Mohon tunggu...
Hermanto Putra
Hermanto Putra Mohon Tunggu... karyawan swasta -

Sedang Belajar Mengekspresikan gagasan, analisa, hasil pengamatan dll melalui sebuah tulisan..... semoga menjadikan diri bermanfaat buat yang lain...

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Perbandingan Mesir dan Tunisia Pasca Arab Spring

10 Oktober 2013   10:35 Diperbarui: 24 Juni 2015   06:44 1058
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Salah satu contohnya adalah pengelolaan negara tidak tergantung pada gerakan Islam, Nahdhah saja. Akan tetapi dua partai sekuler ikut serta didalamnya, Partai Kongres untuk Republik (hizb almuktamar min ajli jumhuriyah) dan Partai Koalisi Demokrasi (hizb takattul dimuqratiy).

Presiden diwakili oleh Dr. al-Munsef al-Marzuqi dari Partai Kongres sedangkan ketua dewan konstituante diwakili dari Partai Takattul, yaitu Dr. Mustafa Ben Jafar.

Sedangkan Partai Nahdhah, pemenang dan mayoritas di dewan konstituante, mendapatkan posisi sebagai perdana menteri yang diwakili oleh Ali Laarayedh. Usulan menguat pada struktur pembagian seperti itu walaupun Partai Nahdhah menguasai 90 kursi di dewan. Sedangkan dua partai lainnya, masing-masing mendapatkan 12 kursi (total kursi dewan konstituante Tunisia adalah 217 kursi).

Di sisi lain, militer di Tunisia, sejak lama, komitmen dengan kenetralannya di antara partai-partai yang berkompetisi dan tidak terjun ke dunia politik. Hal ini yang mendorong terjaganya konflik dalam area sipil saja. Kompetisi antar partai, dalam koridor perpolitikan, ditentukan oleh masyarakat melalui kotak-kotak suara.

Sisi ketiga, orang bisa melihat bahwa masyarakat sipil di Tunisia lebih kuat dibandingkan dengan di Mesir karena struktur dan lembaga-lembaga sosial kemasyarakatan di Mesir telah dihancurkan selama masa rezim Mubarak berkuasa.

Persatuan Buruh Tunisia adalah organisasi terkuat dibandingkan dengan lembaga-lembaga lainnya. Kemudian diikuti oleh persatuan industri dan perdagangan (semacam kadin), ikatan Tunisia untuk HAM dan asosiasi advokat. Masing-masing organisasi ini memiliki peran aktif dalam konflik yang ada. Bahkan organisasi-organisasi ini bisa mengajukan inisiatif peta jalan untuk menghadapi krisis politik sekarang ini, yang kemudian dikenal dengan nama “Kwartet Inisiatif”.

Kekuatan organisasi-organisasi masyarakat sipil ini bahkan melampaui kekuatan partai politik, yang jumlahnya mencapai 140 partai. Seakan otoriter di Tunisia memfokuskan pada pelemahan partai politik dan tidak banyak memantau perkembangan peran organisasi-organisasi sosial kemasyarakatan, seperti organisasi perburuan, perindustrian dan urusan HAM. Dari itu, penulis kemudian mengenal beberapa tokoh politik, yang relatif kuat, dan partai-partai politik yang lemah. Dalam pemilu legislatif yang diselenggarakan pada tahun 2011, tokoh-tokoh partai sukses, sementara perwakilan partai-partai hanya mendapatkan kursi yang bisa dihitung dengan jari di dewan konstituante.

Disebabkan permusuhan rezim lama kepada Nahdhah, medan kerja publik masih terbuka bagi kelompok-kelompok kiri dan sekuler. Hal ini yang mendorong tersebarnya aliran-aliran tersebut di kalangan elit dan organisasi-organisasi masyarakat sipil. Sebagai hasilnya, basis Nahdhah mengakar di jalan-jalan dan massa, sementara pengaruh alirana-aliran lainnya kuat di kalangan elit.

Dampak dari itu adalah Nahdhah tetap menginginkan dilakukan pemilihan umum dan keputusan ditentukan melalui kotak-kotak suara. Sedangkan organisasi-organisasi yang lain mengulur-ulurnya dan lebih mengutamakan penyelesaikan masalah melalui perundingan. Atau orang menyebutnya dengan legalitas kompromi diinginkan menggantikan legalitas kotak suara.

Ketika kita bicara soal rincian, kita tidak boleh menutup mata tentang sisi fleksibilitas yang diambil oleh Partai Nahdhah, yang dalam hal ini diwakili oleh ketuanya, Syekh Rashed Ghanushe. Sosok yang tetap berkomitmen pada kesatuan nasional dan urgensi melanjutkan perjalanan revolusi.

Fleksibilitas ini mendorongnya untuk tidak memasukkan sumber rujukan syariat dalam konstitusi Tunisia. Beliau juga berkompromi dan memberikan kesempatan kepada kelompok lain untuk memimpin kementrian-kementrian unggulan. Walaupun sebenarnya itu hak Nahdhah karena posisinya sebagai pemenang pemilu. Sehingga kebuntuan dialog politik tidak terjadi karena sikap Syekh Ghanushe yang merespon positif atas inisiatif peta jalan yang diajukan oleh tim Kwartet.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun