Mohon tunggu...
Indra Ruimassa
Indra Ruimassa Mohon Tunggu... Editor - Aktivis, Mahasiswa

Hidup benar adalah kunci kehidupan

Selanjutnya

Tutup

Politik

Menelusuri Dalang di Balik Dinasti Politik (Jokowi), Perang Dingin China-AS Sampai Ramalan Nostradamus

13 Juni 2024   11:46 Diperbarui: 13 Juni 2024   11:49 161
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Edy Syariff Wakil Menteri Hukum dan HAM atas keterlibatan kasus suap dan gratifikasi

Senilai 7 miliar Rupiah

Syarul Yasin Limpo Menteri Pertanian terkait kasus gratifikasi dan pemerasan senilai 44,5 Miliar

Jhony Geral Plate Menteri Komunikasi dan Informasi dengan kasus korupsi senilai 15,5 Miliar terkait proyek BTS

Idrus Marham Mantan Menteri Sosial dengan kasus korupsi dan suap senilai 2,250 Miliar

Imam Narwahni mantan menteri pemuda dan olahraga terkait kasus korupsi dan suap senilai 11 miliar dan gratifikasi sebesar 8,348 Miliar

Eddy Prabowo Mantan Menteri Perikanan dan Kelautan terkait korupsi dan suap senilai Rp 750 Juta

Juliardi Batubara Mantan menteri sosial terkait korupsi dan perampasan entah berapa korupsinya namun dari kasus ini KPK sudah mengembalikan khas Negara senilai 16 miliar

Bukan hanya ini saja jika di lihat dai kasus korupsi yang merajalela di 2 periodesasi Jokowi ini salah satunya yang baru-baru ini viral di media social korupsi yang di lakukan oleh Suaminya Artis Sandra Dewi dengan nilai korupsi 271 triliun Rupiah yang masuk dalam 5 besar korupsi tertinggi di Dunia dan masih banyak lagi. Sedangkan kasus pembuhunan yang paling populer yaitu kasus Irjenpol Sambo dan Pembunuhan Vina yang masih berlangsung yang di prediksi melibatkan tokoh-tokoh besar Negara masih terus di goreng oleh media, kita terus bertanya apakah ada kasus super besar yang disimpan di lemari Istana Negara ataukah ada proyek berkelanjutan yang wajib di jalankan oleh pemerintah karena mempunyai konsekuensi yang besar ketika tidak dijaga?

Kemudian proses revisi UU No.32 Tahun 2002 tentang Penyiaran menuai protes dari kalangan masyarakat sipil. Pasalnya penyusunan draf RUU Penyiaran dinilai banyak kalangan tidak melibatkan pemangku kepentingan dan substansinya bermasalah. Ironisnya, terdapat materi yang mengancam kebebasan pers. Prof Andi M. Faisal Bakti mencatat proses revisi itu masih digodok DPR. Ini bukan kali pertama upaya untuk membatasi kebebasan pers, karena sebelumnya sudah ada beberapa regulasi serupa. Seperti UU No.7 Tahun 2017 tentang Pemilu, Peraturan KPU, dan UU No.6 Tahun 2023 tentang Penetapan Perppu No.2 Tahun 2022 tentang Cipta Kerja menjadi UU. Tapi untuk revisi UU 32/2002, dapat lihat salah satu alasannya beleid itu dianggap sudah ketinggalan zaman. Sehingga perlu diperbarui sesuai perkembangan teknologi informasi. 

Persoalannya dalam RUU itu ikut menyasar kebebasan pers contoh Pasal 50B ayat (2) misalnya, yang mencantumkan larangan konten berita yang ditayangkan melalui media penyiaran, antara lain penayangan eksklusif jurnalistik investigasi. Kemudian melarang konten yang mengandung berita bohong, fitnah, penghinaan, pencemaran nama baik, penodaan agama, kekerasan, dan radikalisme-terorisme. Ketentuan dalam RUU itu tergolong karet sehingga sangat rentan menjerat jurnalis. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun