relatif di bidang pariwisata. Semua persoalan itu akan membangkitkan elit di satu sisi. Dan sisi lain, akan memicu kemarahan massa. Semua tantangan itu bukanlah tiba-tiba, di masa transisi ini, dari kekuasaan otoriter dan korup menuju impian tegaknya sistem demokrasi baru.
Dari sisi ini, problem itu bukanlah dasar bagi adanya tantangan. Namun itu terletak pada bagaimana berinteraksi dengan problem tersebut.
Dalam salah satu pertemuan di Tunisia, penulis mengatakan bahwa selama semua orang telah memilih jalan dialog. Dan selama disana masih ada akal yang sehat dalam pengelolaan dialog tersebut, maka jangan khawatir atas Tunisia.
Pesan itu sebenarnya bukan untuk Tunisia saja, akan tetapi juga bagi kita, di Mesir ini.
*http://www.aljazeera.net/opinions/pages/1656d3a3-9cfb-4d24-9f83-edc769a189fe
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H